Saat ini Vian berada di rumah Dini untuk pamit sebelum dirinya pindah sekolah, Vian juga menyuruh Eza untuk datang ke rumah Dini, namun di tunggu Eza belum juga datang daritadi. Vian dan Dini sudah cukup lama menunggu Eza.
"gua langsung bilang aja yah din"
"ada apa?"
"besok gua udah pindah" ucap Vian to the point
"lho bukannya pertengahan semester?" Dini terkejut karena tiba-tiba Vian mengatakan bahwa besok sudah pindah.
"dadakan din"
Dini mengangguk mengerti, ya mau gimana lagi Dini tidak bisa menghentikannya itu sudah keputusan hidup Vian. Jika pun bisa menghentikan nya, itu akan menjadi sebuah penyesalan baginya di waktu nanti karena mengubah takdir seseorang.
"gua udah urus surat-surat kepindahan gua" lanjut Vian
"yaudah lo jaga diri baik-baik di sana nanti ya" ucap Dini
Vian meraih telapak tangan Dini dan meletakannya di depan dada bidang miliknya, "sebelum pergi, gua mau lo ngerasain detakan jantung gua" di tempelkannya degan erat telapak tangan Dini.
"gua sayang lo"
Dini terpaku mendengar ucapan Vian yang baru saja di lontarkan. Dirinya tidak pernah membayangkan hal seperti ini akan terjadi, Vian yang di anggapnya musuh terbesar karena kekejaman lidah dari setiap katanya adalah laki-laki yang bisa merasakan patah hati juga, dan yang tidak di sangkanya bahwa Dini lah perempuan yang membuatnya patah.
Air mata Vian menetes terjatuh mengenai pergelangan tanga Dini dan langsung saja Dini menatap Vian ternyata pipinya telah basah oleh air mata, lalu Dini meraih tissue dan menghilangkan air mata dari pipi Vian.
"biarin aja din" ucap Vian sambil menghentikan usapan halus pada pipinya.
Dini tahu pasti sesak rasanya meninggalkan orang yang kita sayangi, terlebih lagi kita di hadapkan oleh pilihan yang akan menentukan masa depan kita nantinya, jelas itu sangatlah berat. Terkadang memang kita harus mengikhlaskan sesuatu yang kita sayangi demi sesuatu yang menjanjikan.
"vian maaf, t-tapi gua gatau, gua harus ap-"
"din, nggak usah minta maaf" Vian memotong ucapan Dini, "ini semua keinginan sama keputusan gua, lo nggak salah, jadi nggak perlu minta maaf" lanjutnya dan Dini mengangguk
"boleh gua minta satu permintaan?" tanya Vian kepada Dini
"apa?"
"boleh gua peluk lo?"
Tanpa basa-basi Dini menerima permintaan Vian, di peluknya Vian dalam dekapannya, kepala Dini menempel pada dadang bidang Vian. Dini mengeratkan pelukannya, karena malam itu adalah mungkin untuk yang pertama dan terakhir kalinya Dini merasakan pelukan Vian. Tak hanya Dini, Vian pun sama, ia mendekap Dini dengan penuh kehangatan dan di kecupnya rambut Dini.
"VIAN!"
Teriakan seseorang dari arah luar membuat mereka melepaskan pelukan satu sama lain. Mereka sama-sama menengok ke arah sumber suara. Betapa terkejutnya Dini ketika mendapatkan Eza yang berada di ambang pintu. Pikiran Dini sudah buyar, Eza pasti menganggap hal yang bukan-bukan dan akan menjadi kesalahpahaman untuk yang kedua kalinya lagi di antara mereka.
"ANJING LO!" teriak Eza sambil mendekat ke arah mereka
Buugghhh
Eza menonjok pipi Vian hingga Vian terlempar pada sofa. Dini yang berada di situ berusaha untuk menghentikan aksi Eza, tapi tenaga Eza sangat kuat hingga Dini pun tak kuat menahan Eza untuk tidak memukul Vian. Dini benar-benar panik dan bingung di tambah orang tuanya sedang tidak di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Andini (TAMAT)
Teen FictionWarna-warni pelangi selalu menghiasi hidupnya ketika ia berkenalan dengan sosok laki-laki sederhana. Banyak cara yang dilakukan laki-laki itu untuk membuat dirinya selalu tersenyum. Perlakuan yang diberikan laki-laki itu kepadanya ternyata ada maksu...