27

124 14 0
                                    

"Sayang." Devan menyenggol lengan Kinara yang masih sibuk bekerja. Pria itu ingin membantu Kinara, namun gadis itu melarangnya.

"Sekali aku bilang enggak ya enggak, kamu bukan pelayan di sini," jawab Kinara sambil meletakkan minuman pesanan pengunjung di atas tray.

Devan mengikuti langkah Kinara menuju meja nomor tujuh yang berada paling pojok. Dengan cepat ia merebut tray itu dari tangan Kinara. "I love you," ucap Devan dengan menunjukkan cengiran khasnya.

Kinara tidak berkata apa-apa, ia hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan kekasihnya itu.

"Silakan dinikmati." Devan tersenyum ramah pada dua orang gadis remaja yang terlihat terpesona dengan ketampananya.

"Kak, kita boleh minta nomor kakak?" ucap gadis berambut pendek dengan malu-malu.

"Boleh."

"Makasi kak, udah ganteng baik lagi."

Kinara yang menyaksikan hal itu tampak kecewa, ia menatap Devan tajam saat pria itu menghampirinya.

"Kamu serius ngasi nomor kamu ke mereka?!"

"Cie cemburu!" Devan tersenyum, lalu meletakkan satu tangannya di atas kepala Kinara. "Tapi itu bukan nomor aku, sayang."

"Terus nomor siapa?"

"Nomornya Pak Jojo, dia tukang kebun rumah aku," jawab Devan santai.

"Kamu nakal banget sih! Gimana kalau mereka beneran ngehubungin nomor itu?"

"Biar Pak Jojo yang ngurusin."

"Woi."

Kinara dan Devan menoleh ke arah Zaki yang berjalan ke arah mereka. Pria itu tidak sendiri, karena ada Rosi bersamanya.

"Tumben lo ke sini berduan? Apa kabar Ros?"

"Aku baik, kamu apa kabar? Pacar baru ya?" ucap Rosi dan tersenyum ke arah Kinara.

Devan mengangkat kedua alisnya, mengiyakan ucapan Rosi. "Cantik kan?"

"Cantik, tapi nanti juga kamu put,-"

Zaki segera mencium bibir Rosi sebelum gadis itu menyelesaikan ucapannya.

Kinara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Devan yang menyadari itu menarik tangan Kinara untuk menjauh dari sana.

"Kamu apa-apaan sih, nyium aku tiba-tiba gitu?" kesal Rosi.

"Kamu yang apa-apaan, sayang. Kamu hampir aja ngebuat mereka putus."

Rosi mengerutkan dahinya. "Maksud kamu?"

"Kinara gak tau kalau Devan selalu mutusin pacarnya tepat saat satu bulan," geram Zaki.

Rosi menepuk dahinya. "Maaf, Aku pikir Devan udah ngasi tau Kinara."

"Kinara beda dari cewek Devan sebelumnya, mungkin itu alasan Devan gak ngasi tau Kinara," jelas Zaki.

****

"Gue punya dua tiket nonton ke bioskop. Ada yang mau?" Zaki meletakkan dua tiket di atas meja.

"Serius lo?" tanya Tenlio.

"Ya seriuslah, tapi ini untuk dua orang. Lo kan gak ada pasangan. Mau nonton sama siapa? Ya kali lo mau nonton sama Blacky."

Devan dan Johnny tertawa sambil menepuk bahu Tenlio pelan. Sementara Rosi memukul lengan Zaki.

"Sakit sayang."

"Kamu gak boleh gitu," ujar Rosi pelan.

Devan mengambil tiket itu lantas menunjukkannya pada Johnny dan Tenlio.

"Ini tiket nonton film frozen, Bro. Lo suka Elsa sekarang?" tanya Johnny.

"Lo tanya Rosi aja, dia yang beli tiketnya." Sejujurnya Zaki tidak ingin menonton film itu. Tapi Rosi sangat ingin menontonnya. Suka tidak suka ia tetap menuruti keinginan kekasihnya itu.

"Emangnya kenapa kalau nonton frozen?" Rosi menatap Kinara yang sejak tadi hanya mendengarkan pembicaraan di antara mereka. "Kinara, kamu mau kan nonton film ini sama Devan?"

Kinara mengangguk sembari tersenyum. "Aku mau."

Devan mengelus pipi Kinara lembut. "Kalau gitu tiketnya buat gue sama Kinara aja."

"Okay, gue tunggu lo berdua di bioskop." Setelah mengatakan itu, Zaki dan Rosi berpamitan dari sana.

****

Kinara mengoleskan lipstik berwarna merah muda pada bibirnya yang tipis. Merasa penampilannya sudah sempurna gadis itu mengambil tasnya kemudian keluar untuk menemui Devan.

"Aku lama ya?" Kinara bertanya ketika melihat Devan berbaring di sofa sambil memainkan game di ponselnya.

Devan berdiri, ia mendekati Kinara dan melingkarkan satu tangannya pada pinggang gadis itu. Kecantikan Kinara selalu membuatnya terpesona.

 Kecantikan Kinara selalu membuatnya terpesona

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu mau ngapain? Nanti Mama liat Devan."

"Terus kenapa kalau Mama kamu liat?" sahut Devan. Ia menurunkan pandangannya menyentuh bibir Kinara.

"Filmnya nanti keburu mulai, sayang. Kita berangkat sekarang ya," gumam Kinara lalu mengecup bibir Devan cepat.

"Yaudah kita berangkat sekarang." Devan merangkul pundak Kinara dan mengecup pipi gadis itu berkali-kali.

Saat mereka akan memasuki mobil. Handphone Kinara berbunyi, gadis itu mengeluarkan ponselnya. Ia menatap Devan yang terlihat penasaran dengan si penelpon.

"Siapa yang telpon?" tanya Devan.

"Mamanya Marcel," jawab Kinara hati-hati.

"Angkat aja."

"Kamu yakin?"

"Iya," balas Devan datar.

Kinara mengangguk, lalu menerima panggilan dari Ibu Marcel.

"Kinara, kamu bisa ke rumah Tante sekarang?"

"Ada apa ya, Tante?"

"Marcel sakit, Nak. Dia nyebut nama kamu terus. Tante mohon, kamu ke sini ya."

Devan yang mendengar itu mengerutkan dahinya. Jika Marcel sakit seharusnya dibawa ke dokter, kenapa justru meminta Kinara datang.

"Kamu mau ke sana?" Devan menatap wajah bingung Kinara.

"Kalau kamu gak ngizinin, aku gak bakal ke sana."

"Kamu masih peduli sama dia?"

Kinara menggeleng cepat. Ia memeluk Devan erat. "Aku gak peduli sama dia. Aku mau ke sana karena Tante Linda mohon-mohon sama aku. Kamu percaya kan sama aku?"

"Ya, aku percaya. Kita ke sana sekarang."

Kinara menahan tangan Devan ketika pria itu ingin membuka pintu mobil. "Kita?"

"Ya, Kita. Aku bakal nganterin kamu ke sana."

Devan sedikit merasa kesel, namun ia mencoba mengerti keadaan Kinara. Gadis itu merasa tidak enak hati jika menolak permohonan dari Ibu Marcel.

****




One MonthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang