Part 7

243 14 1
                                    

VoteKom :3

______________

Mataku terbuka, ber-alaskan sesuatu yang empuk pada tubuhku. Bukankah aku tidur di atap rumah semalaman? Entahlah, mungkin Mas Rizal yang memindahku tadi.
Aku mengedarkan pandangan ke semua sudut kamar, tak ada siapun disana, lebih tepatnya suamiku. Mungkin Mas Rizal sudah pergi berangkat ke kantor atau-atau dia sedang menemui kekasih barunya yang jelas-jelas Risa si menyebalkan itu.

"Astagfirullah Hal'adzim, apa yang aku pikirkan," sesalku menggelengkan kepala dan pergi menuju kamar mandi.

Nyaman sekali rasanya ketika deras shower mengenai puncak kepala dan menyebar pada sekujur tubuh yang agak kaku.

"Bukankah dulu juga seperti ini?" Seketika terbesit sebuah ingatan dalam kepala. Aku memejamkam mata mencoba untuk tetap menikmati setiap bulir air yang keluar membasahi diri, namun gagal.

Flashback On

Empat tahun lalu, dimana saat ini aku berdiri mencurahkan segala kebencian di bawah derasnya buliran air yang menyelimuti tubuh.
Mungkin, semuanya akan menjadi kelam dan menghitam, tak akan ada sisa cercaan warna yang berderet bak pelangi dalam latar biru yang menghampar.

"Zahra! Lupakan semua, dan berhentilah menangis. Tak ada gunanya!"

Sialan! Seenak jidat menyuruhku untuk melupakan seolah tak terjadi apapun pada setiap yang pria gila itu lakukan.
Siapa dia? Bahkan aku tak mengenalnya, kenapa malah menghancurkan hidup dan impianku saja? Aku menangis tak peduli seberapa keras gedoran pintu yang menghantam. Mati dan tenggelam dalam bak putih berbahan kaca yang kini telah mewadahi seluruh tubuhku hingga kepala, hanya itu yang kupikirkan. Aku ingat, pintu itu berhasil terbuka sesaat sebelum semuanya menjadi hitam.

------

"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" Samar-samar terdengar suara heboh mama yang tak jauh dariku.

"Keadaannya belum stabil. Ibu mohon untuk bersabar dulu." Kurasa itu dokter. Apa ini? Usahaku untuk mati sia-sia? Siapa yang menolongku? Monologku terhenti ketika seseorang yang ku pikir dokter itu angkat bicara kembali, "Yang membawa anak Ibu kemari sudah pulang."

"Siapa?" Ya! Tepat sekali pada yang kuinginkan, sejak tadi aku memang ingin seseorang menanyakan tentang nama pria sialan itu.

"Namanya...."

Siapa? kenapa tidak dilanjutkan? Tunggu, suara bising itu semakin samar, tak menyisahkan sedikit warna suara apapun. Aku belum mendengar namanya. Pergi kemana mereka? Atau memang aku yang sudah mati atau koma selamanya?


FlashBack Off

Ku buka mataku secara spontan, tersadar dari semua putaran yang semula berbisik dalam ingatan. suara lembut namun datar itu terdengar di balik pintu kamar mandi yang saat ini kugunakan, "Zahra, apa kau mandi?"

"Ya. Tunggu sebentar," jawabku dan segera memasang handuk membaluti tubuh.
Aku keluar dengan gerakan terburu-buru, takutnya suamiku yang bersifat dingin itu menunggu.

"Kenapa keluar? Sudah selesai mandinya?"

Aku mendelik pada pertanyaan tak mengenakkan. Dasar! kenapa malah aku yang terlihat seperti orang yang keburu ingin melihatnya.

Takdir Cinta [BAKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang