Happy reading!
"Entah disengaja atau tidak, kamu selalu tau cara membuatku kembali tersenyum."
°°°°
Ini adalah hari kedua sejak Haura melarikan diri dari rumah dan selama itu pula orang-orang sibuk mencari Haura. Termasuk lima anak remaja yang kini mendadak akur. Mereka sudah mencari ke semua tempat yang mungkin untuk Haura kunjungi, tapi hasilnya tetap sama. Haura tidak ada di sana.
Hari ini, cowok dengan kaos hitam itu tetap tidak menyerah. Ia masih berusaha untuk mencari di mana keberadaan Haura.
"LO DI MANA SIH, RA?" teriak Arsya frustasi. Ya, cowok itu adalah Arsya. Ia kini tengah menyusuri setiap sudut kota menggunakan motor sport yang kerap kali menjadi ojek langganan Haura.
Arsya berhenti di tepi jalan yang sepi, wajahnya tampak putus asa, bingung harus mencari Haura di mana lagi.
"Lo selalu bikin gue khawatir, Ra." Suara Arsya bergetar, kepalanya ditundukkan sedalam-dalamnya. Benar-benar seperti orang yang sedang frustasi.
Hingga sebuah ide terlintas di pikirannya. Dengan cepat, Arsya mengangkat kepala dan menghidupkan mesin motornya.
"Gue tau lo di mana, Ra."
Motor sport yang dikendarai Arsya melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Matanya fokus menatap jalanan, menyelip di antara mobil-mobil di jalanan yang cukup padat ini.
Hingga tiba-tiba ada pengendara motor lain yang hampir saja tertabrak oleh Arsya. Untung rem motornya masih bisa diandalkan.
"Woi, kalau bawa motor hati-hati dong!"
****
Motor Arsya berhenti di suatu tempat yang cukup sepi, tidak ada orang yang berkeliaran di sini. Cowok itu pun memarkirkan motornya, lalu berjalan cepat menuju danau.Ya, tempat itu adalah danau yang sering ia kunjungi bersama Haura, berharap ia menemukan cewek itu di sini.
Langkah kaki Arsya terhenti saat matanya berhasil menangkap sosok cewek yang tengah duduk di tepi danau. Lalu kedua sudut bibirnya tertarik, membentuk lekungan yang sangat manis untuk dipandang.
Arsya kembali melanjutkan langkahnya dengan pelan. "Dugaan gue benar, ternyata lo ada di sini."
Cewek yang tengah melamun di tepi danau itu langsung memutar balik tubuhnya ke sumber suara. Haura pun menghembuskan nafasnya saat melihat siapa pemilik suara itu. Lalu tanpa memedulikannya, cewek itu kembali memandang ke arah danau.
Arsya mengambil posisi duduk di samping Haura. Lalu ikut memandang ke arah danau, hal yang sering mereka lakukan saat berada di sani.
"Lo bikin semua orang khawatir, termasuk gue," ucap Arsya pelan sambil menghembuskan nafasnya.
"Ngapain lo di sini?" tanya Haura datar.
"Nyariin lo lah, gue udah kek orang gila nyariin lo di setiap sudut kota tau nggak?"
"Gue nggak minta dicariin!"
Arsya menghela nafasnya.
"Ra ....""Gue nggak butuh kalian peduliin! Gue nggak butuh dicariin! Gue butuh itu semua!" teriak Haura.
"Ra ... dengerin gue dulu."
Haura menatap datar ke Arsya. "Dan gue juga nggak butuh Lo!"
Arsya terdiam, menatap cewek di sampingnya itu dalam. Ia paham, banyak luka yang disembunyikan oleh cewek berambut sebahu itu.
"Gue nggak butuh lo, Ar! Gue hanya butuh ketenangan!" teriak Haura frustasi.
"Mending lo pergi dari sini!"
"Lo nggak bisa ngusir gue gitu aja, gimana kalau ketenangan yang lo cari itu ada saat bersama gue?"
Kali ini, giliran Haura yang terdiam. Cewek itupun menunduk, menenggelamkan kepalanya di antara kedua lutut. Tak lama kemudian, tubuhnya bergetar. Dapat dipastikan bahwa cewek itu menangis.
Arsya membawa tubuh Haura ke dalam pelukannya. Tangan kekarnya mengusap-usap surai hitam cewek itu.
"Lo nggak boleh ngerasa sendirian, karna masih banyak orang yang peduli sama lo, termasuk gue," ucap Arsya pelan.
"Nangis aja, nggak papa. Lo bebas mau nangis kalau sama gue, asal bahu gue yang jadi tempat lo bersandar." Mendengar itu, tangis Haura semakin menjadi-jadi.
Semua yang selama ini ia coba tahan sendirian, akhirnya terluapkan dengan menangis di pelukan cowok yang nyatanya sangat peduli padanya ini.
Hampir setengah jam mereka dalam posisi seperti itu, tangis Haura pun perlahan berhenti. Ya, itu yang Haura butuhkan. Pelukan yang bisa menenangkannya.
Haura melepaskan pelukannya, lalu menatap dalam Arsya sambil tersenyum samar. "Makasih."
Arsya balas tersenyum. "Lo bisa hadapin ini."
"Ra."
"Ya?"
"Pulang, ya. Semua orang khawatir sama lo. Terutama Oma, makannya jadi nggak teratur karna mikirin lo," jelas Arsya.
"Ta–tapi gue masih belum mau pulang."
"Percaya sama gue, semua akan baik-baik aja." Arsya meyakinkan sembari menggenggam erat tangan Haura. "Pulang, ya."
Haura menghela nafasnya, matanya kembali memandang ke arah danau seolah sedang berfikir.
"Nanti gue traktir lo es krim selama seminggu penuh," tawar Arsya sumringah.
Haura tersenyum. "Lo selalu tau caranya buat bujuk gue."
Mereka berdua pun berdiri, bersiap untuk meninggalkan tempat yang katanya memberi ketenangan untuk seorang Haura. Tempat yang akan selalu ia kunjungi jika sedang menghadapi suatu masalah.
Karena katanya, danau itu tenang. Dan Haura butuh ketenangan itu.
"Ar!" panggil Haura yang membuat langkah kaki Arsya terhenti.
"Kenapa lo tau semua tentang gue?"
°°°°°
Akhirnya Haura ketemu juga.
Btw, mau tanya.
Kalian setujunya Haura sama Arsya?
Atau Haura sama Dehan?Soalnya detik-detik menuju ending nih
Gak vote, gak asik:v
'Jadikan Al Quran sebagai bacaan utama.'
Salam hangat,
Fuji

KAMU SEDANG MEMBACA
HAURA (COMPLETED)
Dla nastolatków"Gue nggak butuh lo! Gue hanya butuh ketenangan!" "Lo nggak bisa ngusir gue gitu aja. Gimana kalau ketenangan yang lo cari itu ada saat bersama gue?" ~~~ Bagaimana jadinya jika seorang gadis remaja yang selalu dihujani masalah-masalah malah bertingk...