Kami berdua menuju parkiran. Bara memintaku menunggu di luar gerbang, dan dia mengambil sepedanya di parkiran.
"Yasmin duluan ya!" Seru teman-temanku.
"Iya hati-hati ya," senyumku.
"Yasmin, ayo gue antar Lo pulang?" Tawar Danil dengan mobilnya.
"Ah.." belum sempat aku menjawab, Bara membunyikan bel sepedanya.
"Kring! Kring!" Bunyi sepeda Bara memalingkanku dari mobil Danil.
"Danil maaf, gue sama Bara pulangnya!" Senyumku.
"Pakai helm!" Beri Bara.
"Danil, duluan ya!" Ujar Bara memanasi Danil di ruangan ber-ACnya.
Danil terlihat begitu kesal dibuatnya. Namun Bara begitu cuek, ia lanjut menjalankan sepedanya tanpa menghiraukan Danil.
Bara membawaku menulusuri jalanan beraspal menggunakan sepedanya.
"Bara!"
"Iya Yasmin?"
"Ini joknya baru ya?"
"Ya gitulah, model baru. Gimana enak, kan?"
"Hehehe.. iya."
"Pantesan rasanya ada yang beda," tambahku.
"Maunya ke mana?"
"Ke rumah mamah deh," senyumku.
"Boleh.." bara menjalankan sepedanya menuju rumah dia. Sekarang aku sudah terbiasa dengan sepeda ini. Aku berpegangan ke baju milik Bara.
Sepeda ini sudah menjadi saksi dari Bara sendiri. Sepeda ini yang membuat aku dan bara terpatri dalam bentuk fisiknya. Ku senang bila terkena hujan atau kelelahan dengannya, karena bila dengan bara semuanya terasa lengkap.
Ini bukan persoalan tentang kendaraan mobil, motor, ataupun sepeda. Ini tentang perasaan nyaman yang terjebak di ruang sempit. Sulit aku melepasmu, dengan raganya di sampingku. Kehadirannya sudah merubah sudut pandangku terhadapnya.
Itu sudah cukup menjadi alasan kebahagiaanku.
Bara menjelma menjadi angin yang memperindah langit di sekitarnya. Dia menuntunku menjadi sosok ayah, dia ada seperti sosok sahabat, dia menyayangiku seperti sosok bunda negara.
Aku bersyukur atas segalanya!
"Assalamualaikum!"
"Wa'alaikum!" Jawab mamah dari dalam.
"Mamah!" Sapaku saat memasuki rumah Bara.
"Si cantik. Diculik lagi kamu sama Bara?" Senyum mamah. Aku menghampiri mamah sembari menyalami mamah dengan memeluknya erat.
"Iya nih mah, Bara maksa aku ke sini. Aku diculik terus sama anak mamah," ucapku. Aku dengan Tante udah akrab banget, bahkan aku sekarang menganggap Tante sudah seperti bunda negaraku sendiri.
Iya walaupun aku belum mendapatkan anaknya, tetapi aku sudah mendapatkan hati ibunya. Hahaha.. terdengar seperti sinetron di TV-tv.
"Ibu sudah lupa, anaknya yang mana?" Senyum bara sembari menyalami mamah.
"Tunggu, pasti kamu belum bilang sama orang tua kamu ke sini ya?" Tebak mamah menyorot tajam kepadaku.
"Iya," senyumku.
"Mamah yang telepon bunda negara ya?"
"Sudah mamah duga. Kebiasaan, dasar ya kamu!" Cubit mamah kepadaku.
Mamah langsung menghubungi bunda negara lewat ponselku. Untuk mengabari anaknya ada di rumah Bara. Vidio call menjadi penyambung antara mamah dengan bunda negara sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
BARA & YASMIN (Belum Direvisi)
Roman pour AdolescentsBara, lelaki sederhana penyakitan yang mengejar cinta murid baru bernama Yasmin. (cinta sama panik itu seperti tali sepatu yang nggak pernah ninggalin sepatunya)~Bara (kamu tahu nggak? Kamu itu sakit karena aku, tapi kamu juga butuh obat penawarnya...