Happy Reading
.
.
.Luna membuka matanya ketika merasakan pancaran sinar matahari menerpa wajahnya. Ia membuka matanya perlahan. Tapi tunggu. Dimana dia sekarang? Luna merasa asing dengan tempatnya saat ini. Tapi yang ia tahu, dirinya saat ini sedang tertidur di ranjang yang sama empuknya dengan ranjang miliknya.
Begitu matanya terbuka dengan sempurna, Luna menatap ke sekeliling. Ruangan ini didominasi dengan warna biru. Luna mencoba duduk dan kembali mengingat tentang apa yang sudah terjadi padanya.
Ia ingat. Semalam dirinya kelelahan akibat mencari Maudy, kepalanya pun terasa pusing. Ia terduduk di trotoar, dan sepertinya setelahnya ia tidak sadarkan diri. Lantas, siapa yang sudah menolongnya?
Suara pintu terbuka mengalihkan atensi Luna. Ia melihat ke arah pintu dan melihat seseorang yang sangat dikenalinya.
"Udah bangun?" Naufal datang dengan membawa nampan yang berisi mangkuk serta gelas. Ia terlihat rapi dengan seragam sekolah yang membalut tubuhnya.
"Naufal?"
"Lo di rumah gue. Semalem gue nemuin lo pingsan di pinggir jalan." Naufal menaruh nampannya di atas nakas dan duduk di samping ranjang.
"Makasih udah nolongin gue."
"Sama-sama. Lagian lo ngapain disana sendirian sih? Nggak bawa kendaraan lagi. Atau jangan-jangan lo kesana jalan kaki?" Tebakan yang tepat. Luna hanya cengengesan menatap Naufal.
"Gue nggak tau kalau udah jalan sejauh itu. Padahal niatnya mau jalan-jalan aja, eh malah kejauhan."
Naufal hanya mengangguk saja seolah ia percaya apa yang dikatakan oleh Luna. Padahal ia sama sekali tidak percaya. Mana ada orang yang awalnya berniat hanya jalan-jalan saja tidak sadar jika sudah berjalan sejauh itu?
"Ya udah. Mending sekarang lo makan gih."
"Gue langsung pulang aja ya Fal? Takut orangtua gue khawatir." Orangtuanya khawatir? Rasanya itu mustahil. Dalam hati Luna tersenyum getir.
"Lo makan atau gue yang suapin?"
"Eh jangan. Gue bisa sendiri."
Saat akan mengambil mangkuk, Luna baru sadar jika tangannya terinfus. Ia kemudian menatap Naufal dengan pandangan bertanya.
"Semalem lo parah banget. Kayak mau mati."
Dengan cepat Luna menggeplak punggung Naufal dengan sangat keras membuatnya mengaduh kesakitan. Luna melotot kepada Naufal.
"Kalau ngomong sembarangan! Ucapan itu doa Naufal."
"Maap, gue becanda." Naufal meraup wajah Luna yang terlihat cemberut serta mata yang melotot. "Muka lo jelek kalau gitu."
"Apaan sih lo. Tangan lo bau."
Dengan cepat Naufal mengarahkan telapak tangannya menuju hidung Luna. "Noh cium. Wangi kan?"
Telapak tangan Naufal memang wangi, tapi tidak mungkin juga kan Luna mengakuinya? Yang ada Naufal akan semakin songong.
"Bau terasi."
"Dah lah. Males ngomong sama orang kayak lo. Buruan makan! Gue mau berangkat."
"Gue juga mau sekolah."
"Lo mau sekolah pake apa? Seragam aja nggak ada."
"Ya, nanti gue pulang dulu."
"Nggak. Hari ini lo libur, istirahat. Nanti pulang sekolah gue anterin lo balik."
"Eh eh. Handphone gue mana?"
"Gue balikin pas pulang sekolah, biar lo nggak pergi setelah gue pergi."
Luna mengumpat dalam hati. Bagaimana bisa Naufal menebak niatnya? Apakah terlihat dari wajahnya? Atau Naufal itu cenayang?
Luna tidak mau terlalu lama disini. Ia harus melanjutkan pencarian. Tapi apa boleh buat, handphone nya saja ada pada Naufal, dan otomatis ia tidak bisa melanjutkan pencarian karena foto Maudy pun ada di belakang handphone-nya.
"Awas aja kalau lo balik. Gue nggak bakalan balikin handphone lo. Jangan lupa makan!"
"Hmm. Bawel."
Setelah pintu tertutup dengan sempurna, Luna mengambil mangkuk yang ada di atas nakas. Bubur. Luna sangat tidak suka dengan makanan bertekstur lembek itu. Tapi mau bagaimana lagi? Dia harus memakannya demi menghormati keluarga Naufal. Mereka sudah berbaik hati menolongnya.
Luna memakan bubur itu dengan menahan rasa mual. Sedari dulu memang dirinya tidak pernah bisa memakan makanan tersebut. Sekali lagi, ia harus menghabiskannya demi menghormati Naufal dan keluarganya.
Ketika mangkuk itu sudah kosong, Luna mengambil air minum dan meminumnya dalam jumlah banyak. Rasa mual belum juga hilang. Luna mencabut selang infus yang terpasang di punggung tangannya dan langsung berlari menuju kamar mandi yang ada di kamar itu.
Huek
Memang seperti inilah jika Luna memaksakan untuk makan bubur. Pasti akan muntah. Setelah dirasa mualnya sudah hilang, Luna keluar dari kamar mandi. Bertepatan dengan itu, pintu kamar terbuka dan menampilkan seorang wanita paruh baya. Luna kenal dengan wanita itu. Beliau adalah ibu dari Naufal-Sela.
"Luna, kamu kenapa? Tadi tante denger dari luar kayak ada yang muntah-muntah. Kamu nggak papa kan?" Sela mendekat pada Luna kemudian mengecek tubuh Luna.
"Luna nggak papa kok tan. Tadi cuma mual aja."
"Ya udah, istirahat lagi ya." Dituntunnya tubuh Luna menuju ranjang, kemudian membaringkannya di sana.
"Tante, makasih ya. Maaf Luna ngerepotin tante sama Naufal."
"Enggak. Kamu nggak ngerepotin sama sekali. Tante malah seneng kalau kamu disini. Kamu tadi udah makan kan?"
"Udah tan."
"Sekarang kamu minum vitaminnya ya, biar cepet sehat." Sela membuka laci nakas dan mengambil plastik yang berisi vitamin Luna. Ia membuka kemasan obat kemudian menyerahkannya pada Luna. Tak lupa ia mengambil gelas yang ada di nakas juga.
"Minum ya."
Luna memasukkan vitaminnya ke dalam mulut kemudian meminum air putih guna mempermudah vitamin untuk masuk.
"Makasih tante." Ujar Luna seraya tersenyum. Ia sangat berhutang budi kepada keluarga ini, terlebih Naufal. Andai saja semalam Naufal tidak menemukannya, entah bagaimana nasibnya sekarang. Luna tak bisa membayangkannya.
"Nggak usah bilang makasih terus ah. Yang terpenting kamu sembuh, biar bisa sekolah lagi."
Luna mengangguk.
"Oh iya Luna, Naufal itu gimana sih menurut kamu?"
Luna terdiam. Ini maksudnya apa? Kenapa Mama Naufal menanyakan pendapatnya kepada Naufal? Luna menggaruk tengkuknya bingung.
"Ehm, Naufal baik, pinter, di sekolah juga rajin, tante."
"Dia ganteng nggak?"
"G-ganteng."
"Kamu mau nggak kalau jadi pacar Naufal?"
Uhukk
Luna seketika tersedak ludahnya sendiri. Apa ini maksudnya? Tolong siapapun beritahu Luna sekarang juga apa maksud dari semua ini?
~~°~~
Tbc
Gimana sama chapter ini?
Gaje ya? ya udah yang penting updateSee you next chapter guys
Lope buat kalian semua❤❤❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
(Not) Perfect
Teen FictionTidak akan ada akibat jika tidak ada sebab. Tidak akan ada asap jika tidak ada api. *** Luna Odelia Yasmin. Gadis yang selalu terlihat sempurna di mata semua orang. Sikapnya yang ramah, baik, membuat banyak orang menatapnya kagum sekaligus iri. Tet...