"Cerita dong Bu!" Rajuk Bara.
"Kamu mau dengerin emangnya?"
"Boleh Bu. Sambil nunggu adzan Dzuhur," lirik bara ke jam yang terpampang di atas.
"Nggak-nggak!" Tolak ibu.
"Iya ibu," decak bara.
"Maksudnya kamu makan dulu, sholat Dzuhur, ngaji sebentar habis itu baru cerita," ucap ibu sambil menyimpan kembali P3K yang ia bawa.
"Janji ya Bu!"
"Iya Bara," balas ibu.
Entahlah, ini sedikit ambigu untuk dimengerti. Seorang anak diskors dari sekolah selama 3 hari. Dan di sini tidak ada sedikitpun kemarahan yang didapat Bara.
Cara ibu menyikapi semua ceritaku tadi. Membuatku yakin tidak ada wanita hebat selain ibu. Cara ibu memperlakukanku, secara tidak langsung memaksaku dewasa lebih cepat daripada pria seumuran denganku.
Bara mengerjakan semuanya yang diperintah ibu sebelum memintanya untuk menceritakan kisah Tara dan Abay yang tak lain ibu, bapaknya sendiri.
"Ibu, gimana?" Goda Bara.
Ibu yang sedang terduduk sambil memainkan handphone di jemarinya mengangkat kedua alisnya menatap Bara.
"Udah semua?"
"Udah," jawab Bara.
"Oke, tapi janji sama ibu. Bukan mentang-mentang kamu nggak kena marah, kamu nggak mengerjakan tugasmu di sekolah."
"Kamu tetap harus mengerjakan tugas sekolah selama kamu di skors 3 hari!"
"Siap!" Senyum Bara.
Ibu mulai menutup handphonenya dan mulai menceritakan kisah dirinya bersama Abay.
Flashback on
Tara adalah wanita yang cantik dulu di sekolah. Itu sudah menjadi tolak ukur pengakuan dari orang-orang yang melihatnya. Tanpa menyisihkan sebagian kemunafikan takaran cantik di kaum Adam adalah dari wajahnya.
Sebelum ke hati lelaki mengukur kecantikan dari wajah wanita. Memang tidak semua, tapi kebanyakan hampir 95,5/100 itu rasio keseluruhan yang nyata. Ukuran pria bisa memulai sesuatu hubungan karena ketertarikan dari wajah si wanita.
Dan terkadang wanita sebaliknya, takaran dari mereka melihat pria bukan dari tampang atau materinya. Wanita lebih memilih kenyamanan, seperti kata Tara "aku lebih suka pria peduli tapi biasa saja daripada pria tampan tapi cuek dan sok kegantengan." Itu tolak ukur Tara untuk kategori pertama di sekolah kepada pria-pria yang mencoba mendekatinya.
"Tara! Kalau kamu suka cowok yang kayak gimana sih di sekolah?" Tanya Dea.
"Aku?" Tanya balik Tara.
"Iya lah kamu. Kan, di sekolah ini banyak yang coba deketin kamu Tara," sambung Anya.
"Apalagi Abay, tiap hari dia masuk UKS supaya tangannya bisa kamu obati," kelakar Dea.
"Hahaha..!" Tawa Dea dan Anya.
"Entahlah, sepertinya Abay emang merancang dirinya buat masuk UKS," decak sebal Tara.
"Kalau gitu kamu harus banyak-banyak sabar Tara," nasihat Anya.
"Tara emang selalu sabar, sebelum ketemu Abay," tawa renyah Tara.
"Aku ke UKS dulu ya, mau ambil buku di sana. Kalian ke kelas aja duluan!"
"Beneran kita tinggal nih?" Kelakar Dea.
"Iya Dea," decak Tara.
"Ya udah deh, hayu ah! Kita duluan, cepet nyusul. Bentar lagi istirahat," ucap Anya sembari menyeret Dea ke kelas.
"Iya.." balas Tara.
Tara berpisah dengan teman-temannya. Tara menulusuri ruangan tiap ruangan hingga sampai ke ruangan UKS.
Setiba di UKS lagi-lagi makhluk Tara dikejutkan oleh sesosok penunggu UKS, iya siapa lagi? Tentunya Abay.
"Abay?" Tanya Tara dengan raut tak percaya lagi-lagi ia bertemu dengan Abay.
Abay yang tahu itu suara Tara langsung membalikkan badannya sembari memegangi tangannya yang terluka.
"Tangan kamu kenapa lagi," dengan cepat Tara mencarikan obat untuk luka Abay.
Tadi terkena silet waktu lagi menyerut pensil di kelas. Dengan tatapan tak percaya Tara menggapai tangan Abay dan mulai mengobatinya.
"Jangan bohong!" Tegas Tara.
"Kok bisa kamu setiap hari terluka? Dan aku yang harus ngobatinnya juga." Lanjut Tara.
"Iya mungkin waktunya aja lagi pas sama Tara yang datang kemari," ucap Abay sambil melempar pandangannya.
"Kalau kamu suka sama aku kenapa nggak terus terang aja sih?" Decak sebal Tara.
"Selesai!" Ikat perban Tara ke lengan Abay.
"Apa?" Kata abay sok polos.
Tara yang mulai kesal menyimpan kembali alat-alat P3K-nya dengan cepat mengambil buku dan kembali ke kelas.
"Tara!" Tara terhenti di depan pintu keluar setelah mendapat panggilan dari Abay.
"Makasih sekali lagi untuk pengobatan lukanya."
"Nggak masalah," ucap Tara tanpa melihat Abay.
"Kalau kamu yakin dan nggak terpaksa. Mau nggak kamu jadi pacar Abay, abay sudah sejak lama suka sama Tara!" Terus terang Abay.
Tara yang mendapat pengakuan itu seketika dunia terasa mengasingkan dirinya. Pantulan cermin tiba-tiba muncul merebut serta menarik pipi merah Tara yang malu-malu.
Dengan balasan anggukan Tara. Tara menjawab iya dengan tanpa suara. Tara tak membalikkan badannya pada saat itu. Yang ada Tara kembali ke kelas dengan semua kemenangan yang Tara dapat.
Itu awal jadian dan pertemuan kisah cinta Tara dan Abay yang terbungkus rapih hingga hari pernikahan.
Flashback off
"Setelah semua itu, barulah kami mendapati buah hati seorang pangeran kecil rumah. Yang kami beri nama Bara!"
"Ia itu adalah kamu, selesai!" Tutup ibu sehabis menceritakan kisah pendeknya.
"Lah, lanjutin dong. Itu mah baru pertemuan. Mana miripnya sama Bara?" Heran Bara yang ingin tahu kelanjutan kisah sepotong itu.
"Nggak! Udah, ibu mau masak! Jangan ganggu ibu!" Pergi ibu ke dapur meninggalkan Bara seorang diri di meja makan.
Yang bener aja..
"Ibu lanjutannya gimana?"
"Lanjutannya, sekarang kamu tanyakan selama 3 hari ke depan semua materi tambah pekerjaan rumahnya. Jangan tunda tugas apalagi materi!"
"Sial!" Batin Bara.
KAMU SEDANG MEMBACA
BARA & YASMIN (Belum Direvisi)
Подростковая литератураBara, lelaki sederhana penyakitan yang mengejar cinta murid baru bernama Yasmin. (cinta sama panik itu seperti tali sepatu yang nggak pernah ninggalin sepatunya)~Bara (kamu tahu nggak? Kamu itu sakit karena aku, tapi kamu juga butuh obat penawarnya...