"KAU SIAPA!!!" Matanya membelalak menatap shock ke sekitar, bahu yang semula tegap seketika merunduk menyadari dirinya baru bangun dari tak sadarkan diri. Ditambah dokter itu menggeleng sekilas ke arahnya. Oh, memalukan!
Tangannya memijat pangkal hidung sejenak, sebelum akhirnya memilih turun dari atas hospital bed, ia sedikit ragu ketika harus duduk di hadapan pria itu. Dalam-dalam Zahra menarik napas memberanikan diri melepas segala rasa penasaran di otaknya.
(*♡*)
"Apa kau gila?!" Gebrakan tangan di atas meja berhasil mengalihkan sebagian atensi para pengunjung caffe berdominasi white-black. Tidak begitu keras, namun menimbulkan suara getaran pada tempat suguhan minuman. Risa menggeram, menatap nanar pria di hadapannya. Ya, siapa lagi kalau bukan Rizal?
"Tenanglah," ucap Rizal sesekali menatap sekeliling merasa tak nyaman sudah menjadi bahan tontonan.
"Tenang bagaimana? Bahkan kau tidak mengatakan terlebih dahulu padaku saat mengatakan pada Zahra!" Tangan Risa naik turun mengipas pelan area wajahnya yang memerah akibat marah.
Bagaimana mungkin, Rizal hendak menjadikan Risa istri kedua? Sementara pria beristri itu tidak mengatakan apa-apa sebelumnya--tiba-tiba. Risa berpikir sejenak, pantas saja waktu itu Zahra datang dengan raut wajah merah padam. Jadi ini alasannya.
"Zahra itu sahabatku, bagaimana mungkin aku bisa menghianatinya." Wanita itu menutup wajah, menggelengkan kepala tak bisa menerima jika harus berhadapan dengan sahabatnya yang bisa dipastikan kecewa.
"Kau tidak menghianatinya, Ris. Kita akan menjalin hubungan yang halal, ini bukan perselingkuhan." Rizal hendak mengawai tangan wanita di hadapannya, akan tetapi wanita itu tidak membiarkannya begitu saja. Sangat ironi melihat tingkah Rizal yang sedang jatuh hati untuk kedua kali. Ia hampir hilang akal, melupakan fakta bahwa ada hati yang amat terluka.
Sementara di tempat lain, Zahra juga sudah mulai linglung. Ia berada di tengah-tengah keambiguan. Mana yang harus dipikirkan terlebih dahulu, dokter yang entah siapa itu, atau suaminya yang perlahan-lahan mulai menggondokkan leher.
"Ya Allah, aku harus apa?" Kedua kakinya berjalan tak tahu arah, menyusuri merah senja yang menerpa tembok trotoar yang ia pijaki. Zahra berhenti di bawah sebuah pohon yang menggugurkan daun-daun, menghirup amat banyak udara di sekitarnya. Otak Zahra bekerja dalam pejaman matanya yang amat tenang, ia sedang menimbang keputusan apa yang harus dipilihnya, melepas atau mengizinkan saja; membiarkan hatinya remuk seperti biasa.
Pov Zahra
"Bicarakan dulu baik-baik, Ra," hatiku berbisik yang dibalas senyuman mantap olehku. Akan tetapi bukan hidupku namanya, jikalau ketenangan yang aku rasa tidak segera pergi tergantikan sesak di dada.
Saat perlahan-lahan mata ini berusaha membuka, mengharapkan suatu kedamaian sepulangnya ke rumah, netraku secara tak sengaja menangkap sesuatu, amat memilukan ku lihat dari kejauhan beberapa meter. Aku melihat suamiku yang baru saja melambai dalam ingatan berjalan dengan wanita yang hendak menjadi adik maduku.
Sakit, bukankah seharusnya aku yang tertawa manja di sampingnya. Bukan wanita yang jelas-jelas menyandang hubungan persahabatan. Terlalu asik mereka berbincang hingga tak sadar telah melewati wanita yang berdiri kesakitan.
Segera kakiku berlari, membawaku ke tengah-tengah jalan raya, entah apa yang aku lakukan, namun ku yakini sekarang diriku sudah hilang akal. Aku terus berlari tanpa henti, menerobos para klakson yang berbunyi. Aku tak peduli tubuhku akan tertabrak atau tidak, kataku sekarang, aku akan membawa luka ini pulang. Tak akan ku nikmati luka ini di jalanan.
🌼🌼🌼
Dulu, saat pernikahanku hendak dilaksanakan, aku sempat menolak dengan keras. Namun, ibu mengatakan sesuatu yang mampu meluluhkan hatiku, hingga aku mau berucap janji di hadapan Ilahi.
"Menikah dengan Rizal adalah yang terbaik untuk kehidupanmu, Nak." Ibu tersenyum meyakinkan, sampai-sampai hatiku benar-benar percaya, jikalau nanti aku pasti bahagia.
Tapi, saat ini, ketika ternyata takdir tidak sesuai ekspetasi. Ketika ternyata takdir membuatku merasa tak teradili, hatiku menggerutu, "Apakah yang terbaik tidak menjamin kebahagiaan?"
......
Bersambung!!!
Menurut kalian pov author/pov Zahra, aja? Jawab yaa..
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta [BAKU]
Romance17+ HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN. Zahra Nadzaran Fidqa, seorang muslimah berusia 19 tahun bermasalalu menyeramkan. Ia di jodohkan dengan anak teman orang tuanya, Rizal Maulana. Zahra terima dengan lapang dada, walau awalnya terpaksa, namun pada akhirn...