34

174 16 8
                                    

Devan mengeryitkan dahinya ketika sinar matahari menebus jendela kamarnya. Ia melihat Kinara berdiri di dekat jendela sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kamu udah bangun, sayang?" tanya pria itu lalu memakai kaosnya.

Kinara memperhatikan pergerakan pria itu. Devan menghampirinya lantas menyentuh pipi Kinara. "Kepala kamu nggak pusing? Kemarin kamu mabuk."

Kinara menepis tangan Devan. "Kenapa aku bisa ada di sini?! Siapa yang udah ganti baju aku?! Apa kamu ngelakuin itu semalem sama aku?! Jawab aku, Devan?!" ucap Kinara cukup keras. Ia terbangun dengan memakai kaos milik Devan yang hanya sebatas pahanya dan mereka tidur di ranjang yang sama.

"Ngelakuin apa maksud kamu? Kamu pikir aku sebrengsek itu yang memanfaatkan keadaan saat kamu lagi mabuk?!" bentak Devan.

Pria itu menjauhi Kinara lalu tersenyum tipis. "Ya, jelas kamu bisa berpikir kayak gitu. Karena aku memang sebrengsek itu di mata kamu!"

"Sekarang aku tanya sama kamu, kamu pergi ke club sama Marcel. Kamu mabuk-mabukan di sana. Apa kamu pikir itu baik? Apa kamu pernah mikirin gimana perasaan orang tua kamu kalau tau anaknya mabuk-mabukan?!" Devan menjeda, ia menggelengkan kepalanya pelan. "Kamu gak pernah mikirin itu, yang kamu pikirin cuma diri kamu sendiri!"

Kinara menundukkan kepalanya, matanya berkaca-kaca. Semua yang Devan katakan benar, ia hanya memikirkan dirinya sendiri.

"Yang ngeganti baju kamu bukan aku, tapi Rosi. Atau mungkin lebih baik aku biarin kamu tidur dengan baju yang kotor. Aku yakin kamu gak inget kalau kemarin malem kamu muntah!"

Devan pergi dari sana sambil membanting pintu dengan sangat keras hingga membuat Kinara terkejut.

Kinara menyusul Devan. Ia memeluk pria itu dari belakang dan menyandarkan tubuhnya di punggung Devan. Devan membalikkan tubuhnya dan melepaskan tangan Kinara dari perutnya.

"Pergi dari sini!" usir Devan.

"Aku gak mau pergi, jangan suruh aku pergi, Devan." Kinara menangis sesenggukan. Ia sangat menyesal, ia tidak seharusnya berkata seperti itu pada Devan.

"Aku ke club, karena aku pikir itu bisa ngebuat aku lupa sama kamu. Tapi ternyata aku salah. Aku semakin gak bisa berhenti mikirin kamu, aku cuma gak mau disakitin untuk kedua kalinya. Maafin aku, Devan. Maafin kata-kata aku yang udah ngelukain perasaan kamu."

Devan hanya menatap gadis itu. Ia sudah terlanjur kecewa dengan Kinara. Pintu rumah itu tiba-tiba terbuka. Ibu dan ayah Devan terlihat di sana.

"Mama sama Papa udah pulang?" tanya Devan.

"Iya," jawab Rara. Ia tersenyum saat melihat Kinara. "Kamu di sini, Kinara?"

"Kinara nginep di sini, Ma," sahut Devan jujur.

"Nginep dan pake baju kamu. Kalian enggak ngelakuin yang aneh-aneh kan, Devan?"

"Mama gak percaya sama, Devan?"

Rara tersenyum. "Percaya dong, kenapa kamu kelihatan marah banget? Mama kan cuma nanya aja."

Wanita paruh baya itu beralih menatap Kinara, ia melihat mata gadis itu berair. "Kamu habis nangis, Kinara?" Ibu Devan menyentuh pipi gadis itu lalu menatap Devan tajam. "Apa Devan yang bikin kamu nangis?"

Kinara menggeleng, ia kembali menangis dan memeluk Rara.

"Devan, kamu bisa jelasin ini sama Mama?" Rara membalas pelukan Kinara erat. Ia mengelus punggung gadis itu, mencoba menenangkan.

"Kinara cuma capek, Tante. Kinara enggak apa-apa kok." Kinara menghapus air matanya. Ia tidak ingin Devan terus ditanyai.

"Beneran? Kamu kelihatan sedih banget, jangan bohong sama Tante."

"Enggak, Tante. Kinara gak bohong." Kinara tersenyum. "Kalau gitu Kinara pamit pulang ya, Tante."

"Devan, kamu anterin Kinara, ya."

Devan menganguk, ia langsung keluar dan menunggu Kinara di dalam mobil.

****

Selama perjalanan pulang, Kinara dan Devan tidak saling bicara. Gadis itu tidak tahu harus mengatakan apa, Devan masih terlihat sangat kesal padanya.

"Hapus air mata kamu, aku gak mau Mama kamu jadi khawatir." Devan berbicara sangat pelan.

Kinara segera menghapus air matanya. "Maaf," ucap Kinara.

"Percuma minta maaf, maaf kamu gak bisa ngebuat aku ngerasa lebih baik." Devan menepikan mobilnya di dekat minimarket dan  turun dari dalam mobil.

Tidak lama setelah itu, Devan keluar membawa sebotol air putih. "Minum," pintanya.

"Makasi." Kinara menuruti permintaan Devan. Air mata gadis itu kembali menetes, Devan selalu baik kepadanya.

Setibanya mereka di depan pagar rumah Kinara. Devan masih terdiam, sementara Kinara ingin mengatakan sesuatu. Namun ia merasa takut jika nantinya ia akan salah berbicara.

"Kamu bisa turun sekarang," ujar Devan tanpa menatap Kinara.

"Maafin aku, Devan."

"Turun Kinara. Aku mau pulang sekarang."

Kinara membuka pintu mobil Devan, ia mati-matian menahan tangisnya. Tanpa berbicara lagi Devan langsung berlalu dari sana dengan mobilnya.

****

"Kamu udah pulang?" Mulan menyapa Kinara.

"Iya, Ma. Maaf." Kinara duduk di sofa, diikuti oleh ibunya.

Mulan mengerutkan dahinya bingung. "Kenapa minta maaf? Mama justru seneng, akhirnya kamu sama Devan baikan."

Kali ini Kinara yang terlihat bingung. "Baikan? Mama tau kalau Kinara bertengkar sama Devan?"

"Mama tau, Devan bahkan minta maaf berkali-kali, karena udah bikin kamu sedih. Di mana lagi kamu bisa ketemu cowok kayak dia."

Kinara tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia bahkan tidak tahu jika Devan sempat meminta maaf kepada ibunya.

"Kemarin malam, Devan bilang kamu harus nginep di rumahnya, karena di sana lagi ada acara. Emangnya ada acara apa?"

Kinara menggelengkan kepalanya, kemudian ia memeluk ibunya erat. "Maafin, Kinara. Ma. Kinara memang jahat dan egois."

"Apa maksud kamu?"

"Kinara jahat." Hanya itu yang Kinara ucapkan. Devan sangat mencintainya, tapi ia terlalu sibuk memikirkan dirinya sendiri hingga tidak bisa merasakan ketulusan pria itu.

****

Hai.. Buat yang nungguin cerita ini, maaf ya baru bisa update sekarang. 🙏

Aku lagi ikut event nulis bareng. Jadi, lebih fokus ke cerita itu dulu. Tapi cerita ini tetep dilanjut sampai tamat. 😊

Love you..

One MonthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang