03

200 21 3
                                    

Tenlio mengucek matanya saat melihat Devan berdiri di depan kafenya. Kafe bahkan belum dibuka dan Devan sudah berada disana.

"Ngapain lo, Van? Nungguin gue?"

"Lo tu ya males banget, ini udah jam setengah 9 masa kafe lo belum buka."

"Enak aja bilang gue males. Kafe gue bukanya jam 9," sahut Tenlio.

Devan tidak peduli dengan Tenlio. Ia datang pagi-pagi hanya untuk bertemu dengan gadis berkacamata yang namanya bahkan belum ia ketahui.

Tenlio menyenggol lengan Devan. "Ayo masuk. Lo nungguin siapa sih?"

"Kepo lo."

"Dia udah punya pacar kali, Van. Lo cari aja yang lain aja," ucap Tenlio tiba-tiba. Pria itu tidak ingin Devan terkena masalah karena mendekati seseorang yang sudah mempunyai pacar.

"Dia belum nikah. Gue masih punya kesempatan."

"Kalau ngedeketin cewek yang susah gini, lo bakal ngerasa bosen juga nantinya?"

Kali ini pertanyaan Tenlio berhasil membuat Devan terdiam.

"Gue gak tahu, tapi yang jelas rasa bosen satu bulan itu selalu gue rasain," jawab Devan setelah begitu lama terdiam. Dari kejauhan ia bisa melihat wanita berkacamata berjalan menuju kafe. "Lo datengnya lama," ucapnya pada Kinara.

"Itu bukan urusan kamu, permisi." Kinara melewati Devan begitu saja lalu menyapa Tenlio dengan sopan.

"Eh, Kinara."

Kinara menoleh. "Kamu kok tau nama saya. Kamu nyari tau tentang saya ya."

"Ih, geer banget lo. Lo kan pake name tag. Gue bacalah."

Kinara melihat name tag yang terpasang di pakaian yang ia kenakan. Ia sudah berburuk sangka. "Maaf."

"Gue enggak maafin," balas Devan.

"Yaudah terserah kamu, yang penting saya udah minta maaf."

Devan mengerutkan dahinya. Kinara benar-benar berbeda dari gadis-gadis yang pernah ia dekati sebelumnya. "Kok lo gitu sih. Gak bisa gitu dong."

"Terus kamu mau saya ngapain supaya kamu maafin saya?" Kinara menyerah, ia tidak ingin berurusan lebih lama dengan Devan.

"Jangan ngomong saya lagi ke gue. Gue bukan bos lo. Gue mau lo ngomong aku."

"Gak mau. Kamu kok jadi ngatur-ngatur saya."

"Aku. Sekali lagi lo ngomong saya. Gue cium lo."

"IYA, IYA. AKU!" Kinara terlihat kesal. Devan sangat menyebalkan.

Devan tersenyum puas. "Gitu dong, gue kesini cuma mau ketemu sama lo. Gue pergi sekarang."

Tenlio yang masih berdiri disana, menggelengkan kepalanya pelan. Ia harus mengakui bahwa Devan sangat pintar mendekati seorang gadis.

***

Johnny menatap sebuah foto usang yang masih tersimpan di rak mejanya. Foto gadis cantik yang telah meninggalkannya hanya karena ia tidak kaya. Ia tidak tahu kenapa foto itu berada disana, seingatnya ia sudah membuang semua barang tentang gadis itu.

Johnny mengambil korek gas dan mulai membakar foto itu. Ia benci mengingat bagaimana dulu ia dihina dan bagaimana ia memohon agar gadis itu tidak meninggalkannya.

Ponsel pria itu bergetar.

[Devan]
Bisa ke Bar malam ini?

[Johnny]
Okay, gue otw sekarang.

[Devan]
Gitu dong, John.

Johnny mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia sejujurnya terus mengingat masa lalunya saat menemukan foto itu. Satu-satunya cara menghilangkan itu hanya dengan bertemu teman-temannya.

Sesampainya Johnny di Bar. Ia sudah disambut dengan nyanyian Tenlio dan Zaki yang sibuk menutupi mulut pria itu agar berhenti bernyanyi.

"Minum berapa gelas lo? Cepet banget mabuknya."

"Lo percuma nanya sama orang mabuk, John," sahut Devan sambil menuangkan wine untuk Johnny.

"Gue gak mabuk, Jo." Tenlio tersenyum. "Eh, maksud gue, John."

Johnny mengelus kepala Tenlio. "Gue maafin karena lo lagi mabuk." Johnny meminum winenya. Pria itu mengambil botol wine lalu meneguknya cepat. Devan dan Zaki terus memperhatikan pria itu.

"Lo berdua kenapa ngeliat gue gitu banget?"

"Gue tebak lo lagi inget sama tu cewek," ucap Daven.

Zaki menepuk bahu Johnny. "Cewek kayak gitu gak pantes buat lo, John. Lo bisa dapetin cewek yang lebih baik."

Johnny tertawa. "Sok tau lo berdua. I am okay."

"Gue pura-pura percaya aja deh, John." Zaki berbicara sambil menjauhkan kepala Tenlio dari bahunya. Pria itu tertidur.

"Gue kasi tau, John. lo yang paling gak jago bohong di antara kita. Lo bohong banget kalau bilang lo baik-baik aja sekarang. Gue gak tau apa yang lo rasain, tapi satu hal yang gue minta. Jangan sampai karena lo inget terus sama tu cewek, lo jadi ngelupain kebahagian lo. Hidup masih terus berlanjut, lo harus bergerak maju," jelas Devan panjang lebar. Ia paling tidak suka melihat salah satu temannya bersedih.

Johnny tersenyum. "Gue bakal coba. Thanks, saran lo sangat membuka pikiran gue."

"Mulai sekarang lo jangan nolak cewek yang berusaha ngedeketin lo. Lo gak tau aja gimana rasanya ditolak."

Zaki tertawa. "Lo sekalian curhat, Van. Baru juga ditolak sekali."

Devan berpura-pura tidak mendengar, ia meminta minuman lagi pada Galang.

***

Kinara menatap dirinya di cermin. Gadis itu melepas kacamatanya, ia tidak bisa melihat dengan jelas karena itu. Ia mengambil soflens berwarna hitam lalu memakainya. Kinara memejamkan matanya sebentar lalu mengedipkan beberapa kali, guna menempatkan lensa kontak pada bola matanya.

Marcel yang memintanya untuk memakai lensa kontak. Pria itu tidak suka melihatnya memakai kacamata. Walaupun sebenarnya ia lebih suka memakai kacamatanya.

Kinara keluar menemui Marcel yang menunggu di luar rumahnya. Ia masuk ke dalam mobil.

"Kamu lebih cantik kalau enggak pake kacamata." Marcel menatap penampilan Kinara dari atas sampai bawah. Gadis itu memakai celana jeans dan kaos putihnya.

 Gadis itu memakai celana jeans dan kaos putihnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kinara tersenyum. "Kita mau makan dimana?"

"Tempat biasa," jawab Marcel lalu menghidupkan mesin mobilnya.

Kinara terlihat bingung saat mobil Marcel berhenti di sebuah butik.

"Cel, kita gak jadi makan?"

"Jadi, tapi aku mau beliin kamu dress dulu. Aku perhatiin kamu sering pake jeans."

"Aku nyaman kok pake jeans. Kamu gak suka ya?"

Marcel mengangukkan kepalanya. Ia lebih suka melihat Kinara memakai dress agar terlihat lebih feminim. Pria itu menggengam tangan Kinara lalu masuk ke dalam butik. Sementara Kinara tidak berbicara apapun. Jika ia menolak, Marcel pasti tidak akan suka. Jadi ia memilih menuruti pria itu.








One MonthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang