22

2.3K 293 18
                                    


Vote  sebelum membaca
.
.
.
.
.

Jennie

Kami menyelesaikan makan malam kami, tetapi aku tidak banyak bicara.  Melihat Jisoo berinteraksi dengan mantannya membuatku mual dan sakit hati. Sebelumnya aku sangat bahagia dan aku tidak dapat menemukan apa pun untuk mengukur betapa bahagianya aku. Sejak Jisoo memilikiku tadi malam dan sebelumnya di mana dia mengklaimku sebagai miliknya. 

Tapi itu terbalik ketika kami memasuki restoran ini. Aku seharusnya tidak menyarankan untuk makan di sini. Sehingga aku tidak menyaksikan gerak-gerik mereka yang masih manis satu sama lain, senyuman hangat itu. Mungkin Jisoo masih mencintai Soojoo. 

Kami sudah pulang dan aku merasa sangat lelah. Aku menangis di toilet sebelumnya, aku tidak bisa menahannya. Itu menyakitkan. 

"Jendeuk?" Jisoo memanggil saat aku akan membuka kamarku. 

"Aku lelah." Aku hanya mengatakan sebelum memasuki kamarku, tetapi sebelum aku bisa menutupnya dia sudah memblokirnya dengan tubuhnya. 

"Aww." Dia meringis. 

Aku memutar mataku dan menariknya masuk. 

"Bodoh." Aku bergumam. 

"Hei, aku dengar itu!" Dia cemberut.

Aku mengabaikannya dan mengambil sesuatu di dalam lemariku. Aku berjalan ke dalam kamar mandi dan mandi sebentar. Saat aku selesai, Jisoo ada di tempat tidurku. Mengenakan salah satu hoodie dan celana olahragaku. 

"Kenapa kamu masih disini?" Aku bertanya. 

Tentu saja aku suka kalau dia ada didekatku, tapi aku tetap kesal. Karena dia mengabaikanku saat dia sibuk berbicara dengan mantannya.

"Kamu tidak ingin aku di sini?" Dia terdengar sedih.

Aku mendesah dan merangkak ke sisinya. "Tidak seperti itu." 

"Baik." Dia tersenyum dan memelukku. 

Kami tetap diam selama beberapa menit, dan ketika aku hendak tertidur dia berbicara. 

"Tentang tadi. Bisakah kita membicarakannya?" Dia bertanya dengan lembut. 

"Bukan apa-apa Jisoo. Tidur sekarang." Aku menghentikannya. 

Aku tidak ingin membicarakannya.  Aku tidak ingin dia menampar wajahku bahwa dia masih mencintai mantannya. Aku tidak ingin merasakan sakit, bahkan aku sakit sekarang. Aku akan memahami kata yang dia katakan sebelumnya, bahwa aku miliknya. Dan aku tidak tahu apakah aku siap menjadi pacarnya hanya karena untuk melupakan cintanya.

Aku sangat bodoh sehingga aku segera setuju untuk menjadi pacarnya. Tidak ada yang bisa menyalahkanku. Aku mencintainya, setiap hari aku berdoa dan berharap waktunya akan tiba bahwa dia akan mencintaiku juga, menjadikannya aku. Tapi siapa aku? Dia tidak mengatakan dia mencintaiku, mungkin dia hanya bersalah karena memilikiku tadi malam. Dengan pemikiran itu, aku benar-benar hancur. 

Pikiranku lenyap saat aku merasakan bibir hangat menyapu bibirku. Aku meleleh, semua pikiran bodoh yang terus melukaiku segera menghilang dari pikiranku. Ciuman Jisoo begitu lembut dan penuh kasih, dan aku hanyalah seorang gadis yang merindukan ciumannya. Ciumannya penuh emosi dan aku bisa merasakannya. 

Unexpected One | JensooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang