05

158 22 0
                                    

Untuk pertama kalinya Tenlio menyesal ia tidak memiliki seorang kekasih. Ia tidak tahu jika hal itu akan membuat Ibunya khawatir dan berencana menjodohkannya dengan seorang gadis yang bahkan tidak ia ketahui bagaimana rupanya.

"Ten gak sejelek itu sampai harus dijodohin, Ma."

"Siapa yang bilang kamu jelek. Mama cuma pengen kalian ketemu dulu dan saling mengenal. Kalau kamu memang ngerasa gak cocok, ya udah selesai."

Tenlio menggenggam kedua tangan Ibunya dan menatapnya lekat. "Ma, please."

"Kali ini kamu harus nurut sama Mama. Mama udah nyuruh Maya nemuin kamu di kafe. Kamu harus bersikap baik, Ten." Laras menepuk pipi Tenlio. "Jangan macem-macem," peringat Laras.

Tenlio mengambil handphone miliknya tepat saat Laras keluar rumah. Ia menghubungi Devan, berharap pria itu mau membantunya.

"Ngapain lo nelpon gue pagi-pagi gini, cumi!!" Jawab Devan sambil menguap.

"Eh, ubur-ubur. Gue butuh bantuan lo."

"Gue gak suka ubur-ubur, gue sukanya kepiting."

"Gue juga gak suka cumi, gue sukanya nonjok muka lo. Gue serius nih, gue butuh bantuan lo."

"Okay, gue siap-siap dulu," balas Devan lalu mengakhiri panggilan itu.

***

Banyaknya pengunjung kafe yang datang membuat Kinara sedikit kewalahan. Ia membawa pesanan ke meja no 5. Keempat gadis yang duduk di meja itu berbisik-bisik. Mereka memandang dengan kagum seseorang yang baru saja memasuki kafe.

Kinara yang penasaran pun mengikuti pandangan keempat gadis itu. Ia melihat Devan disana. Bahkan hampir semua pengunjung menoleh ke arah pria itu.

 Bahkan hampir semua pengunjung menoleh ke arah pria itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat mata keduanya bertemu. Devan tersenyum lalu mengedipkan satu matanya. Tindakan yang dilakukan pria itu membuat gadis-gadis histeris. Sedangkan Kinara menghiraukannya. Gadis itu berjalan melewati Devan

Devan dengan cepat menarik tangan Kinara. "Lo nyuekin gue?"

"Aku lagi kerja, Devan. Kamu gak liat kafe lagi ramai," balas Kinara sambil berusaha melepaskan genggaman tangan Devan di tangannya.

"Gue tau kafe lagi ramai, tapi lo masih bisa ngebalas senyuman gue, kan."

"Iya, maaf. Lepasin dulu tangan kamu. Sakit tau."

"Gue mau ngeliat senyuman manis lo dulu. Baru gue lepasin."

Kinara menghela napasnya. Ia tersenyum dengan sangat terpaksa.

"Senyumnya yang lebar dong." Devan menarik kedua sudut bibir Kinara. Ia tersenyum puas melihat Kinara yang pasrah atas apa yang ia lakukan.

"Devan." panggil Tenlio. "Gue nungguin lo, tapi lo malah asik-asikan disini."

Devan hampir lupa dengan tujuan utamanya datang ke kafe. Jika sudah berurusan dengan Kinara, rasanya ia akan lupa dengan banyak hal dan hanya terfokus pada gadis itu.

"Lo yang semangat kerjanya." Devan meletakkan tangannya di atas kepala kinara lalu pergi menghampiri Tenlio.

***

"Nyokap gue mau ngejodohin gue."

"Masalahnya dimana? Bagus dong kalau emang gitu. Akhirnya lo gak jomblo lagi," balas Devan dengan santai.

Tenlio memutar bola matanya jengah. "Gue gak tau tu cewek kayak gimana, ntar yang dateng kayak pesumo lagi."

Daven menepuk dahi Tenlio dengan keras. "Lo punya otak dipake dong, Ten. Ya kali Nyokap lo ngejodohin anaknya sama yang kayak gitu. Udah pasti cakep tu cewek."

"Sok tau lo, pokoknya gue bakal nolak dia. Tapi gimana caranya?"

"Lo tinggal bilang dia jelek, dia bukan tipe lo, badannya bau ketek," geram Devan.

"Nolak dengan cara halus, bego!"

"Ribet lo ya. Lo mending ketemu sama tu cewek dulu deh. Jangan buang-buang tenaga mikirin gimana caranya nolak."

Tenlio menuruti apa yang Devan katakan. Ia akan menunggu gadis bernama Maya itu. Sambil menunggu, mereka sibuk berbincang tentang hal yang tidak penting.

Suara langkah kaki semakin mendekati meja mereka. Tenlio tidak berkedip melihat gadis yang saat ini sedang berjalan ke arahnya.

Daven yang melihat wajah terpesona Tenlio segera bangkit dari duduknya dan mempersilakan gadis itu untuk duduk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Daven yang melihat wajah terpesona Tenlio segera bangkit dari duduknya dan mempersilakan gadis itu untuk duduk.

"Van, lo boleh pergi."

Devan tersenyum sinis. "Dasar cumi lo!"





One MonthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang