bagian 29.

9 7 0
                                    

Mata Dini terfokus pada buku yang sedang dibacanya, siku tangan satunya ia letakkan di atas meja dan telapak tangannya menopang dagu sedangkan tangan yang lainnya digunakan untuk membalikan halaman selanjutnya. Jam istirahat nya kali ini ia gunakan untuk membaca buku di perpustakaan karena malas untuk pergi ke kantin dan lagipula dirinya sedang tidak lapar.

Sedang asik bergelayut pada buku yang dibacanya, tiba-tiba terdengar suara tarikan kursi di hadapan Dini yang membuat dirinya beralih pada suara tersebut. Melirik sekilas untuk melihat siapa orang yang menarik kursi tersebut, membuat Dini malah menatap kosong ke arah orang itu. Orang itu mengangkat sebelah alisnya ke arah Dini, "boleh kan gua duduk disini?" tanya orang itu , namun dibalas dengan dengusan malas olehnya dan Dini memilih melanjutkan kegiatan membacanya.

Vian. Ya manusia itu, mantannya. Dia sendiri yang berkata pada Dini bahwa tidak ingin bertemu dengan mantan dan berkata bahwa Dini tidak boleh menaruh harapan lebih pada dirinya. Mungkin jika untuk tidak menaruh harapan lebih Dini masih bisa menyanggupi tapi untuk tidak bertemu, ya mana mungkin sedangkan mereka berdua satu sekolah dan kelas mereka berdampingan. Astaga, Dini benar-benar tidak pernah menyangka bahwa dirinya pernah berpacaran dengan Vian walau hanya satu minggu.

Fokus Dini menjadi buyar saat Vian mulai duduk di hadapannya. Bukan karena Dini gugup tapi karena jari Vian yang tidak bisa diam, kuku jarinya terus saja mengetuk-ngetuk meja membuat keberisikan di dekat Dini, ya memang suaranya tidak keras tapi Dini masih bisa mendengarnya dan itu berpengaruh pada konsentrasi dirinya. Dini menghela nafasnya dengan kasar dan menatap Vian, manik-manik matanya menyorot tajam ke arah laki-laki itu.

"jari lo bisa diem nggak sih?" tanya Dini dengan nada kesalnya, "gua lagi baca, butuh konsentrasi—mending lo cari tempat lain aja deh" lanjutnya dengan nada agak mengusir.

Mendengar keluhan Dini, Vian menghentikan kuku jarinya itu agar tidak mengetuk-ngetuk meja. Vian memperhatikan Dini dengan sangat dalam, kening nya berkerut, pandangan nya tetap ke arah wanita itu. Dini yang merasa dirinya sedang diperhatikan oleh Vian langsung saja membalas tatapan dengan ganas, "apa?!" kini nada bicaranya agak tinggi, karena dirinya merasa risih saat diperhatikan oleh orang yang tidak begitu dekat dengannya.

Vian masih terus memperhatikan Dini dengan gerak-gerik seperti seseorang yang sedang mencurigai orang lain, "denger-denger lo putus ya sama si eza itu?" alih-alih menjawab pertanyaan itu, Dini malah memutar kedua bola matanya dengan malas.

"tau darimana gua pacaran sama dia?" kini Dini berbalik tanya pada Vian, karena selama Dini berpacaran dengan Eza tidak pernah dirinya membeberkan hubungannya yang spesial dengan Eza, terkecuali pada orang-orang tertentu.

"gosipnya kan udah nyebar sampe ke seluruh penjuru sekolah" Vian menjawab pertanyaan Dini dengan gaya coolnya, namun menurut Dini itu sangat membuat dirinya merasa geli.

Dini mengkerutkan keningnya, menatap intens ke arah Vian, "kok bisa?" tanya Dini yang masih mengkerutkan keningnya

"yaa bisa lah—lu pacaran sama cowok yang jadi inceran anak cewek di kelas gua, tiap hari mereka itu selalu ngomongin hubungan lu berdua"

Dini menyipitkan kedua matanya, mencoba mencari tanda-tanda kebohongan dari rawut wajah Vian, tapi yang ia dapatkan adalah hasil yang nihil, "mereka tau darimana?" tanya nya lagi

"ya namanya cewe kalo udah stalking kan bisa sampe akar terdalam, makanya tiati kalo punya cowok famous"

"famous?" Dini terkejut mendengar kata famous yang dilontarkan oleh Vian, "eza famous?" lanjutnya dengan bertanya seperti orang yang tidak tahu apa-apa

"pacar sendiri kok malah nggak tau." sindir Vian dengan mata yang seolah membaca buku yang dipegangnya

Dini menghembuskan nafas nya dengan kasar, menutup buku yang tadi sedang dibacanya dengan kencang hingga menimbulkan bunyi, lalu berdiri dari tempat duduknya hingga bangku yang tadi di dudukinya agak menggeser jauh ke belakang. Vian yang melihat kejadian itu hanya menatap Dini dengan rasa kebingungan, entah apa yang sekarang ada dipikirin Dini.

Dini menuju rak buku untuk menaruh kembali buku yang dibacanya tadi, kemudian pergi meninggalkan Vian yang tadi sedang duduk berhadapan dengannya. Yang ada di otak Dini saat ini adalah 'berapa banyak lagi yang tidak ia ketahui tentang eza selama ini'. Dini berlari keluar perpustakaan untuk menuju kelas nya, ia tahu mungkin tidak seharusnya bersikap seperti ini tapi tetap saja ia tidak bisa membohongi perasaannya mengenai hal apapun yang menyangkut tentang Eza, pasalnya selama berpacaran Dini tidak pernah mencari tahu Eza itu siapa, apa yang dilihatnya sudah pasti seperti itu, itulah seorang Dini melihat.

*********

Dini berlari tergesa-gesa menelusuri koridor sekolah, yang di pikirannya sekarang hanya satu yaitu ingin mencari tahu kebenaran-kebenaran yang tidak diketahui nya selama ini karena ketidakpedulian nya terhadap hal-hal di sekelilingnya. Siswa-siswi yang berada di koridor sekolah menatap ke arah Dini yang sedang berlari, tapi itu tidak membuat Dini merasa risih karena dirinya sudah terbiasa dengan tatapan-tatapan seperti itu.

Dini memasuki ruang kelas dan menemukan Kayla yang sedang asik mengobrol dengan Kiya dan Syifa. Dini menghampiri ketiga sahabatnya itu dengan nafas yang ngos-ngosan karena terlalu lelah berlari dari perpustakaan hingga ruang kelasnya. Ketiga sahabat nya itu melihat dirinya dengan tatapan bingung dan menatap ke arah Dini yang sedang mengatur nafasnya.

"lo kenapa din?" tanya Syifa kepada Dini yang masih mengatur pernapasan nya agar kembali normal

Posisi Dini yang semula membungkukan badannya kini berdiri tegak menghadap ke arah depan yang dimana terdapat Syifa, Kayla, dan Kiya yang sedang memperhatikan dirinya, "ada hal apa yang nggak gua tau tentang eza?"

Kiya mengkerutkan keningnya, "kenapa tiba-tiba nanya gitu?" dengan santai Kiya bertanya seperti itu, karena Kiya tau selama Dini berpacaran dengan Eza tidak pernah Dini bertanya hal-hal pribadi tentang Eza, pertanyaan Dini kali ini terdengar menanyakan hal yang bersifat pribadi, "bukannya lo nggak pernah peduli sama hal kaya gitu?—lagi pula kan kalian udah putus." Jawaban Kiya membuat Dini tersadar dan membungkam mulutnya

Kiya benar, sebelumnya Dini tidak pernah peduli dengan hal yang seperti itu, lalu kenapa sekarang dirinya bertanya tentang hal itu sedangkan sekarang dirinya dan Eza sudah tidak dekat dan berjaga jarak, "lo bener ki, buat apa gua nanya kayak gitu sedangkan sekarang gua bukan siapa-siapa dia lagi" tubuh Dini seketika lemas, dirinya memposisikan badan dengan duduk disamping Kayla.

Kayla merangkul Dini dan mengusap-usap punggungnya, "lo masih bisa ko maafin eza, ini belum terlambat din—gua tau lo masih sayang dia" ucap Kayla menenangkan hati Dini

Memaafkan memang mudah tapi sulit bagi Dini untuk bertatap muka langsung dengan Eza. Setiap kali dirinya melihat Eza yang selalu terlintas di benaknya adalah hanya bagaimana cara Eza mengkhianti kepercayaan nya, membuat rasa sakit pada hatinya, dan memainkan perasaannya. Setitik rasa rindu terselip dalam balutan hatinya, tidak dapat di bohongi setiap kali berangkat atau pulang sekolah Dini selalu berharap bahwa kejadian saat itu antara dirinya dan Eza hanya sebuah mimpi buruk dalam tidurnya. Walau kini dirinya dan Eza sudah tak bersama namun Dini masih sering menunggu Eza yang setiap pagi datang menjemput untuk berangkat bersama dan setiap pulang sekolah Eza yang selalu menunggunya di tangga.

Dini menutup matanya perlahan, merasakan sensasi hatinya yang tidak karuan tanpa disadari setetes air mata jatuh membasahi pipi, "aku sayang kamu za"

/***************\

Next? Nextt bund wkwkwk

Jangan lupa vote and comment.

Tolonglah yah apapun yang kalian rasakan tolong komen walaupun cuma satu kata author sangat berterimakasih.

Ayok bund-bund bantu author semangat untuk nulis ceritanyaa, udah tahunan belum kelar juga nih cerita wkwk

Story of Andini (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang