Rasa pegal membelenggu bagian leher Zahra. Wanita itu menghempaskan tubuhnya pada sofa berwarna blue ocean. Zahra merasa lelah setelah membantu Mita kakak ipar Zahra, seharian ini bersilat dengan alat-alat dapur. Sementara Ziad; kakak Zahra tak kalah sibuk dengan pekerjaan kantornya sebagai manager, tak hentinya Ziad membelai lembaran kertas tebal berwarna putih itu.
"Rizal di mana? kenapa belum juga datang? ini sudah hampir jam tujuh, Ra," tanya laki-laki yang tiba-tiba datang dan langsung duduk di samping Zahra.
"Mas Rizal bilang, dia akan terlambat, Kak," sahut Zahra tanpa menoleh.
Ziad bergumam tanpa ada niat memperdengarkan pada adiknya. "Tidak sedang bertengkar, 'kan?"
Seketika Zahra menoleh menatap dalam mata kakaknya, merasa tak nyaman dengan pertanyaan itu. Apa Ziad tidak bisa membaca tentang situasi rumah tangga Zahra, pikirnya.
"Kenapa menatapku seperti itu?" balas Ziad balik menatap penuh selidik. Zahra hanya diam tak membalas dan segera beranjak pergi menghampiri Mita yang berada di lantai atas. Sementara Ziad melongo heran pada sikap adiknya itu.
"Kak Mita, Zahra masuk ya," izin Zahra setelah mengetuk pintu dan langsung masuk tanpa menunggu jawaban.
"Ada apa, Ra?" Wanita dengan rambut bangs parted itu menepuk pundak Zahra lembut. Sikap keibuannya begitu tampak membuat siapapun betah berlama-lama dengan Mita, Ziad tak salah jika memilih wanita cantik seperti Mita.
"Tadi Kak Mita ingin membicarakan sesuatu 'kan?"
Saat di dapur Mita dan Zahra memang sempat membahas sesuatu, mungkin bukan sesuatu yang penting buktinya saat ini Mita harus berusaha keras untuk mengingatnya.
"Oh iya, Ra. Kaka inget," ujar mita semringah setelah berhasil mencari ingatannya dalam rak-rak otak yang bertumpukan.
Zahra mengernyit menunggu apa yang akan disampaikan iparnya."Ada seseorang yang menanyakan kabarmu, apa dia temanmu?"
"Menanyakan kabarku? Siapa?"
Memangnya siapa teman Zahra yang mengenal Mita? Rasanya tak ada. Atau mungkin memang mereka saling mengenal tanpa Zahra tahu, entahlah!
"Teman Kakak. Namanya--"
"Assalamu 'alaikum." Suara orang ketiga di ambang pintu berhasil menolehkan kepala masing-masing kedua wanita itu.
Zahra yang melihat suaminya tersenyum tipis ke arahnya membuat secara otomatis sepasang kaki itu langsung saja menghampiri. Seolah ada magnet yang melekat dalam tubuh keduanya."Mas Rizal sejak kapan datang?" Zahra menggenggam tangan Rizal samar. Sementara Mita merasa menjadi obat nyamuk dalam rumah sendiri, melihat sepasang insan tengah memadu kasih di ambang pintu.
"Baru saja. Tadi aku bertanya pada Kak Ziad kau dimana, dan dia bilang kau disini."
Zahra tersipu malu mendengar penjelasan sang suami, jika diperinci itu berarti Rizal tengah mencarinya.
"Hem Hem," Mita bedehem tanda permisi ingin keluar. Rizal dan Zahra hanya menyengir sungkan dan mengikuti langkah iparnya di belakang.
***
Zahra POVAcara makan malam di rumah kakak telah usai. Kini waktunya bagi kami untuk berkemas dan pulang. Hatiku sangat senang mengingat sikapnya malam ini yang begitu romantis dan harmonis, sepertinya dia sudah berhenti menemui wanita yang jelas-jelas sahabatku itu.
Malam ini bintang bermunculan, mungkin karena bulan yang menghilang tertutup awan. Selalu saja begitu, harus ada salah satu yang pergi untuk memunculkan yang satu, contohnya seperti mereka; Bulan dan Bintang. Aku harus berhenti mengoceh dan lebih baik masuk dalam mobil yang tentunya sudah Mas Rizal bukakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta [BAKU]
Romance17+ HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN. Zahra Nadzaran Fidqa, seorang muslimah berusia 19 tahun bermasalalu menyeramkan. Ia di jodohkan dengan anak teman orang tuanya, Rizal Maulana. Zahra terima dengan lapang dada, walau awalnya terpaksa, namun pada akhirn...