Aji

77 3 0
                                    

1 bulan berlalu. Pendaftaran kuliah sudah, hari ini menjadi kuliah pertamaku. Dari siswa SMA yang belajar dengan guru sekarang aku menjadi mahasiswa yang akan menatap langsung dosen-dosen kuliahan.

Strata sosial bercampur di sini. Memang dasarnya kehidupan itu berjalan maju, dulu saat aku belajar baca tulis. Mimpiku menjadi murid SD, setelah naik tingkat calistung di SD. Mimpiku menjadi murid SMP, SMP notaben belajar cosan, sin, tangen. Mimpiku berlanjut lagi ingin menjadi murid SMA, setelah di SMA. Mimpi berlanjut ingin menjadi mahasiswa.

Dan setelah kita mengalami semua fase pendidikan terkadang kita mengeluh, ingin rasanya kita kembali lagi ke masa kanak-kanak yang tak mengetahui banyak hal tentang kehidupan orang dewasa. Iya, pada dasarnya manusia tidak pernah puas dengan apa yang telah ia capai. Kebanyakan dari kita mengeluh tanpa sadar langkah kita sendiri telah mendahului jauh orang-orang lain.

Bukan pertumbuhan pola pikir kita atau waktu yang salah. Tapi kesalahannya jelas terdapat di dalam letak syukur dengan semua yang telah kita capai.

Bila syukur itu telah kalian temukan. Barulah muncul arti sejati dari kebahagiaan. Tidak akan ada lagi mengeluh dalam setiap langkah dan tidak akan ada lagi putus asa dalam setiap doa.

So, manusia memiliki kelebihannya masing-masing. Dengan persoalan yang berbeda di dalam hidupnya.

Dan ujiannya pun sesuai dengan porsi beserta kemampuannya.

"Bar! Ayo!" Ajak Nursyifa yang baru saja menyelesaikan kelasnya.

"Udah?" Tanya Bara.

"Udah bara ganteng. Ayo ah!" Tarik Nursyifa.

"Bentar, pelan-pelan," pinta bara sambil menutup kembali buku catatannya.

Benar, Nursyifa dan aku satu kuliahan walaupun kami berbeda jurusan. Si pirang pun sejak saat itu, ia lebih islami dengan busana islaminya sekarang.

"Brakkk!" Barang berserakan, Nursyifa tak sengaja melabrak seseorang saat hendak menarikku dari zona nyamannya.

"Maaf-maaf!" Spontan Nursyifa membantu merapihkan barang yang ia tabrak.

"Nggak apa-apa santai aja," ucap pria itu lembut.

"Nggak apa-apa gimana? Tadi aku nabrak kamu," bantu Nursyifa merapihkan buku-bukunya.

"Ya udah deh. Makasih ya!" Senyum pria itu.

"Sama-sama," senyum Nursyifa.

"Kita sekelas bukan?" Tanya pria ini.

"Kak Baron?" Senyum Nursyifa.

""Iya, kamu Nursyifa, kan?"

"Iya kak."

"Baron aja. Kita sekelas ini," ucap Baron. Iya sepertinya gerak-gerik pemuda ini membuat siasat, langkah besar untuk mendekati Nursyifa.

Nursyifa mengangguk sambil melemparkan senyumannya.

"Oh iya, kenalin Baron. Ini Bara, sahabatku!" Kenal Nursyifa.

"Bara!" Bara menjulurkan tangannya yang dengan cepat ditanggapi oleh Baron.

"Baron!"

"Ya udah, kalau gitu. Aku duluan Nursyifa, ada kelas lain yang harus aku isi. Mari!"

"Iya," senyum Nursyifa.

"Baron dan Nursyifa, cocok!" Ujar Bara sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

"Serius?" Tanya Nursyifa.

"Iya, kalian serasi. Akan menjadi pasangan fenomenal, se-asteroid kuliahan." Lanjut Bara.

"Doain ya!" Noleh Nursyifa.

"Pasti," senyum Bara.

"Terus kamu sendiri sama Maudy, gimana?" Jalan mundur Nursyifa membelakangi jalan.

"Kasihan loh Maudy. Kayaknya dia suka banget sama Bara?"

"Tapi Baranya terkekang di kisah lama bersama Yasmin," lanjut Nursyifa dengan segala bacotannya.

"Intinya nggak baik kalau kita masih menyukai orang lain, namun kita melampiaskan perasaannya ke orang lain sebagai pelampiasan," ucap Bara berjalan menyamping.

"Mungkin belum saatnya kisah bara dan Yasmin berakhir. Jika Maudy mau bertahan. Ya tunggu saja kisah Bara dan Yasmin berakhir."

"Aku nggak mau sama orang lain tapi hati di lain tempat, tidak bersamanya."

Syifa melirik dengan tatapan meremehkan. Syifa membulatkan kedua matanya.

"Iya itumah pilihan sih. Yang jelas Tuhan pasti memiliki rencana yang paling sempurna," senyum Syifa.

"Yang pasti rencana Tuhan akan beda dibandingkan rencana manusia," ucap Bara.

"Iya ya pak novelis kesayanganku!" Gandeng nursyifa ke lengan Bara.

1 bulan berlalu. Aku sekarang mendapatkan banyak teman di Bandung. Dan juga si pirang sudah menjadi kekasih dari Baron. Iya walaupun begitu, itu tidak merubah fakta bahwa dia lebih banyak menghabiskan waktu bersamaku daripada kekasihnya sendiri Baron.

Dan di sisi yang lain aku memiliki teman yang unik di sini. Setiap aku berjalan bersamanya dia selalu mengingatkanku kepada Rafael di Jakarta dulu. Namanya Aji, tutur katanya masih primitif, apa adanya, dan ramah. Aku dibuatnya mengingatkanku kisah-kisah dulu bersama Rafael.

Aku sudah lama tidak menemui Rafael, dulu kami selalu bermimpi bersama bagaimana dengan kehidupan setelah lulus SMA, tetapi sekarang semuanya berfokus kepada bidang mereka masing-masing. Sampai sekarang aku kehilangan kontak baik Rafael, Ica, dan juga Yasmin. Kami semua sepakat tidak akan saling berhubungan selama mendalami perjalanan selanjutnya di kisah masing-masing yang tak bertepi.

"Bara!" Teriak aji sambil berjalan menuju Bara. Iya mensejajarkan langkahnya.

"Ayeuna kelas pak dosen Eko nya?"

"Heeuh! Naon kitu?"

"Ah anjing. Males ah, pelajaran si eta teh. Bolos ah yu!" Ajak Aji dengan bahasa primitifnya.

Entahlah, di sini orang-orang sudah menggunakan bahasa Indonesia menurut KBBI untuk berinteraksi. Mungkin dari banyaknya orang, dia salah satunya orang yang berinteraksi menggunakan bahasa Sunda asli.

"Maneh hayang menang sanksi akademik ku rektor? Apal meren dekan Eko deket ejeng rektor" Omel Bara.

"Siamah siga nu teu nyaho wae si Eko ka urang kumaha?"

"Heeh sok engke maneh bolos. Beuki gelehen w ka maneh, mending ayeuna mah tuturkeun kahayang na dosen Eko!" Tutur Bara.

Bara mencoba mencegah niatan Aji untuk bolos dari mata kuliah wajib. Apalagi yang mengisi kelas itu ialah dosen Eko.

"Kieu w. Pelajaran lain urang bolos, kecuali pelajaran pak Eko, Bu madam, jeng Bu Rachel," saran Bara.

"Terserah w lah!" Serah Aji.

"Tah kitu atuh!" Rangkul Bara sambil membawa Aji memasuki kelas.

Semua berjalan baik Aji menjadi obat untuk mengingatkanku kepada Rafael dan Syifa selalu mencoba mengaitkanku kepada Maudy untuk kesekian. 1 semester berjalan baik, dosen Eko sekarang menyukai kinerja Aji.

Semuanya berubah jadi lebih baik. Baik aji dan aku kita saling membahu dalam mengerjakan sesuatu hal. Lingkup sekitar pun mengajakku dalam serba-serbi portal kemasyarakatan. Dan yang kalian harus tahu ternyata Maudy yang menyukai Bara. Ia satu kuliahan yang sama denganku. Hanya jurusan saja yang membedakan kami.

BARA & YASMIN (Belum Direvisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang