30

116 12 0
                                    

"Handphone gue bunyi, lo berdua lanjut aja mainya," ucap Devan lalu mengambil ponselnya. Sementara Zaki dan Tenlio melanjutkan permainan basket mereka.

"Iya, sayang," kata Devan dengan lembut ketika sudah menjawab panggilan dari Kinara.

"Kamu lagi ngapain?"

"Aku lagi main basket. Kenapa? Kamu kangen atau mau dicium?"

"Aku ganggu kamu dong, kalau gitu aku telpon nanti aja lagi."

"Eh, jangan. Aku malah suka digangguin kamu. Apalagi kalau dicium kamu." Devan terkekeh pelan setelah mengatakan itu.

"Ish, cium mulu yang ada di otak kamu. Kamu tau nggak kalau hari ini itu tepat satu bulan kita pacaran?" ujar Kinara.

"Hah!"

Devan terkejut, ia tidak tahu jika hari ini tepat satu bulan ia berpacaran dengan Kinara. Waktu berlalu dengan cepat sampai ia tidak menyadarinya.

"Kamu gak tau, kan. Nyebelin deh."

"Iya, maaf." Devan berbicara dengan pelan.

"Nanti malem kamu gak sibuk kan. Gimana kalau kita makan di tempat biasa."

"Okay, nanti aku kabarin lagi ya. Bye sayang." Devan mengakhiri pangilan itu.

"Kenapa muka lo kusut gitu?" Zaki duduk di dekat Devan lantas mengambil botol minumnya. Tubuh pria itu penuh dengan keringat.

"Hari ini tepat satu bulan gue pacaran sama Kinara."

Zaki langsung menyemburkan air yang diminumnya ke arah Tenlio.

"Sialan lo! Biasa aja kali reaksi lo gak usah lebay gitu," kesal Tenlio namun tidak mendapatkan respon dari Zaki. Pria itu menatap Devan serius.

"Terus lo mau mutusin dia, Van?" tanya Zaki.

Devan menggigit bibir bawahnya. "Gak, gue cinta sama dia," jawab Devan tegas. Ia tidak akan membuat keputusan yang akan ia sesali nantinya.

Tenlio dan Zaki merasa lega mendengar jawaban Devan. "Itu bagus, tapi kenapa muka lo masih kelihatan galau?" kali ini Tenlio yang bertanya.

"Kinara pernah nanya sama gue. Hal apa yang paling sering bikin gue putus sama mantan-mantan gue dulu. Kalau gue jawab jujur, apa Kinara bakalan percaya sama gue setelah tau semua itu?"

Tenlio melirik Zaki dan begitupun sebaliknya. Mereka tidak yakin dengan yang satu itu.

"Lo berdua kok malah saling tatap-tatapan sih?"

"Gue gak yakin, Van." sahut Tenlio.

"Lo gimana, Za?"

Zaki menggeleng pelan. "Gue juga, Tapi itu udah resiko yang harus lo terima. Jujur aja sama dia."

"Lo bener, gue gak mau bohong lebih lama lagi." Devan menghela napas lelah, ia sendiri juga merasa tidak yakin.

*****

"Kenapa kamu kalem banget hari ini?" tanya Kinara. Sejak sampai di restauran Devan tidak banyak bicara dan itu terasa sangat aneh baginya.

"Engga kok, perasaan kamu aja kali," balas Devan sambil tersenyum. Pria itu tidak banyak bicara karena sedang menyusun kata-kata yang tepat untuk mengatakan yang sebenernya kepada Kinara

"Kamu kayak banyak pikiran, kamu masih berantem sama Johnny?" tanya Kinara.

"Iya," jawab Devan singkat.

"Tuh kan jawabnya singkat banget. Kamu lagi sakit?" Kinara menyentuh kening Devan.

Devan tersenyum manis. "Enggak, aku baik-baik aja, sayang."

"Beneran?"

"Iya, kamu lanjutin aja makannya."

Kinara menganguk pelan. Devan menatap gadis itu lekat. Ia menarik napasnya berkali-kali sebelum berucap, "Sayang."

"Iya, kenapa?" balas Kinara sembari menguyah makanannya.

"Aku mau jawab pertanyaan yang pernah kamu tanyain di bar waktu itu."

Kinara tampak mengingat-ingat. Tapi tidak lama ia langsung mengangguk cepat. "Oh, itu. Aku hampir lupa, tapi sekarang aku udah inget."

"Sebenernya aku,-"

Devan tidak melanjutkan kalimatnya ketika seorang wanita memanggil namanya cukup keras. Devan dan Kinara menoleh ke arah wanita itu. Devan membulatkan matanya, sedangkan Kinara mengerutkan dahinya.

Wanita itu mendekati meja Devan dan Kinara. Ia meneliti penampilan Kinara lalu berkata, "Pacar baru kamu? Cantik juga, sayang banget kalau cuma kamu pacarin sebulan."

"Maksud kamu apa ngomong gitu? Kamu siapa?" Kinara terlihat bingung.

"Sayang, kita pergi sekarang aja ya."

Devan dan Kinara berjalan keluar meninggalkan tempat itu, namun Angel mengkuti mereka. "Aku mantan pacarnya, Devan," teriak Angel hingga membuat Kinara berhenti.

"Terus kenapa?" ucap Kinara sinis. Ia tidak suka dengan cara Angel menatapnya.

Angel tersenyum. "Enggak kenapa, cuma mau ngasi tau aja."

"Kita pergi aja ya, sayang," bujuk Devan. Ia sangat takut jika Angel mengatakan hal yang tidak ia inginkan.

"Kamu kenapa sih? Aku gak bakal terpengaruh sama dia, dia kan cuma mantan kamu," kata Kinara.

Angel merasa ada yang aneh dengan sikap Devan. Wanita itu tersenyum licik saat ia mengerti kenapa Devan bersikap seperti itu. "Apa Devan udah ngasi tau kamu kalau dia selalu mutusin pacarnya tepat saat satu bulan pacaran?"

"Kamu jangan mengada-ngada ya." Kinara yakin Angel pasti berbohong. Devan tidak mungkin seperti itu.

"Kamu gak percaya sama aku? Tanya aja langsung sama Devan."

Kinara menggelengkan kepalanya. "Enggak, aku percaya sama Devan. Ayo kita pergi sayang." Kinara menggenggam tangan Devan, namun pria itu tidak bergerak sedikit pun.

"Sayang, kita pergi dari sini," ucap Kinara lagi.

"Yang dia bilang itu bener," gumam Devan.

"Apa?! Kamu jangan bercanda kayak gini dong. Aku gak suka ya."

"Aku gak bercanda, Kinara."

"Apa?!" Kinara meneteskan air matanya, namun ia segera menyekanya. Hatinya sangat sakit hingga ia tidak mampu berkata-kata.

Devan mencoba mendekati Kinara, namun gadis itu segera mengangkat tangannya. Meminta Devan untuk berhenti.

"Semua yang dia bilang itu memang bener, tapi semenjak aku ketemu sama kamu semuanya berubah. Sekarang aku udah gak kayak gitu lagi. Aku cinta sama kamu. Tolong percaya sama aku, Kinara," jelas Devan dengan hati-hati.

"Aku pikir kamu beda, tapi ternyata kamu sama. Apa bedanya kamu sama Marcel?" Kinara memutar tubuhnya, air mata terus mengalir membasahi pipinya. Ia sangat terluka.

Devan menahan tangan gadis itu.

"Lepasin tangan aku, Devan," pinta Kinara tanpa mau menatap Devan.

Devan terpaksa melepaskan tangan Kinara. Ia tidak bisa memaksa Kinara saat ini. Pria itu hanya bisa menatap punggung Kinara dan melihat gadis itu masuk ke dalam taksi.

"Gak enak kan ditinggal pas lagi cinta-cintanya," celetuk Angel.

Devan menatap wanita itu tajam. Ia mencekik leher Angel dan mendorong tubuh wanita itu hingga punggungnya membentur dinding.

"Kenapa lo ngelakuin itu, ah?! Lo ngerusak semuanya!!"

"Itu ba-lasan karena ka-mu udah ninggalin aku." Angel berbicara dengan susah payah.

"Devan, lo mau ngebunuh dia?!" Zaki menarik tangan Devan. Ia kebetulan berada di sana.

"Lo udah gila?! Dia bisa mati tadi!" bentak Zaki.

Devan tidak menyahut, ia mengabaikan Zaki dan pergi begitu saja dari hadapan pria itu.

****



One MonthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang