25

136 15 4
                                    

Kinara melirik jam tangannya, hari sudah semakin malam tapi taksi online yang ia pesan belum juga datang. Di saat seperti ini hanya Devan yang ada dipikirannya, biasanya pria itu yang selalu mengantarnya pulang. Tetapi, tiga minggu terakhir ini berbeda. Devan tidak pernah muncul lagi dihadapannya. Ia sangat merindukan Devan namun tidak punya keberanian untuk menghubungi pria itu.

Mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di depan Kinara. Tenlio keluar dari dalam mobil.

"Ada yang ketinggalan, Bos?"

"Bos? Emangnya sekarang lagi jam kerja. Panggil aja gue Ten. Lo gue anter pulang ya?" tawar Tenlio. Devan meminta pria itu kembali ke kafe untuk mengantar Kinara pulang. Padahal sejak tadi Devan berada di sekitar kafe dan hanya menatap Kinara dari dalam mobilnya.

"Enggak usah, bentar lagi juga taksinya dateng."

"Lo pulang sama gue aja, ini udah malem. Tempat ini juga udah sepi. Dia gak mau lo kenapa-napa."

"Dia. Dia siapa?"

Tenlio tersenyum. "Menurut lo siapa?"

Kinara sempat berpikir bahwa dia yang dimaksud Tenlio adalah Devan, tapi apa mungkin pria itu masih peduli dengannya?

"Udah gak usah dipikirin, mending sekarang masuk ke mobil gue." Tenlio membuka pintu mobilnya dan Kinara pun masuk ke dalam.

Saat di dalam mobil Kinara terus melihat Tenlio yang fokus menyetir. Ia menggigit bibir bawahnya, gadis itu merasa ragu untuk menanyakan tentang keadaan Devan.

"Lo mau nanyain kabarnya Devan? Dia baik-baik aja kecuali hatinya," ucap Tenlio yang sukses membuat Kinara sangat terkejut.

"Kalau lo memang khawatir sama keadaan dia, kenapa gak tanya langsung sama orangnya. Kenapa menghindar kalau sebenernya lo kangen sama dia."

"Devan cerita sama kamu?"

"Gak ada rahasia di antara kita berempat."

"Apa Devan juga yang nyuruh kamu nganterin aku pulang?"

"Iya, setiap malem dia selalu ngeliatin lo dari dalem mobil. Tapi gak pernah mau nyamperin lo. Devan bilang lo butuh waktu dan dia akan ngasi lo waktu sebanyak yang lo butuhkan."

Mata Kinara berkaca-kaca. Ia tidak menyangka jika Devan masih mempedulikannya selama tiga minggu ini.

"Apa yang harus aku lakuin sekarang? Aku bingung."

"Cukup dengerin kata hati lo. Kasi kejelasan sama hubungan kalian, itu lebih baik daripada lo terus menghindar kayak sekarang."

Kinara mengangguk pelan. "Makasi, kamu udah ngasi tau aku semua ini."

"Sama-sama," balas Tenlio sambil tersenyum.

Tenlio sangat yakin jika Kinara juga memliki perasaan yang sama dengan Devan. Hanya saja gadis itu belum menyadarinya.

****

"Pa, Ma. Devan keluar bentar ya," pamit Devan pada kedua orang tuanya.

"Nggak sarapan dulu, Mama udah siapin buat kamu."

Devan menatap Ayahnya dan ia mengerti arti tatapan itu. Pria itu langsung duduk di meja makan dan mengambil sandwich buatan Ibunya.

"Apa kamu tau kalau kemarin malam ada keributan di bar, Devan?"

Devan tidak tahu, bagaimana ia bisa tahu jika kemarin malam ia tidak berada di bar dan memilih mengawasi Kinara karena mengkhawatirkan gadis itu.

"Papa percayakan bar itu sama kamu, secara gak langsung kamu juga pemiliknya. Kamu punya tanggung jawab atas bar itu. Jangan sia-siakan kepercayaan Papa, Devan."

One MonthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang