Tiga puluh lima

28 7 0
                                        

Happy reading!

"Karena nyatanya kedamaian itu indah."

°°°°

Dehan dan Karen terburu-buru menuju rumah Haura. Dengan kecepatan di atas rata-rata Dehan mengendarai mobil, membuat Karen yang berada di sampingnya hanya bisa mengelus dada.

Tadi, sepulang dari caffe, Dehan langsung menghubungi Karen dan menjelaskan semua kesalahpahaman itu. Tidak hanya Dehan, Karen pun terkejut dengan apa sudah diperbuat oleh Lisa. Tidak menyangka, cewek polos seperti dia melakukan hal selicik itu hanya karna alasan cinta.

Miris!

"Lo kalau mau ngajak mati, jangan bawa-bawa gue, Han!" peringat Karen yang kini sedang berpegangan erat.

"Perasaan gue nggak enak!" Dehan masih tetap mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata, menyelip di antara motor dan mobil yang sukses membuat orang-orang berteriak marah.

"Ya Lo harus tenang dulu!"

Dehan tak merespon, matanya tajam menatap jalanan yang ramai kendaraan.

"Gue belum nikah, ogeb!" teriak Karen saat Dehan melempar stir mobil ke kanan.

"Semoga kita nggak berakhir di UGD." Karen terus berteriak sepanjang jalan hingga mobil yang dikendarai Dehan memasuki pekarangan rumah Haura.

Barulah Karen bisa bernafas lega.

"Oke fixs, lo bawa mobilnya nggak ngotak!" Karen ngos-ngosan saat turun dari mobil, layaknya orang yang baru selesai berlari mengitari lapangan sebanyak 7 kali.

Dehan tak merespon Karen, cowok dengan mata tajam itu langsung berlari masuk ke rumah Haura, meninggalkan Karen yang masih menormalkan nafasnya.

"Assalamualaikum, Oma!"

"Haura mana?" Pertanyaan itulah yang pertama kali keluar dari mulut cowok itu. Dehan menghampiri Oma yang tengah duduk sendirian.

"Oma nangis?" tanya Dehan kaget saat baru menyadari ada bekas air mata di pipi wanita tua itu.

Dengan cepat, Oma menghapus sisa air mata di pipinya.

"Oma kenapa? Ada apa? Ada masalah? Apa yang terjadi?" tanya Dehan dengan beruntun.

"Haura mana, Oma?" Dehan semakin panik saat Oma hanya menggeleng.

"Ha–haura kabur dari rumah," ucap wanita tua itu lemah.

"APA?!"

Bukan, itu bukan suara Dehan, melainkan suara Karen. Cowok humoris itu langsung menghampiri Oma.

"Kabur ke mana, Oma?" tanya Dehan panik.

"Kalau tau ke mana, bukan kabur namanya." Karen menoyor kepala Dehan. Di saat-saat seperti ini, ia masih saja bisa bercanda.

Lagi-lagi, Oma hanya menggeleng lemah. Lalu, Oma menceritakan semua kejadian yang menyebabkan Haura kabur dari rumah.

Brakk!

Meja yang tak bersalah itu menjadi sasaran dari kemarahan seorang Dehan. Setelah mendengar penjelasan Oma, emosinya benar-benar naik, begitu juga dengan Karen.

Niat hati ingin meminta maaf sama Haura atas semua kesalahpahaman yang belakangan terjadi, tetapi malah dan dihadapkan dengan situasi seperti ini.

Bertepatan dengan itu, bel rumah berbunyi pertanda ada tamu yang datang.
"Biar aku yang bukain, Oma," tawar Karen.

"Nggak usah, Oma aja." Wanita tua itu berdiri dengan susah payah yang dibantu oleh kedua cucunya. Lalu berjalan pelan menuju pintu.

Tinggallah Dehan dan Karen yang masih diam dengan emosi yang sudah meletup-letup.

"MAU APA LAGI KALIAN KE SINI?" Teriakan Oma membuat Dehan dan Karen terkejut dan segera menyusul Oma.

Ternyata yang datang adalah orang tua Haura, pantas saja Oma marah.

"Aku ke sini buat mastiin bahwa Haura setuju dengan perjodohan itu," ucap pria berdasi itu yang tak lain adalah Denis—ayah Haura.

Plak!
Satu tamparan mendarat mulus mengenai pipi pria itu. Ya, pelakunya adalah Oma.

"Perjodohan katamu? Cucuku kabur dari rumah dan belum pulang sampai sekarang! Dan kamu masih tetap bahas perjodohan itu?!"

"A–apa? Haura kabur?" tanya Mery—ibu Haura.

"Anak itu tidak pernah berubah! Selalu kabur jika menghadapi masalah!"ucap Brian angkuh.

Oma dibuatnya geram, tangan keriput wanita itu berniat memukul anak laki-lakinya itu lagi, tapi seketika tubuhnya ambruk. Untung ada Karen yang menahannya.

"Lo bawa Oma ke dalam," ucap Dehan dengan sorot mata tajam.

Kini, tinggallah mereka bertiga, orang tua Haura dan Dehan.

"KETERLALUAN!" Dehan memukul pintu dengan keras, membuat dua orang tua itu terkejut.

"Kalau Anda bukan orang tua, habis kalian!"

****

Di kedai es krim langganan Haura, Dehan, Karen, Arsya, Lisa dan Tenia. Lima anak remaja itu tengah merundingkan sesuatu.  Apalagi kalau bukan tentang kaburnya Haura dari rumah.

Mereka seketika akur setelah mendengar kabar itu. Lisa dan Tenia pun begitu, mereka berinisiatif untuk membantu mencari Haura.

"Gue emang nggak suka sama Haura, tapi Haura tetap teman gue," jawab Tenia saat Karen bertanya mengapa mau membantu mencari Haura.

"Gu–gue bener-bener minta maaf, gue bakal bantu cari Haura buat nebus semua kesalahan gue. Ya ... meskipun nggak akan ketebus." Giliran Lisa yang bicara. Sepertinya, cewek dengan surai panjang itu benar-benar menyesali kesalahannya.

"Tapi lo ngerencanain sesuatu 'kan?" tanya Dehan menyelidiki.

"Enggak, Han! Gue bener-bener nyesel. Gue bakal tebus semua kesalahan gue." Lisa meyakinkan.

"Gue pegang ucapan lo."

"Nggak ada waktu lagi, saatnya cari Haura!" ucap Arsya dengan tegas yang diangguki oleh mereka semua.

Lima anak remaja itu menjadi akur seketika hanya karna ingin mencari keberadaan sang ratu flat—Haura.

Mereka yang awalnya saling bermusuhan, saling menyimpan dendam. Namun memilih untuk berakhir damai.

Karena nyatanya, kedamaian indah.

°°°°°

Akhirnya mereka damai juga
Seneng nggak?

Jangan lupa pencet bintang, ya.

Dan terimakasih buat yang udah bertahan baca sampai sini:)

'Jadikan Al Quran sebagai bacaan utama.'

Salam hangat,
Fuji

HAURA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang