Votcom!
________
Author POV🌼
Zahra menatap gedung tinggi di hadapannya, ia menghela napas penuh kemenangan setelah berjam-jam ia berjalan kaki menuju tempat yang ia tuju akhirnya ia bisa sampai juga.
Zahra menatap tulisan besar di atas gedung sana, terpampang jelas sebuah huruf tersusun menjadi "THE PA COMPANY" perusahaan milik ayah mertua Zahra yang kini tengah dikelola suaminya itu sendiri.Zahra duduk di tepi jalanan dengan satu pohon rindang yang menjulang, ia masih menatap lekat gedung yang berjarak beberapa meter dari hadapannya. Rasa penasaran akan isi dalam gedung terus saja bergejolak ingin rasanya sepasang kakinya itu berdiri lantas berjalan menyosori lantai yang terlihat licin nan mengkilap, namun keinginannya ia kubur dalam-dalam bisa-bisa misinya untuk mengikuti Rizal jadi gagal. Lagi pula, mana mungkin ia bisa masuk dengan pakaian kusut dan kumuh itu, bisa-bisa Zahra dipukuli karena dianggap orang gila nyasar.
Zahra membuka maskernya untuk meminum air mineral dalam botol yang tinggal setengah itu. Wanita itu tertawa sendiri mengingat hal konyol yang akan ia lakukan nanti, tapi tidak apa, ini juga demi mengawasi sang suami tercinta.Sementara di tempat lain, Rizal duduk begitu frustasi dengan semua tumpukan yang kini bersusun di hadapannya, entah jam berapa nanti Rizal bisa pulang, beberapa kali sudah ia memijat keningnya tak mengerti harus meng-apakan kertas-kertas gemuk ini.
Jari besar Rizal menari lincah di atas keyboard laptop miliknya. Rizal menoleh ke arah jendela mengamati sinar mentari yang menyeruak menyengat kulit bagi siapapun yang menyapa di bawahnya. "Sampai kapan...," gumamnya begitu pelan dan kembali berfokus pada huruf-huruf ABCD.Wanita itu masih setia duduk beralaskan rumput-rumput hijau di sekitarnya. Matahari mau berbaik hati pada Zahra yang sejak tadi kepanasan, bahkan tubuhnya seperti terbakar tapi tetap sabar. Matanya begitu sibuk kesana-kemari mengikuti orang-orang yang ramai berjalan di depannya, sebagian mereka pulang dari bekerja juga sebaliknya, berangkat kerja. Ada pula yang hanya menikmati pemandangan pada sekitar yang penuh dengan asap pengendara dimana-mana.
Zahra menyandar pada pohon menenggelamkan wajahnya pada pelukan lututnya yang erat. Pelupuk matanya yang berat perlahan membawanya pergi menemui alam mimpi yang hanya ada latar putih mengelilingi."Zahra." Zahra mendongak lantas mengerjapkan mata berusaha untuk melihat siapa yang memanggil namanya.
Seorang pria? Entahlah, wajahnya buram namun sepertinya iya."Ingat aku?" tanya yang Zahra yakini adalah seorang pria, pria itu membungkuk berusaha mensejajarkan wajahnya dengan wajah Zahra, namun juga tak terlalu dekat. Zahra kembali mengerjap berusaha memperjelas penglihatannya, ia menangkap sebuah senyum yang tak mungkin ia lupakan, "Kau...." Pria itu mengangguk sebelum sempat Zahra menyelesaikan perkataannya.
"Mbak, Mbak! Mbak baik-baik saja?"
Zahra terkesiap ketika terbangun dari mimpinya dan mendapati seorang wanita kepala tiga dengan rambut disanggul rendah itu menunjukkan raut khawatir pada wajahnya. Zahra segera menyesuaikan diri mencoba mencerna apa yang terjadi sejak tadi, Zahra baru tersadar kalau sekarang sudah malam bahkan mungkin Rizal segera atau buruknya lagi sudah pulang.
"Saya tidak apa-apa. Hanya ketiduran," ucap Zahra sopan sembari tertawa kecil memastikan.
"Kebetulan barusan saya mau pulang dari kerja, dan tiba-tiba ada seorang pria menghampiri saya menyuruh saya untuk memastikan apakah Anda baik-baik saja," jelas wanita itu tanpa diminta.
"Pria?" Zahra mencoba mencerna perkataan wanita dihadapannya.
"Saya tidak tahu pasti, tapi pria itu bilang merasa tidak sopan jika harus membangunkan Anda."
"Mm, baiklah. Terima kasih! Jika saja Anda tidak datang untuk membangunkan, mungkin saya akan tetap diam disini hingga esok pagi." Zahra tergelak hingga keduanya pun berlalu dengan senyum lega di masing-masing wajah keduanya.
Zahra mengedarkan pandangan pada sekeliling gedung ketika Zahra sudah berada di depan gerbang yang tepat mengarah pada arah parkiran dan depan kantor, Zahra tersenyum lebar saat menemui mobil Rizal masih berderet rapi di deretan paling ujung. Baru saja kakinya ingin melangkah menuju pada tempat semula namun iris matanya menangkap sebuah sosok berjalan keluar dari sebuah pintu kaca, sosok Rizal begitu gagah melewati pintu transparan dengan canggih terbuka dan tertutup dengan sendirinya. Walau jelas tersirat lelah dalam wajah Rizal namun tak bisa dipungkiri ketampanannya bagai seorang raja yang tengah keluar dari istana untuk menjemput sang permaisyuri dari sebuah tempat keagungan. Zahra segera tersadar dari lamunan anehnya dan memilih bersembunyi pada balik gerbang di luar.
"Selamat malam, Pak," sapa orang-orang pada Rizal. Rizal hanya mengangguk menghormati tanpa berhenti barang sekalipun.
Zahra tertegun ketika aroma tea maskulin menyeruak pada indra penciuman Zahra, tanda Rizal sudah melewati istrinya itu.
Zahra menatap punggung kokoh suaminya yang menjauh ingin rasanya Zahra tiba-tiba memeluk erat tubuh Rizal hingga tak ada lagi ruang yang tersisa untuk mereka berdua, namun tentu jika Zahra tidak ingat bahwa ia tengah marah besar pada sosok Rizal.Zahra mengikuti dari balik ramainya orang-orang, ia heran kenapa suaminya malah pergi pada arah jalan keramaian, bukannya mengambil mobilnya dan segera pulang. Pikirannya mulai berselancar tentang apa yang akan ia saksikan.
Zahra mempercepat langkahnya mengejar langkah Rizal yang begitu cepat dan lebar Zahra tak peduli jika dia sudah beberapa kali menabrak mahasiswa dengan tumpukan buku di tangan.
Yang ada di pikiran Zahra hanya mengejar tanpa memastikan keadaan sekitar hingga tanpa ia sadari ia kembali menabrak seseorang tapi sepertinya Zahra tetap tak peduli sehingga ia memilih untuk melewati, namun belum sempat kakinya melangkah untuk yang kedua, tangannya tertahan, Zahra hendak meronta namun tangannya seketika kaku dan terdiam di udara tanpa adanya suara hanya mata yang melebar juga mulut yang sedikit terbuka."Mas Rizal...," lirihnya masih tak percaya bahwa ia sudah tertangkap basah tengah memergoki suaminya itu.
"Kenapa? Kaget?" Seringai mengejek terpampang jelas pada wajah Rizal, membuat Zahra tak berkutik sedikitpun.
"Kenapa sampai repot-repot berjemur hingga ketiduran seperti itu?" tanya Rizal namun tegas sembari menurunkan tangan Zahra yang masih melayang di udara. "Setidak percaya itu padaku?" lanjutnya.
Wajah Zahra memerah lebih pada malu dari pada marah, bagaimana mungkin Rizal bisa tahu kalau seharian ini Zahra mengintil diam-diam juga bagaimana bisa Rizal sampai tahu kalau Zahra ketiduran.
"Aku yang menyuruh wanita itu untuk membangunkanmu," jawab Rizal seolah bisa menebak apa yang Zahra pikirkan.
"Aku tidak mengikutimu!" seru Zahra seraya memalingkan wajah.
"Lalu?"
"Tidak ada, h-h-hanya...."
"Baiklah, alasanmu ku terima." Rizal tertawa renyah dan menarik tangan Zahra menuju kantor untuk mengambil mobil yang masih terparkir.
Zahra hanya menurut, diam dengan perasaan kaku.__________
Halo!
Everybody okay?
Seterusnya gatau ngomong bhs inggris muehehehe 😁#Salam Belajar Bahasa inggris🌼👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta [BAKU]
Romance17+ HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN. Zahra Nadzaran Fidqa, seorang muslimah berusia 19 tahun bermasalalu menyeramkan. Ia di jodohkan dengan anak teman orang tuanya, Rizal Maulana. Zahra terima dengan lapang dada, walau awalnya terpaksa, namun pada akhirn...