Kecamuk perang tak lagi jadi hirauan bagi penghuni palestina.
Ledakan bom dimana-mana menjadi pengantar tidur bagi mereka para syahida.
Zahra meringis ngeri mendengarkan berita di tv, matanya jadi memerah menangisi pengorbanan mereka untuk Tuhannya."Assalamu 'alaikum. Aku pulang," seru Rizal yang baru saja datang. Pria itu segera menghampiri istrinya yang menyeka air mata.
"Wa'aikumussalam." Zahra mencium punggung tangan suaminya seraya dengan sigap mengganti membawakan tas laptop yang menggantung di tangan Rizal.
"Kau kenapa?" tanya Rizal di samping Zahra mulai menuju kamar utama.
"Tidak apa-apa. Aku baru selesai menonton berita tentang palestina."
Rizal hanya ber-oh menanggapi penjelasan, langkah Rizal terhenti ia berubah posisi menuju ruang tengah. Mungkin ingin mematikan televisi. Zahra tak menanggapi terus berjalan ke arah kamar tanpa bertanya apapun pada suami.
Sementara Rizal, ralat, bukan keruang tengah namun arah dapur yang ia tuju. Sedari tadi perutnya keroncongan menahan lapar, pekerjaan kantor memaksanya menunda makan malam, tak selang beberapa detik Rizal menangkap semangkuk sup sedang nganggur sendirian di atas meja makan. Rasanya sayang jika dibiarkan tanpa cumbuhan, pikirnya, mulai menyantap sup itu dengan nasi yang baru saja ia ambil.
Sepertinya tak butuh waktu lama untuk Rizal melahap semuanya. Kini perut yang semula menangis sudah terisi dengan ayam yang tergolek habis.
"Mas, kau sedang apa?" sapa Zahra yang baru saja turun dari anak tangga, Zahra sedikit kebingungan melihat suaminya membasuh tangan.
"Aku baru selesai makan, Ra." Rizal tersenyum tipis. Dahi Zahra berkerut seingatnya dia belum memasak apapun hari ini, hanya nasi putih, Zahra menoleh pada arah meja yang terdapat mangkuk kotor disana. Ia tahu Rizal pasti sudah memakannya.
"Oh, kau memakan sup yang disana?" Zahra menunjuk menggunakan pandangan.
"Itu tadi--" perkataan Zahra terpotong oleh timpalan pujian Rizal yang terlontar.
"Ya, aku tahu. Masakanmu memang enak. Aku suka supmu hari ini, Ra. Lain kali kau buatkan sup seperti itu lagi, okay?" Rizal mengelus lembut pucuk kepala wanita yang hatinya tengah sakit menahan gulita.
"Kau suka?" lirihnya diiringi senyum tenang penuh arti.
"Tentu, Sayang," lanjut Rizal, "kau mau, kan, membuatkan aku sup seenak itu lagi?" Rizal terkekeh masih tak mengerti pada hati Zahra yang mulai panas akan api cemburu.
"Tentu," jawab Zahra singkat.
"Lebih baik kita ke kamar." Rizal merangkul bahu Zahra lembut, namun segera Zahra tepis dengan ketus. Wanita itu berjalan menuju kamar mendahului prianya, ia jadi tak mau banyak bicara untuk malam ini. Sup itu merusak moodnya.
Rizal hanya menatap heran setiap langkah Zahra, ia tak mau menanyakan ada apa, takut-takut situasi tambah parah. Karna Rizal tahu pasti ada yang salah dari perkataannya di waktu tadi."Aku ingin tidur," cuek Zahra menarik selimut setelah sampai dalam kamar dan langsung menbanting tubuh pada ranjang.
Rizal hanya diam, sepertinya bukan sekarang untuk memperbaiki kesalahan yang hanya Allah dan istrinya yang tahu. Rizal benar-benar tidak mengerti dimana letak kesalahannya hingga membuat istrinya marah-marah, padahal sebelum itu senyuman indah terpatri jelas di sudut bibir Zahra. Rizal segera masuk menuju kamar mandi ingin membersihkan diri dan berlanjut pada misi. Menenangkan Zahra.*
Beberapa saat kemudian Rizal keluar, tubuhnya dibaluti handuk berwarna putih sepinggang. Aduhai seksinya makhluk Tuhan satu ini; air menetes dari sekujur tubuh juga wajah tegasnya. Pesonanya mampu membuat wanita di dekatnya melongoh melihat tubuh idaman milik Rizal. Tak terkecuali Zahra sekalipun---andai saja ia tak terbiasa, juga tak sedang marah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta [BAKU]
Romance17+ HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN. Zahra Nadzaran Fidqa, seorang muslimah berusia 19 tahun bermasalalu menyeramkan. Ia di jodohkan dengan anak teman orang tuanya, Rizal Maulana. Zahra terima dengan lapang dada, walau awalnya terpaksa, namun pada akhirn...