bagian 27.

15 8 0
                                    

Jam berwarna merah muda di pergalangan tangan Dini menunjukan pukul 06.00 pagi, biasanya jam segini Dini masih berada dirumah, mungkin sedang sarapan bersama mamahnya, jika ditanya kemana ayahnya? Maka Dini akan menjawab 'cari uang yang jauh' karena ayahnya sangat jarang pulang, setahun mungkin bisa terhitung berapa kali berada dirumah. Itu sebabnya, mamahnya selalu berkata 'jadi perempuan harus mandiri, kalo suatu saat nanti kamu dapet suami kaya papah kamu udah terbiasa dan nggak kaget'.

Pernah ketika sedang duduk bersama, iseng-iseng Dini bertanya kepada mamahnya, bagaimana jika di luar kota tempat ayahnya bekerja ternyata ada wanita lain yang membuat laki-laki itu betah? Dengan bijak mamahnya menjawab,  'wanita mana yang betah sama papah kamu yang keras kepala gitu? Kalau pun ada, mamah bakal pura-pura nggak tau, biarin papah kamu jujur sendiri, kepercayaan mamah ke papah itu besar—saat kita mengucap sumpah pernikahan maka disitu kita udah siap buat mulai hidup baru dengan segalanya, salah satunya jika ada perselingkuhan diantara pasangan. Mamah pilih papah kamu itu, karena mamah tau papah nggak akan ngelakuin itu.' Dini tersenyum mengingat perkataan mamahnya, pantas saja selama ini mamahnya terlihat santai meski papah jarang pulang.

Dalam lamunannya ternyata Dini sudah sampai di tangga yang menuju ke kelasnya, ia mengelus dadanya bersyukur belum ada segerombolan anak kelas 12 jadi Dini tidak perlu menghindarinya anak-anak itu, mungkin lebih tepatnya Eza.
Dini melanjutkan langkahnya untuk menuju ke kelas 11 Mipa 3, diperjalanan menuju kelas Dini tak henti-henti memikirkan apa yang akan dia lakukan-nya nanti jika bertemu dengan Eza.

Betapa terkejutnya ia ketika memasuki ruang kelas yang ternyata sudah ada Eza sendirian sedang duduk dibangku Kayla. Dini sempat menghentikan langkahnya tatkala melihat Eza, tapi tak lama kemudian ia lanjutkan langkah-nya untuk menaruh tas pada tempat duduknya. Sebelum menaruh tas, ia sempat melirik Eza sekilas lalu meletakan tas dan membuka resleting tasnya untuk mengambil novel yang selalu dia bawa.

Setelah mengambil novel dari dalam tasnya, Dini berniat pergi ingin meninggalkan Eza sendirian didalam kelas, untuk saat ini ia masih merasakan kekecewaan atas kejadian kemarin antara dirinya dan Eza. Tidak munafik, sedih sebenarnya jika harus bersikap seperti ini kepada orang yang sudah memberi warna dalam hidupnya.

"mau sampe kapan diem terus kayak gitu?" Eza menghentikan langkah Dini dengan cara memegang pergelangan tangan Dini yang membelakangi-nya. Dini terpaku diam tidak menjawab atau bergerak sedikit pun saat Eza memegangi pergelangan tangannya.

"aku tau kamu marah banget din—kamu bisa pukul aku sampe kamu puas atau maki-maki aku, tapi tolong jangan diem kaya gini" Dini masih diam tidak menggubris ucapan Eza. Dini membalikan tubuhnya, menatap mata Eza sebentar lalu melihat ke arah pergelangan tangannya yang dipegangi oleh Eza, tidak lama kemudian ia melepaskan pegangan Eza pada tangannya menggunakan tangan satunya yang sedang memegang novel.

Lalu Dini kembali membelakangi Eza dan berlari keluar kelas tanpa menghiraukan keberadaan Eza. Dari luar ada Kayla yang baru akan masuk kelas tapi ia dikagetkan oleh Dini yang tiba-tiba keluar berlari hampir menabrak dirinya, dengan cepat Kayla menengok ke dalam kelas dan mendapati Eza di dalamnya. Ketika Eza akan mengejar Dini, Kayla langsung saja sigap menghalanginya di depan pintu agar tidak bisa mengejar Dini.

"mau kemana lo?!" tanya Kayla tegas sambil bertolak pinggang di hadapan Eza, "nggak dirumah nggak disekolah bikin orang kesel terus!" lanjutnya dengan nada omelan seperti ibu-ibu yang memarahi anaknya karena nakal. Eza mengalihkan pandangannya dari Kayla karena males mendengarkan ocehan dari adiknya yang beda satu tahun itu.

"biarin Dini sendiri dulu, dia masih marah—jangan bikin dia benci ke lu" ujar Kayla memberikan pengertian kepada Eza sambil melepaskan kedua tangannya dari pinggang

"gua kakak lo, jadi nggak usah kurang ngajar—misi"

Melihat Eza yang tidak terima diberikan pengarahan olehnya, Kayla kembali bertolak pinggang dan menatap tajam ke arah Eza, "gua tau lo kakak gua, tapi itu cuma berlaku dirumah!"

"HAH?!"

Kayla membulatkan matanya karena terkejut mendengar suara dari belakang tubuhnya. Sontak saja ia membalikan badannya dan melihat ternyata ada Kiya dan Syifa yang sedang tercengang kaget ketika tau kebenaran bahwa Eza dan Kayla adalah sepasang adik-kakak. Kayla meneguk salivanya, sedangkan Eza yang memang dari awal sudah mengetahui keberadaan Kiya dan Syifa di belakang Kayla hanya berdengus malas.

Kayla melangkah ke belakang memundurkan tubuhnya hingga sejajar dengan Eza. Kiya dan Syifa sudah menatapnya dengan ganas meminta penjelasan atas kalimat yang diucapnya barusan, "k-kalian denger?" ucapnya terbata-bata

"DENGER!"

"pantesan lu tau banget semua tentang ka eza, ternyata lu adiknya" Kayla menunduk ketika Kiya berbicara dengan nada menyindir

Tak ingin ada keributan diantaranya, Syifa langsung menghampiri Kayla untuk meminta semua penjelasan atas kebenaran yang terjadi, "ka eza beneran kakak lo?"

"sebenernya gua males sih ngakuin, tapi mau gimana lagi—kenyataan nya gua satu rahim sama dia" Kayla menyenggol lengan Eza dengan keras sehingga menimbulkan rintihan dari mulut Eza, "aww"

"kenapa harus disembunyiin sih kay?" Kini nada bicara Kiya mula melembut, mengikuti suasana yang ada, tidak ada emosi tidak ada teriakan

Kayla melirik ke arah Eza lalu menghembuskan nafas nya dengan kasar, "eza tuh tukang php, makanya gua sembunyiin ini—gua cuma mau bantu cewek-cewek biar nggak ke perangkap sama ucapan-ucapan manis dia"

Eza yang tak terima dirinya disebut tukang php mencoba menyangkal ucapan dari Kayla dengan menutup mulut-nya,"itu dulu yah, sekarang udah enggak" Kayla mencoba melawan serangan dari Eza dengan menginjak kaki Eza yang dibalut sepatu hitam putih.

"enggak apa enggak?! hah?!" nada bicara Kayla mulai melantang dan seolah menantang Eza, "buktinya dini cuma lo jadiin bahan taruhan!" Eza yang melihat sikap Kayla seperti itu kepadanya mulai geram ingin mencengkam mulut pedas Kayla itu yang kadang ketus dan menyayat hati.

"gua nggak ada niat buat jadiin dini bahan taruhan!"

Seperti terjadi perang dunia ke-3 antara kakak-beradik itu, emosi satu sama lain sudah mulai meluap, seperti seekor singa dan harimau atau tom and jerry. Mereka saling tatap, sama-sama melemparkan pandangan kebencian. Kiya dan Syifa yang menyaksikan itu hanya saling pandang kebingungan apa yang harus mereka perbuat. Saat melihat sekeliling ruangan, pandangan Syifa terhenti tatkala melihat tas Dini yang sudah berada di bangku.

"dini mana dini?"

Pertanyaan yang dilontarkan Syifa mampu menghentikan tatap-tatapan kakak-beradik itu, "dini mana?" tanya-nya sekali lagi kepada dua orang yang sudah datang ke kelas sejak awal

"keluar, gara-gara ada nih bocah" jari telunjuk Kayla berhenti tepat di depan wajah Eza, namun tak lama ditepis oleh Eza

"kita cari dini" intruksi Syifa membuat semuanya mengangguk, ketika ingin keluar kelas tiba-tiba Syifa menghentika langkahnya dan berbalik ke arah Eza, "kayanya untuk saat ini dini butuh ketenangan deh kak—gua harap lo ngerti yah" terlihat kekecewaan pada wajah Eza karena tidak bisa ikut mencari Dini, tapi tetap saja Eza akan memberi waktu untuk Dini menenangkan pikiran dan hatinya atas perlakuan Eza—Eza mengangguk mengiyakan ucapan Syifa, "makasih kak" ucap Syifa dan langsung pergi mencari Dini bersama dengan Kayla dan Kiya.

Eza menatap punggung ketiga perempuan itu dengan rasa bersalah. Semenjak kejadiannya dengan Dini di rooftop kemarin, waktu-waktu Eza di hantui rasa bersalah kepada Dini ditambah lagi dengan Dini yang tidak mau berbicara dengannya dan melemparkan sikap dingin kepada dirinya. Sesak rasanya di dada Eza, menyesali perbuatan-nya yang tidak pernah disangka akan seperti ini, sebelumnya tidak pernah Eza merasa sangat bersalah kepada orang lain tapi kali ini Dini begitu spesial dalam hidupnya. Menyakiti Dini sama saja seperti Menyakiti dirinya sendiri.

❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤

Next? Nextt bund wkwkwk

Jangan lupa vote and comment.

Tolonglah yah apapun yang kalian rasakan tolong komen walaupun cuma satu kata author sangat berterimakasih.

Ayok bund-bund bantu author semangat untuk nulis ceritanyaa, udah tahunan belum kelar juga nih cerita wkwk

Story of Andini (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang