Delapan belas

28 5 0
                                    

Happy reading!

♡♡♡

Saat ini, Haura dan Arsya tengah berada di motor sport milik Arsya. Setelah melarikan diri dari sekolah tadi, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan. Oh bukan mereka, tapi lebih tepatnya Arsya, karena memang Arsya yang mengajak.

Sedari tadi, Haura hanya diam dengan tangan yang terus memeluk pinggang Arsya. Sudah berapa kali Arsya mengajaknya bicara tapi hanya dibalas dengan gumaman singkat oleh Haura.

"Mau es krim atau cokelat?" tawar Arsya di tengah kebisingan lalu lintas.

Haura yang mendengar itu langsung mendekatkan kepalanya ke arah Arsya. Meskipun sedikit bingung dengan penuturan Arsya barusan.

Pertanyaan tentang mengapa Arsya begitu mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan Haura masih belum juga terjawab.

"Lo bilang apa?" tanya Haura setengah teriak, sambil mencondongkan tubuhnya ke depan.

"Mau es krim atau cokelat?" ulang Arsya lagi.

"Dua-duanya," ucap Haura dengan Antusiasnya. Tak lupa dengan senyum yang terlukis indah di wajahnya.

Hal itu membuat Arsya juga ikut tersenyum. Ternyata triknya untuk mengembalikan mood Haura berhasil.

***

"Enak?" Pertanyaan itu selalu menyambut Haura saat ia sedang menikmati es krim maupun cokelat.

Arsya, cowok berseragam putih abu-abu itu tak pernah mengalihkan tatapannya dari sosok gadis yang tengah menikmati es krim di depannya.

Haura mengangguk antusias membalas pertanyaan Arsya.

Kini, mereka sedang duduk di kedai es krim yang sepertinya akan menjadi tempat favorit mereka berdua, tempat untuk mengembalikan mood seorang Haura.

Drrtt ... drrtt ....

Ponsel Haura bergetar pertanda ada panggilan masuk. Dengan tangan kanan yang masih memegang es krim, Haura mengambil ponsel yang berada di saku seragamnya.

Saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya, membuat senyum Haura tiba-tiba luntur. Arsya yang menyaksikan tersebut seketika mengerutkan keningnya.

Mata Arsya pun melirik ke layar ponsel Haura. Nama Dehan tertera di sana, ternyata itu yang menjadi sebab mengapa senyum Haura luntur.

"Angkat aja, Ra." Arsya memberi intruksi pada Haura yang masih terdiam menatap ponselnya yang terus-terusan bergetar.

Dengan malas Haura mengangkat telepon tersebut.

"Lo di mana?"  Pertanyaan itu langsung menyambut Haura, membuatnya menghembuskan nafas.

"Di jalan," jawabnya asal.

"Jangan bohong! Lo pergi dengan siapa?" Suara Dehan mulai meninggi di seberang sana.

"Nggak penting!"

"Kembali ke sekolah sekarang juga!"

"Tapi 'kan udah sore gini."

"Kembali ke sekolah, Haura!"

"Gue nggak mau!" Haura tetap bersikeras tidak mau. Sekali-kali Haura melirik ke arah Arsya yang memandangnya lekat.

"Ada hal yang perlu lo selesain di sini!" ucap Dehan penuh penekanan di seberang sana.

"Kembali ke sekolah atau lo tau sendiri akibatnya!"

Telepon diputuskan sebelah pihak oleh Dehan setelah mengucapkan kalimat tadi
Haura menghembuskan nafasnya kasar, lalu kembali menyimpan ponselnya di saku seragam.

HAURA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang