'kalo cuma sekedar penasaran nggak perlu bersikap seolah tertarik'
-Andini
❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤
Dini pulang dengan keadaan yang lesu, semangatnya seolah patah, berjalan seperti orang yang tidak mempunyai gairah hidup. Waktunya seperti berhenti sampai di sini. Warna-warni hidupnya seperti sudah hilang bersamaan dengan kepercayaan nya kepada Eza. Kini hidupnya akan kembali flat, datar, monoton, entah Eza pun akan berubah atau tidak.
Enam bulan bersama Eza hari-hari Dini selalu ceria, meskipun sesekali Eza sering berbuat kesalahan kecil tapi Dini selalu memaafkan tapi kesalahan kali ini sangat melukai hati dan perasaannya. Perempuan mana yang rela jika dijadikan bahan taruhan? Dini tidak munafik, meskipun Eza sudah melukai perasaannya tetap saja rasa sayang untuk Eza masih tersimpan dalam lubuk hatinya.
"kamu udah pulang sayang?"
Suara dari wanita paruh baya yang masih terlihat muda itu mampu membuat lamunan Dini buyar. Tidak ingin memperlihatkan kesedihannya, Dini menghampiri mamahnya yang sedang berada di dapur dengan senyum yang sumringah. Dini harus tetap tersenyum di hadapan mamahnya, ia harus menyembunyikan masalah yang terjadi antara dirinya dengan Eza. Karena Dini selalu menerapakan motto hidup 'kesedihan kita harus diri kita sendiri yang tau'.
"mamah masak apa hari ini?"
"sayur asem, sambel, sama ayam goreng" Sari fokus pada wajan berisikan minyak dan ayam yang sedang digoreng nya, "ganti baju dulu baru makan" perintahnya kepada Dini
"siap ibu negara" Dini menuruti perkataan Sari dengan memberikan hormat seperti sedang upacara bendera, "yaudah aku ke kamar dulu" lanjutnya sambil meninggalkan dapur dan menaiki anak tangga untuk pergi ke kamar tidurnya.
Saat memasuki kamar, Dini langsung berjalan ke arah kasur dan membantingkan tubuhnya diatas kasur, memejamkan mata mengingat masa-masa indah bersama Eza, saat dimana pertemuan pertamanya yang tak pernah disangka-sangka akan sejauh ini, tanpa sadar bibir Dini sudah membuat lekukan. Ketika Dini membuka matanya ia baru sadar semua itu kini tinggalah kenangan. Dini bangun dari kasurnya dan saat bangun ia terpacu melihat buku diary yang tergeletak di atas meja belajarnya yang diberikan oleh Eza saat kenaikan kelas saat itu, seketika Dini teringat ucapan Eza saat itu.
'ini buku diary buat kamu. Aku mau apapun cerita tentang aku—kamu tuangin dalam buku ini, entah rasa kesel kamu ke aku, rasa marah kamu ke aku, rasa sayang kamu ke aku, atau bahkan rasa benci kamu ke aku. Aku mau buku diary ini berkisahkah cuma tentang diri aku sama kamu. Paham kan?'
Dini memegang rambutnya secara perlahan lalu memejamkan matanya, sangat terasa usapan tangan dengan lembut di rambut Dini yang diberikan oleh Eza. Lagi dan lagi tanpa sadar Dini menitikan air matanya, berat rasanya menjauhi orang yang kita sayangi, terlebih lagi dengan rasa yang sudah begitu dalam. Mau tidak mau, suka tidak suka, ikhlas tidak ikhlas mungkin salah satu jalan terbaiknya adalah ini, karena Dini belum menemukan jalan lain yang menurutnya terbaik. Mungkin mudah untuk Dini memaafkan segala kesalahan Eza, tapi tidak mudah baginya untuk memberikan kepercayaan nya lagi pada Eza. Benar kata pepatah, satu kesalahan bisa menghancurkan kepercayaan.
****
Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, dari pulang sekolah hingga saat ini, Eza masih berdiam diri di dalam kamarnya, tidak ada kegiatan yang dilakukannya hanya rebahan dan melihat ke arah langit-langit kamarnya, dengan sesekali mengecek ponselnya menunggu chat dari Dini. Biasanya saat pulang sekolah Dini akan mengabarinya, seperti menanyakan pulang jam berapa, sudah makan belum, sedang apa, dan lain-lain, tapi sampai saat ini tidak ada satu pesan pun yang Dini kirimkan kepada Eza. Kali ini Dini benar-benar sangat marah, Eza tau semua ini salahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Andini (TAMAT)
Novela JuvenilWarna-warni pelangi selalu menghiasi hidupnya ketika ia berkenalan dengan sosok laki-laki sederhana. Banyak cara yang dilakukan laki-laki itu untuk membuat dirinya selalu tersenyum. Perlakuan yang diberikan laki-laki itu kepadanya ternyata ada maksu...