🌼Zahra POV🌼
Bau obat menusuk indra penciuman membuatku secara perlahan membuka mata, aku terkejut saat melihat sekeliling yang serbah putih, ku pikir aku sudah mati.
Aku menoleh kanan kiri, tak kudapati apapun kecuali alat dokter yang berjejer rapi.
Kucoba mengontrol otak, apa yang sebenarnya terjadi?
Otakku berputar cepat, sangat cepat.aku ingat semuanya, saat truk melindas taksi dan badan mama, saat kakiku melemas, saat mulutku bungkam membisu juga saat semuanya menjadi hitam kelabu. Aku ingat!
Segera ku beranjak menuju engsel pintu, di luar sana terdapat dokter yang berseru keras agar aku tetap beristirahat untuk beberapa waktu, Bodoh!
Bagaimana mungkin aku bisa berdiam diri memanjakan raga yang letih? Sementara mama masih tak ku ketahui keadaannya.Aku berlari berusaha kuat-kuat menghindari para perawat yang mengejar seolah aku adalah pencuri.
Brukk!
Aku menabrak, entahlah siapa, aku jadi linglung tak tahu arah. Aku mendongak memegangi kaki yang terkilir. Aku mencoba melihat wajah itu, namun sayang penglihatanku kabur karena air mata yang mendera.
"Kau tidak apa-apa?" tanya pria di hadapanku, suara ini seolah tak asing lagi terdengar namun... entahlah, seolah masa bodoh tentang hal itu.
"A-aku, buru-buru. permisi!" ucapku bangkit dan berlalu.
Aku menoleh, sialnya perawat itu masih mengejar, kembali ku berlari menuju jalan raya yang terdapat banyak pengendara.
Nyaliku menciut untuk menyebrang, mungkin masih trauma pada kejadian tadi sore.
Terus saja kuberlari mengikuti panjangnya trotoar jalanan, kakiku yang pincang sangat tak mendukung pada kerudungku yang agak miring. Tak menyalahkan jika mereka menatapku aneh seolah aku adalah orang gila di kerumunan orang.
"Zahra!" Seseorang menarikku dari samping yang ternyata adalah Mas Rizal.
Aku berhambur, Mas Rizal mengerti pada kondisiku dia juga balik balas memelukku."Mau kemana? Kau masih Syok, Ra," ujarnya sembari merapikan kerudungku.
"Mas, aku mau lihat kondisi Mama. Aku ingin tahu apa Mama baik-baik saja." jelasku, tangisku pecah lagi, Mas Rizal kembali memelukku. "Mama sudah meninggal."
Sungguh, sedikit pun aku tak percaya pada perkataannya, walaupun aku tahu selama ini Mas Rizal tak pernah bercanda untuk hal seserius ini.
Aku meronta sekuat tenaga, ingin rasanya menampar Mas Rizal karena sudah berkata tak sopan tentang Mama.
Walau begitu, Mas Rizal tetap saja bersikukuh memelukku. Mungkin dia takut aku menjadi gila di depan banyak orang."Mas, kamu bohong, Mas! Tolong berhenti bercanda seperti itu. Tidak lucu!" Tegasku, "Lepasin!"
Mas Rizal melepaskan pelukannya, ia juga sama berusahanya denganku. Menahan emosi.
"Mas, tolong jawab aku! Gimana kondisi Mama sekarang?!" tanyaku dengan nada tinggi, tak menghiraukan setiap mata yang seolah mencaci ke arah kami.
"Mama memang sudah tidak ada! Apa lagi yang harus dijelaskan? Mama sudah meninggal, Zahra! Bukannya kamu sendiri yang menyaksikannya tadi sore!" ujarnya dengan nada tak kalah tinggi.
Jiwaku benar-benar remuk saat ini, aku menangis sejadi-jadinya. bagaimana mungkin semua ini nyata? Hadiah apa lagi ini yang Allah beri untuk mengujiku.
Sendiku kembali melemas, Mas Rizal dengan sigap menggendongku untuk kembali ke rumah sakit dimana aku kabur tadi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta [BAKU]
Romansa17+ HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN. Zahra Nadzaran Fidqa, seorang muslimah berusia 19 tahun bermasalalu menyeramkan. Ia di jodohkan dengan anak teman orang tuanya, Rizal Maulana. Zahra terima dengan lapang dada, walau awalnya terpaksa, namun pada akhirn...