17

211 7 0
                                    

Cinta memang lucu. Tak mempedulikan aturan yang terpampang, asalkan Tuhan meridhai, maka hukumnya tidak apa.

🌼-Takdir Cinta-🌼

Pagi yang indah. Itu yang pertama kali tersirat saat mata memandang gebuan titik di atas sana. Kizib memudar tergantikan cercaan sinar menderang. Biasan warna-warni bunga memantulkan kehangatan bagi setiap penikmatnya.

Sesekali gelambir syar'i Zahra menyapu rerumputan basah akan embun pagi, tapak kaki mulai ramai mengikuti naiknya mentari di ufuk timur. Taman rumah sakit mulai bising oleh adu mulut orang-orang juga tangisan bayi yang sayup terdengar.
Wanita berbalutkan balutan putih di muka menghentikan aktifitasnya yang menggiling kursi rodanya sendiri.

Telunjuknya menyentuh pucuk bunga berwarna merah, tak memetik melainkan memercikkan beberapa tetes air dari gelas di tangannya.

Tubuh Zahra menikmati terpaan sinar mentari yang menelisik masuk pada setiap kulitnya yang mulai pulih. Memar dan lukanya mulai samar seiring perawatan ekstra dari dokter kulit di rumah sakit ini, juga karena sang Pencipta mengizinkan, tentunya.

Bukan tanpa alasan ia memilih berdiam diri di halaman taman, ia kabur dan merasa bosan dari ocehan dokter pembawa jarum tajam. Contohnya seperti tadi saat Zahra baru selesai menunaikan sholat subuh, dokter itu datang mengganti perban roman Zahra, masih baik jika hanya mengganti, namun dokter itu menambah suntik di lengan disertai nasehat pedas yang menyindir akan perbuatannya di waktu lalu.

"Jangan sembarang membuka perban ini seperti minggu lalu," berang dokter pria itu tadi pagi.
Zahra menggeleng mengenyahkan pikiran yang berputar sejak tadi, rasa-rasa Zahra mulai stres berada disini.

"Zahra!" seru seseorang dari belakang, Zahra menoleh memastikan siapa yang menyebut namanya. Terlihat dari kejauhan Risa berlari kecil menghampiri, wajahnya terlihat panik, engahan napas terdengar dari mulutnya saat ia benar-benar berada di hadapan Zahra.

"Ada apa, Ris?" tanya Zahra bingung.

"I-tu, Rizal Ra, Rizal."

"Mas Rizal kenapa?!" Intonasi panik dan khawatir bercampur dalam suara Zahra yang menegang.

"Rizal siuman, Ra." Terlihat jelas raut legah di wajahnya.

Zahra menutup mulut tak percaya, lekas-lekas Zahra mengguncang lengan Risa, meminta diantarkan pada kamar Rizal. Risa mengangguk, tanpa aba-aba ia mendorong cepat kursi roda sahabatnya.

Tangis haru pecah ketika suami menatap lemah ke arah si istri. Seolah sakit di kaki tak lagi terasa ketika melihat suaminya membuka mata. Kesusahan Zahra berusaha berdiri, tangan yang satu mencengkeram keras ke tiang infus lalu di detik kemudian wanita itu berhambur dalam pelukan suaminya, Zahra lepas segala khawatir di dada. Tak pedulikan isak tangis di sekitarnya.

Terlalu erat Zahra mendekap, sampai-sampai erangan Rizal keluar begitu saja. Wanita itu heboh sendiri memperbaiki posisi, ia kelewat bahagia sampai beberapa kali menciumi tangan suaminya.

"Ra," panggil Rizal, senyum hangat terpatri disana. Senyumnya kian melebar melihat istrinya yang menangis penuh bunga.

"Aku sedang bahagia," pungkas Zahra menenggelamkan wajah pada lengan Rizal. Ia tak mau Rizal melihat wajah perbannya.

"Kalau kau menangis terus seperti ini, disini bisa banjir, Ra," canda Rizal berusaha menenangkan. Terdengar tawa kecil di tengah-tengah raungan tangis Zahra. Ia tak mau mengangkat kepala, namun tangannya sudah setia mencubiti lengan suaminya, hingga Rizalpun harus berpura-pura meringis kesakitan seperti yang sering Rizal lakukan kala mereka berdua di rumah.

Takdir Cinta [BAKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang