Berjalan sendiri keluar rumah untuk membeli makanan bukanlah hal yang biasa bagi Dini. Malam ini dirinya amat sangat terpaksa keluar rumah malam-malam seperti ini, jika bukan karena perutnya yang meminta untuk dimanjakan mungkin dia tidak ingin sekali keluar seperti ini malam-malam.
Jika ditanya kenapa tidak ibunya saja yang membeli? Bagaimana mungkin, hari ini Dini sendiri dirumah ibunya sedang menemani ayahnya untuk beberapa hari ke depan diluar kota, stok makanan pun habis dan ART nya baru akan membeli besok. Masak iya Dini harus menunda laparnya hingga besok, kan itu ketidakmungkinan yang sangat besar.
Dengan berat hati, Dini tetap membeli makanan untuk memanjakan perutnya yang sedari tadi minta untuk diberi asupan sesuatu.
Di perempatan gang komplek rumahnya, Dini melihat ada beberapa tukang dagang yang mangkal. Banyak orang-orang yang singgah, mungkin selain harga yang murah tempatnya pun stretegis seperti memang disediakan khusus untuk tempat berjualan. Dini memutuskan untuk membeli nasi goreng, dari kabar yang ia dengar ibunya pernah berkata bahwa nasi goreng itu lezat maka tak banyak fikir Dini langsung menghampiri tukang nasi goreng itu.
"bang nasi gorengnya satu, pedes telornya di dadar yah sayuran nya jangan banyak-banyak."ucap Dini lalu menarik salah satu bangku plastik yang tersedia disana
"dibungkus neng?"
"iya"
Dini mengeluarkan ponsel dari kantong sweater yang dipakainya, beberapa notif muncul mulai dari grup kelas hingga chat pribadi termasuk dari Eza.
'Kak Eza'
Yang saya perjuangkan saat ini adalah bukan bagaimana cara saya bersatu dengan kamu. Tapi bagaimana cara saya agar tetap mempertahankan perasaan ini, kata lainnya adalah berusaha untuk tidak menghilangkan rasa.'Andini'
Hhhhmmmm boleh ugha:')'Kak Eza'
Gua serius!Jarinya seolah kaku untuk membalas pesan dari Eza, Dini benar-benar diambang kebingungan dengan semuanya. Pertanyaan-pertanyaan bermunculan dibenak nya, antara harus percaya atau tidak dengan semua yang terjadi.
Apakah Eza benar-benar serius atau tidak dengannya, atau hanya sekedar ingin mempermainkan perasaannya saja. Tanpa sadar mungkin Dini sudah terlalu lama bergelayut pada pemikirannya, ternyata nasi gorengnya sudah siap.
"nih neng nasi goreng nya udah jadi" ucap abang nasi goreng itu
"jadi berapa?"
"13 ribu aja"
Dini mengeluarkan uang dua puluh ribuan, lalu abang itu mengembalikkan kembalian uang Dini. Dan Dini melenggang pergi untuk segera pulang dan menyantap makananan nya, walau selama diperjalanan ia masih saja terus memikirkan pertanyaan yg sering kali muncul di benaknya.
💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞
Dilain tempat Eza sedang berkumpul ditempat tongkrongan bersama Riski dan Jaye, karena malam ini Jaye ingin mentraktir mereka berdua dalam rangka merayakan hari kembalinya dan mereka berkumpul setelah lama berpisah karena Jaye yang sibuk dengan perlombaan.Riski yang duduk disamping Eza melirik ke arah ponsel yang dipegang Eza, dan mengintip sedikit chattan Eza dengan Dini. "yaelah Za, masih inget kan sama taruhan kita waktu itu?"
Eza yang sadar dengan apa yang diomong oleh Riski segera mungkin mematikan ponselnya lalu memasukkan ponselnya ke saku celana jeans.
"gua inget" Jawab Eza sambil memasukan rokok kedalam mulutnya dan menyalakan korek api, "tapi gua nggak yakin kalo taruhan ini bakal berjalan mulus" lanjutnya
"maksud lo?"
"suatu saat nanti dini pasti bakal tau kalo dia cuma gua jadiin sebagai bahan taruhan."
"yaudah kalo gitu mending berenti dari sekarang aja." ucap Jaye dengan membawa bakso dan meletakkan di depan Eza dan Riski, "mumpung nasi belom jadi bubur" lanjut Jaye.
"ya kalo udah jadi bubur tinggal lahap aja, yee ga za?" tanya Riski dengan menyenggol lengan Eza yang disenggol pun hanya tersenyum kecut.
Jaye duduk di depan Eza, dan melihat sebentar rawut wajah Eza yang seperti sedang memikirkan sesuatu dengan kebingungan.
"jujur aja za, lu sebenernya suka kan sama dini?" tanya Jaye dengan tangan yang sedang menuangkan saus kedalam mangkok baksonya.
Eza yang mendengar pertanyaan Jaye langsung menatapnya dengan tatapan kosong tanpa memberikan jawaban untuk pertandingan Jaye.
"lu diem aja, berarti itu tandanya 'iya'"
"jangan ambil kesimpulan cepet-cepet jay" ucap Riski
"sekarang lu perhatiin muka si eza, mata dia bilang iya tapi hati dia masih nyari kebenaran."
"gua bingung." ucap eza dengan satu tarikan nafas dan membuang puntung rokok, "gua masih cari jawaban, rasanya beda jay. Beda jauh sama rasa yang pernah gua kasih ke elvira"
Riski yang memang duduk disebelahnya merangkul pundak Eza, "kalo emang iya, gapapa za. Rasa suka itu manusiawi, kita lupain aja taruhan yang pernah kita buat biar lu nya juga nyaman pas deket sama dini"
Eza menengok kearah Riski lalu tersenyum dan memeluk Riski dengan gaya cool nya, "makasih ki"
"tapi inget za, lu harus kasih tau dini tentang semuanya. Emangnya lu mau dini tau dari orang lain———terus berujung salah paham?" ucap Jaye
"kalo dini marah?" tanya Eza
"resiko.——dengerin gua, resiko jatuh cinta yah gitu apalagi awal mula percintaan lu sama dini karena taruhan jadi terima aja resiko yang berat itu."
Ponsel Riski yang tergeletak diatas meja tiba-tiba berdering, muncul lah nama Kiya dilayar ponsel nya, "bentar ya, gua angkat telpon dulu" Eza dan Jaye menganggukan kepalanya bersamaan.
Sambil menunggu Riski yang mengangkat deringan ponsel nya Eza dan Jaye melanjutkan melaha bakso yang sudah hampir dingin itu. Tak lama akhirnya Riski kembali menghampiri mereka berdua yang memang sedang serius makan bakso.
"gua cabut duluan ya, Kiya minta anterin ke toko obat." pamit Riski sambil memakai jaketnya yang terletak di meja tukang bakso
"Emang orang tua dia kemana?" tanya Jaye
"justru itu obat buat emak nya, bokap dia kan kerja di luar kota terus."
Mendengar pernyataan Riski seperti itu, Eza menghentikan sejenak aktifitas makannya bahwa ia teringat sesuatu. Ia ingat bahwa ayah Dini pun sedang bekerja di luar kota dan ibu nya menyusul untuk menemani, sontak saja ia mengambil ponsel di saku celana jeans nya dan mengirim pesan pada Dini.
'Eza Pr'
Din, udah makan belum?'Dini'
Ini baru pulang beli nasi'Eza Pr'
Sendiri?'Dini'
IyaEza hanya membaca pesan Dini, astaga dirinya tidak sadar kenapa bisa se-khawatir ini pada Dini. Padahal notabennya Dini bukan siapa-siapa dia, jika Riski kepada Kiya mungkin wajar saja karena Kiya adalah kekasih Riski, tapi Eza—— Eza siapanya Dini?
Eza sadar dirinya sudah terlalu lama tergelayut hingga tak sadar bahwa Riski sudah pamit dari tadi, Jaye yang memperhatikan gerak gerik Eza tersenyum simpul "udah za makan dulu, nanti lagi mikirin Dini nya" ucapnya dan Eza hanya menganggukan kepala.
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Next? Nextt dund wkwkwk
Jangan lupa vote and comment.
Tolonglah yah apapun yang kalian rasakan tolong komen walaupun cuma satu kata author sangat berterimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Andini (TAMAT)
Genç KurguWarna-warni pelangi selalu menghiasi hidupnya ketika ia berkenalan dengan sosok laki-laki sederhana. Banyak cara yang dilakukan laki-laki itu untuk membuat dirinya selalu tersenyum. Perlakuan yang diberikan laki-laki itu kepadanya ternyata ada maksu...