Happy reading^^***
"Lo biarin Haura pulang dengan Arsya?" tanya Karen saat mereka sedang bersiap-siap di tepi lapangan. Pasalnya sebentar lagi mereka akan mulai latihan untuk pertandingan basket besok.
"Iya."
"Lah, kok bisa?" tanya Karen lagi dengan bingung.
"Jangan kekang Haura, biarkan dia berkembang."
"Itu kata-kata gue tadi, kenapa lo colong?" Karen seakan tak terima jika kata-kata yang diucapkannya tadi dicolong oleh Dehan. Padahal tadi Karena sedang dalam mode bijak.
Dehan tak memedulikan ucapan Karen. Dehan pun duduk di bangku tepi lapangan, lalu mengeluarkan handphonenya. Jemarinya lincah mencari nomor seseorang.
Dehan
Udah sampe rumah?Pesan itu berhasil terkirim ke nomor penerima. Dehan masih menimang-nimang handphone-nya, berharap ada balasan. Namun nihil, setelah beberapa menit belum juga ada balasan.
Hal itu tidak luput dari pengawasan Karen. Dari tadi, setiap gerak-gerik Dehan tertangkap jelas dalam pandangan Karen. Karen pun beranjak, mulai mengisi bangku kosong di samping Dehan.
"Lo chat siapa?" tanya Karen dengan wajah penuh selidik.
"Haura." Satu kata yang keluar dari mulut Dehan membuat Karen mulai paham akan situasi.
"Lo tenang aja, Haura pasti aman kok."
"Dia itu orang baru, kita belum kenal bagaimana latar belakangnya, sikapnya, semua tentang dia," ucap Dehan.
"Siapa?"
"Arsya."
"Kalau lo masih mikir kayak gitu, ngapain lo izinin Haura pulang sama dia?"
Dehan terdiam, perasaan gelisah mulai menghampirinya.
Apakah dia salah telah mengizinkan Haura pulang dengan orang lain?"Argh!" Dehan mengacak asal rambutnya, rahangnya mulai menguat, tatapan matanya mulai menajam, menunjukkan bahwa ia sedang emosi.
Ya, Dehan akan seperti itu jika menyangkut dengan keselamatan Haura.
Karen menghembuskan nafasnya, lalu memukul pelan bahu Dehan. "Haura baik-baik saja, percaya sama gue."
Beberapa menit kemudian, keheningan melanda mereka berdua. Masih ada sedikit waktu sebelum latihan dimulai. Teman-temannya yang lain ada yang tengah mengisi perutnya di kantin, tetapi Dehan dan Karen lebih memilih untuk menunggu.
Saat yang bersamaan, seseorang menghampiri mereka bedua. Memecah keheningan yang telah tercipta tadi.
"Hai Dehan, Karen!" Lisa datang menyapa kedua sejoli itu. Dengan wajah yang berseri-seri Lisa ikut duduk di samping Dehan.
"Lo belum pulang?" tanya Karen.
"Belum, gue habis rapat OSIS. Jadi kebetulan kalian lagi latihan, gue mau liat sebentar," jawab Lisa dengan sumringah.
Karen mengangguk pertanda ia paham. Lalu keheningan kembali melanda mereka. Karen yang biasanya selalu memiliki bahan obrolan mendadak menjadi bungkam. Mungkin isi pikirannya sekarang sama dengan Dehan, yaitu Haura.
"Lo baik-baik aja, Han?" tanya Lisa saat baru menyadari jika Dehan sedari tadi hanya diam.
"Gue baik." Dehan tersenyum tipis, senyum yang terkesan seperti paksaan. Namun tidak mengurangi kadar ketampanannya.
Tak lama kemudian, Dehan dan Karen bangkit dari duduknya, latihan akan segera dimulai.
"Dehan!" panggil Lisa saat Dehan telah berdiri, alhasil Dehan menoleh ke sumber suara.
"Semangat!" ucap Lisa dengan senyum manisnya. Lagi-lagi Dehan hanya membalas dengan senyum tipisnya.
"Dehan doang?" Karen seakan tak terima dengan dukungan yang diberikan Lisa. Pasalnya, Lisa hanya memberi dukungan pada Dehan.
Lisa terkekeh. "Semagat juga Karen."
****
"Gimana?" tanya Arsya saat mereka tengah duduk di bangku taman kota. Pandangan Arsya tidak lepas dari Haura yang terus memakan es krim.
"Apanya?"
"Es krimnya."
"Enak." Haura tersenyum manis, menampilkan lekungan pada kedua matanya yang membentuk bulan sabit.
Dehan yang melihat itupun membuat hatinya berdesir. Ada perasaan aneh yang menghampirinya melihat senyum Haura itu.
Dehan mengangkat tangannya ke wajah Haura, lalu membersihkan sisa-sisa es krim yang berbekas di sekitar bibir Haura.
Hal itu membuat Haura terkaku, nafasnya seolah berhenti saat wajah Dehan hanya beberapa senti darinya.
"Lo di sekolah terkenal galak ya?" tanya Arsya setelah selesai membersihkan sisa es krim di bibir Haura.
"Emang iya," jawab Haura dengan bangga.
"Tapi kok makan es krim masih belepotan?" ejek Arsya yang membuat raut wajah Haura menjadi cemberut.
"Trus apa masalahnya?" tanya Haura seakan tak terima dengan ejekan Arsya.
"Ya nggak ada," cengir Arsya.
Haura bangkit dari duduknya setelah tiga es krim yang dibelikan Arsya ludes dilahapnya.
"Pulang yuk, 'ntar Dehan marah."
"Sebegitu patuhnya ya lo sama Dehan?" tanya Arsya yang berhasil membuat Haura terdiam.
Haura membalikkan badannya menatap Arsya. "Lo nggak ngerti apa-apa."
***Part terpendek yang pernah ada.
Maklum, writers block sedang laknat-laknatnya:vBtw, cerita ini semakin hari semakin tak tentu arah ya;)
Jangan lupa vote!
Kritik dan saran juga sangat dibutuhkan.'Jadikan Al quran sebagai bacaan utama.'
Salam hangat,
Fuji

KAMU SEDANG MEMBACA
HAURA (COMPLETED)
Teen Fiction"Gue nggak butuh lo! Gue hanya butuh ketenangan!" "Lo nggak bisa ngusir gue gitu aja. Gimana kalau ketenangan yang lo cari itu ada saat bersama gue?" ~~~ Bagaimana jadinya jika seorang gadis remaja yang selalu dihujani masalah-masalah malah bertingk...