24

130 15 4
                                    

"Gue bener-bener gak ngerti sama Kinara." Devan melempar ponselnya ke atas meja lalu merebahkan tubuhnya di sofa. Sudah tiga hari Kinara menghindarinya. Suasana hati Devan menjadi buruk karena itu.

"Bukannya lo selalu ngerti tentang cewek?" tanya Johnny sambil memainkan ipadnya.

"Iya, tapi kadang itu gak berlaku sama Kinara. Gue bisa gila kalau dia terus ngehindarin gue kayak gini."

"Emangnya lo ngapain Kinara sampai dia ngehindarin lo?" Zaki datang dari arah dapur dan membawa pancake buatannya.

Devan menarik napasnya lalu merubah posisinya menjadi duduk. Ia menatap ketiga sahabatnya yang saat ini menunggu cerita darinya. "I kissed her."

Tenlio yang tadinya bermain bersama Blacky mendekati Devan. "Lo udah pacaran dong."

"Belumlah!" Zaki menyahut dan melempar sedikit pancake-nya ke arah Tenlio. "Ciuman lo intens, Van?"

"Harus ya lo nanyain itu?"

"Harus dong, beda tipe ciuman beda reaksi."

"She kissed me back."

Zaki menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia menjadi bingung sekarang. "Kalau gitu gue juga gak ngerti, Van. Lebih baik lo tanyain sendiri sama Kinara."

"Gue juga maunya gitu, tapi dia bahkan gak mau balas pesan dan angkat telpon dari gue," jelas Devan sedikit frustasi.

Pembicaraan mereka terganggu saat suara handphone Tenlio berbunyi dan itu panggilan dari Ibunya.

"Iya, Ma," jawab pria itu.

"Nanti siang kamu ada waktu, kan."

"Mau ngapain sih, Ma?" balas Tenlio malas.

"Mama mau ngenalin kamu sama anak temen Mama."

Tenlio menghela napas. Ia muak dengan usaha Ibunya yang sangat ingin menjodohkannya, seolah ia tidak bisa mencari pasangan sendiri.

"Maaf, Ma. Ten gak mau dijodohin." Tenlio segera mengakhiri panggilan itu.

"Lo dijodohin lagi? Terima aja, siapa tau lebih cakep dari Maya," ucap Devan yang diangguki Zaki.

"Ogah, untuk saat ini gue lebih suka sendiri. Hidup gue lebih bebas." Tenlio menyadari bahwa sendiri tidaklah seburuk itu. Ia bisa menikmati setiap waktunya tanpa harus terganggu dengan memikirkan perempuan.

****

[Devan]
Kinara, lo bisa ketemu gue sebentar nggak?

Kinara melihat pesan masuk dari Devan tanpa berniat membuka pesan itu atau pun membalasnya. Ini bukan pertama kalinya ia mengabaikan pesan dari pria itu. Ia benar-benar bingung dengan perasaanya sekarang. Kinara sama sekali tidak ingin menghindari Devan. Gadis itu hanya belum siap jika harus bertemu dengan Devan setelah ciuman mereka saat itu.

"Kok gak dibalas?"

Suara Dita mengejutkan Kinara. Ia segera memasukkan ponselnya ke dalam saku.

"Lagi berantem ya?"

Kinara menggelengkan kepalanya. "Enggak kok," balasnya singkat.

Dita tersenyum. "Kalau kamu lagi ada masalah, kamu bisa cerita sama aku."

Dita memang orang yang baik dan bisa dipercaya, tapi Kinara tidak ingin berbagi cerita dengan siapapun.

"Aku gak apa-apa," ujar Kinara sambil tersenyum.

Ponsel Kinara kembali berbunyi, karena malu dengan Dita. Gadis itu pun menonaktifkan ponselnya. Devan yang sejak tadi memperhatikan Kinara dari kejauhan berjalan ke arahnya.

"Sampai kapan lo mau ngehindarin gue, Kinara?"

Kinara merasakan jantungnya kembali berdetak kencang. Ia mendongak untuk menatap wajah Devan yang terlihat serius.

"Maaf, tapi aku lagi kerja sekarang." Kinara pergi dengan terburu-buru. Gadis itu menaiki tangga dengan cepat, alhasil ia pun terpeleset. Devan yang melihat itu segera berlari untuk menghampirinya dan menangkap tubuh Kinara agar tidak terjatuh.

"Lo gak apa-apa, kan?" tanya Devan yang tampak sangat khawatir.

Kinara menjauhkan tubuhnya dari Devan. "Makasi, kamu udah nolongin aku."

Devan menggengam tangan Kinara saat gadis itu ingin pergi. "Apa lo tadi buru-buru karena mau ngehindarin gue?"

"Devan, aku bermaksud untuk ngehindarin kamu. Aku cuma butuh waktu."

"Butuh waktu buat apa?!"

"Soal ciuman kita, aku gak seharusnya ngebalas ciuman kamu waktu itu." Kinara berbicara dengan hati-hati.

Devan langsung melepaskan tangan Kinara dari genggaman tangannya. Ia tidak pernah menduga kalimat itu akan keluar dari mulut Kinara, ia merasa sangat kecewa mendengarnya. "Kenapa?"

"Aku gak tau, aku sendiri juga bingung kenapa aku bisa ngebalas ciuman kamu waktu itu," jawab Kinara dengan jujur.

"Jadi lo nyesel?"

Kinara tidak tahu harus menjawab apa. Ia tidak mengerti dengan dirinya. Perasaanya tidak karuan. Sebelum gadis itu sempat menjawab, Devan sudah berbicara lebih dulu.

"Lo ngebalas ciuman gue tanpa adanya paksaan dari gue dan sekarang lo nyesel. Bukannya ngomong sama gue, tapi lo malah milih menghindar. Apa gini cara lo nyelesain masalah?!"

"Devan."

Devan membalikkan tubuhnya dan pergi dari hadapan Kinara. Ia tidak ingin mendengar apapun lagi yang akan membuatnya lebih sakit hati.

Kinara hanya menatap kepergian Devan. Ia merasa bersalah dan bimbang. Sebenarnya ada apa dengannya?

****

"Apa gue cari cewek lain aja."

Zaki yang sudah mendengar semua cerita dari Devan merasa prihatin dengan pria itu. Ia   meletakkan satu tangannya di bahu Devan. "Jadi lo mau nyerah gitu?"

Devan menyugar rambutnya secara perlahan. "Gue bukan nyerah, tapi gue menerima kenyataan kalau Kinara memang gak akan  jatuh cinta sama gue."

Zaki terkekeh. "Lo yakin kalau dia gak akan jatuh cinta sama lo?"

"Kenapa lo bisa ngomong kayak gitu?" Devan mengerutkan keningnya tidak mengerti.

"Dia ngebalas ciuman lo, Van. Dia menikmati ciuman itu tanpa ada paksaan dari lo. Mungkin dia memang butuh waktu untuk menyadari perasaannya ke lo. Kinara baru aja putus dari Marcel, untuk mencintai lagi dia memang butuh waktu."

"Lo ngomong gini bukan karena mau ngehibur gue, kan?"

"Enggalah! Gue memang gak terlalu tau Kinara kayak gimana, tapi dari yang gue liat dia kelihatan nyaman banget di deket lo. Lo lupa kalau cewek dan cowok gak bisa jadi temen. Dia pasti bakalan cinta sama lo." Zaki mengangkat kedua alisnya lalu tersenyum.

"Lo bener, tapi gue gak mau terlalu berharap," balas Devan datar.

Zaki menatap Devan lama. Devan yang melihat itu merasa aneh. "Lo terpesona sama kegantengan gue?"

"Ngapain gue terpesona sama kegantengan lo, gue gak kalah ganteng kali. Gue punya lesung pipi yang gak lo punya."

"Terus kenapa lo ngeliatin kayak gitu?"

"Gue belum pernah ngeliat lo galau kayak gini, apalagi karena cewek. Gue ngerasa lo udah mulai berubah, Van."

"Maksud lo?"

Zaki tersenyum. "Nanti juga lo ngerti sendiri."

*****




One MonthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang