Dua puluh

25 3 0
                                    

Happy reading!

"Cemburumu yang berlebihan membuatku tidak lagi mengenali siapa dirimu."

-Fuji-

♡♡♡

"Haura berangkat dulu ya, Oma." Haura mencium tangan keriput yang telah merawatnya dari kecil itu setelah selesai meminum susu.

"Dehan sama Karen belum datang loh," ucap oma bingung.

"Iya, tapi hari ini Haura berangkat sama temen," ucap Haura.

Oma mengerutkan keningnya yang sudah keriput. "Sejak kapan kamu punya teman selain Dehan dan Karen?"

"Ceritanya nanti-nanti aja ya, Oma. Haura berangkat dulu." Haura pun bergegas keluar rumah tanpa memedulikan tatapan bingung dari omanya.

Di depan pagar rumah Haura, Arsya telah menunggu dengan motor sport miliknya.

"Sorry telat." Haura menerima helm dari tangan Arsya lalu memasangkannya ke kepala.

"Gue baru datang kok."

Setelah helm terpasang di kepala Haura, cewek itu langsung naik ke atas motor. Seperti biasa, tangannya melingkar di pinggang Arsya agar tidak jatuh.

Selang beberapa menit setelah kepergian Arsya dan Haura, mobil Dehan memasuki pekarangan rumah Haura. Sudah menjadi rutinitas bagi Dehan dan Karen untuk menjemput Haura.

"Pagi, Oma!" sapa Karen dengan semangat saat memasuki rumah Haura. Lain halnya dengan Dehan, cowok itu hanya memberikan senyum tipis.

"Haura mana, Oma?"

"Haura baru aja berangkat, katanya sih sama temen," ucap Oma.

Dehan dan Karen sontak terkejut. Pasalnya, Haura tidak memiliki teman dan dia selalu berangkat sekolah bareng mereka. Tidak pernah dengan orang lain.

Dehan dan Karen saling tatap, seolah berbicara lewat mata.

"Yaudah, kita pamit dulu ya, Oma." Karen langsung pamit pada oma disusul Dehan, membuat oma semakin bingung dengan apa yang terjadi.

Mobil Dehan meninggalkan kawasan rumah Haura dengan kecepatan di atas rata-rata.

"Gue yakin Haura pasti berangkat sama Arsya!" ucap Dehan dengan kesal.

"Ya itu juga salah lo, nggak seharusnya lo ngomong gitu sama Haura kemaren!" sanggah Karen.

Dehan memukul stir mobilnya, lalu menaikkan kecepatan mobilnya. Karen hanya mengelus-elus dadanya sambil berdoa dalam hati, semoga dia masih bisa bernafas besok.

***

"Lo dipanggil ke ruang guru," ucap salah satu siswi yang tidak Haura kenali siapa namanya.

Haura yang sedang mendengarkan celoteh Arsya di sampingnya menoleh ke sumber suara, lalu mengerutkan kening.

Setelah mengatakan kalimat itu, siswi tadi pergi menuju bangkunya, tanpa menunggu respon dari Haura.

"Ada apa?" tanya Arsya yang ikut bingung.

Haura mengangkat bahu pertanda ia juga tidak tahu. Lalu segera berdiri, melangkahkan kaki menuju ruang guru. Arsya tidak tinggal diam, cowok itu segera mengikuti Haura.

"Permisi, Bapak manggil saya?" tanya Haura saat memasuki ruang guru.

"Iya, silahkan masuk."

Haura terkejut saat melihat siapa yang tengah duduk di sana. Dehan dan Lisa, dapat Haura simpulkan ini masih masalah yang kemaren.

"Duduk!" perintah Pak Somat. Haura pun duduk di sebelah Dehan. Kini, Dehan diapit oleh dua cewek, Haura dan Lisa.

"Haura! Apa benar kamu ngilangin flashdisk-nya Lisa?" tanya Pak Somat mulai mengintrogasi.

Haura menghembuskan nafasnya, perkiraannya tepat sekali.
"Tidak, Pak!" ucap Haura tegas dengan mengeluarkan ekspresi andalannya--flat.

"Iya Pak, benar!" ucap Dehan yang membuat Haura menoleh ke arahnya. Lagi-lagi Dehan membela Lisa.

"Lo jangan asal nuduh!" Haura menatap tajam ke arah Dehan.

"Lah, emang benarkan? Lo yang ngilangin!"

Haura mengalihkan pandangannya dari Dehan, sedari tadi ia menahan agar emosinya tidak meledak di sini.

"Kalian diam dulu!" kata Pak Somat dengan tegas.

"Tapi Haura, berdasarkan cerita yang Bapak dengar, Lisa menitipkan tasnya ke kamu lalu kamu meninggalkannya begitu saja di bangku penonton. Benar?"

Haura mengangguk, kalau masalah ini memang benar.
"Tapi saya nggak tahu kalau di tas itu ada flashdisk, Pak!" bela Haura lagi.

"Nggak mungkin, Pak!" Dehan lagi-lagi bersuara membuat Haura semakin geram.

Pak Somat menghela nafas. "Kamu Bapak skor dua hari karena telah melakukan kesalahan yaitu menghilangkan barang milik OSIS!"

Haura membulatkan matanya. "Nggak bisa gitu dong Pak, bukti saya ngilangin flashdisk itu mana? Nggak ada kan?"

"Tapi sudah jelas kalau kamu yang memegang tas Lisa!" ucap Pak Somat tegas.

Haura tesenyum sinis. "Memang ya, OSIS selalu benar!"

"Nggak ada keadilannya!" ucap Haura setengah menyindir lalu langsung keluar dari ruang guru begitu saja. Haura sudah kepalang geram, berada di sana hanya akan membuatnya semakin emosi.

Saat keluar dari ruang guru, Haura mendapati Arsya yang tengah mengintip di jendela. Ya, Arsya mendengar dengan jelas semua percakapan tadi.

"Lo di-skor?" tanya Arsya saat Haura telah berdiri di depannya.

"Seperti yang lo dengar!" ucap Haura datar lalu pergi meninggalkan Arsya.

***

Haura baru saja keluar dari toilet cewek dan kebetulan sekali ia berpapasan dengan Lisa.

"Lo nggak ada bukti bahwa gue yang ngilangin flashdisk itu tapi lo main lapor gitu aja dan nuduh gue," ucap Haura emosi sambil menujuk-nunjuk Lisa.

"Jangan mentang-mentang lo OSIS, jadi lo seenak jidat lo aja!" lanjut Haura lagi dengan geram.

Lisa hanya diam menerima kemarahan Haura, membuat Haura mengerutkan keningnya.

"Kenapa lo diam? Bisu?" Haura mendorong pelan bahu Lisa.

"HAURA!" Suara bariton seseorang mengejutkan Haura.

Oh, jadi ini yang membuat Lisa hanya diam. Dia bertingkah seolah-olah anak baik-baik di depan Dehan. Ya, seseorang yang memanggil Haura tadi adalah Dehan.

"Pahlawan lo udah datang, selamat." Haura bertepuk tangan setelah Dehan berdiri di samping Lisa.

"Lo bukan Haura yang gue kenal lagi, tau nggak?" ucap Dehan dengan tatapan tajam.

"Dan lo juga bukan Dehan yang gue kenal," balas Haura sambil tersenyum sinis.

"Apa karena cowok itu? Otak lo udah dicuci 'kan sama dia?" bentak Dehan.

"Gue nggak habis pikir sama lo, Han. Bisa-bisanya lo nuduh gue yang enggak-enggak!"

"Tapi itu bener kan?"

"Terserah apa kata lo! Silahkan urus cewek ini!" Haura menunjuk Lisa lalu segera berlalu meninggalkan mereka berdua.

***

Iya tahu, nggak greget^^

Jangan lupa vote ya!
Krisarnya juga ditunggu.
.
.
.
.

'Jadikan Al quran sebagai bacaan utama.'

Salam hangat,
Fuji

HAURA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang