Bab 16

349 68 14
                                    

Hoyoung mengernyit heran menatap sahabatnya yang sedang menopang dagunya di meja dapur. Setelah membalik telur agar tidak gosong, Hoyoung berbalik lalu mengarahkan spatulanya pada Dongheon.

"Lo kenapa?"

Bukannya menjawab Dongheon justru menghela nafas panjang.

"Kalau malas kuliah ya tinggal bolos aja lah." saran Hoyoung menebak.

Ini masih pagi bahkan anak-anak belum ada yang bangun, biasanya Dongheon bangunnya paling telat tapi pagi ini justru dia yang bangunin Hoyoung lebih dulu. Jadi Hoyoung mengambil kesimpulan bahwa sekarang sahabatnya itu sedang gelisah antara berangkat kuliah atau bolos.

"Lo juga kalau nggak kuliah duit tetap ngalir," lanjut Hoyoung dengan tangannya yang cekatan memindahkan telur dari wajan ke piring.

"Bukan masalah kuliah, ish!"

Dongheon bangkit, ia membuka kulkas lalu meminum sebotol air dingin hingga habis. Dia sendiri nggak tahu kenapa kok sejak semalam otaknya terus memikirkan hal yang seharusnya nggak perlu dipikirin.

"Rasanya tuh," Dongheon menatap Hoyoung dengan ekspresi sedih yang dilebih-lebihkan. Lalu tangannya bergerak menyentuh dadanya yang tertutup kaos oblong tipis. "Kayak ada yang hilang."

Hoyoung yang baru saja selesai mencuci tangan segera menyipratkan sisa air ditangannya pada wajah Dongheon. Tidak sampai disitu bahkan Hoyoung berjalan memutari Dongheon berpura-pura sedang memberi mantra.

"Gak gitu konsepnya bambang!" ujar Dongheon kesal membuat Hoyoung tertawa.

"Ya lo pagi-pagi udah aneh aja, bisa aja kan lo kesambet sama setan pantai."

TAKK!!!

Dongheon berhasil mendaratkan botol plastik air mineral tepat di jidat Hoyoung. Hoyoung yang mendapat perlakuan itu segera mendelik pada sahabatnya lalu balas menjitak kepala Dongheon dengan tangannya.

Tapi Dongheon tidak membalasnya. Percuma juga kalau dibalas, nanti malah nggak selesai-selesai acara jitak-menjitak ini. Lagipula hari ini Dongheon sedang di fase merasa sedih karena ada sesuatu yang sepertinya akan hilang dihidupnya.

Dongheon melangkahkan kakinya gontai. Ia lalu duduk kembali di kursi kemudian menopang dagunya di atas meja makan. "Gak kerasa tahu bentar lagi orang tua anak-anak itu bakal balik."

"Ya bagus dong, kan lo bisa bebas lagi." jawab Hoyoung santai.

Soalnya kan dari awal Dongheon ini memang kemusuhan sama anak-anak. Bahkan sampai bilang pengen perjalanan bisnis orang tua mereka cepat berakhir supaya anak-anak jahiliyah itu segera meninggalkan rumahnya.

"Masalahnya gue udah terbiasa dengan kehadiran mereka."

Dongheon menangkup wajahnya, nampak benar-benar sedih. Di sini Hoyoung cuma bisa mematung, saraf neuron di otaknya masih sibuk untuk merangkai semua kejadian di depannya ini.

"Sepuluh hari lagi lho mereka bakal pergi ninggalin gue sendirian," lanjutnya sedih.

"Lo be--beneran Dongheon kan? Ma--maksud gue bukan nyai pantai gitu?" tanya Hoyoung ragu seraya menekan-nekan lengan Dongheon yang ada di depannya.

Dongheon membuka tangkupan wajahnya lalu menatap Hoyoung kesal. "Gue beneran Lee Dongheon ini!"

"Ya abisnya lo aneh mulu daritadi. Mana ngomong bakal sendirian lagi, biasanya juga lo sendiri terus."

"Maksud gue tuh, rumah gue yang besar ini bakal kembali sepi kalau anak-anak pada balik ke ortunya masing-masing. Hampir sebulan rumah ini berisik terus tiba-tiba sepi kesannya kan jadi tiba-tiba horror."

With the Baby | VERIVERYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang