09

135 22 2
                                    

Kinara mengetukkan jemarinya di atas meja, kafe sedang sepi. Disaat seperti ini ia justru mengingat Devan, ia mengkhawatirkan pria itu. Devan sangat aneh saat terakhir kali mereka bertemu. Bahkan, pria itu tidak pernah kelihatan lagi di kafe.

Kinara menatap layar ponselnya, nama Devan terlihat disana. Tanpa pikir panjang ia langsung menghubungi nomor pria itu.

"Halo, siapa nih?!"

Kinara menjauhkan ponselnya dari telinga saat Devan berbicara dengan keras.

"Devan," balas Kinara lembut. Namun tidak ada balasan dari pria itu. Devan mengakhiri panggilannya membuat Kinara sedikit merasa kesal. "Devan nyebelin! Malah dimatiin lagi."

"Yakin gue nyebelin? Lo kangen kan sama gue?"

Kinara membelakkan matanya ketika melihat Devan berdiri dihadapanya. Pria itu tersenyum sambil mengedipkan satu matanya. Saat Kinara menghubunginya tadi, ia sudah berada di parkiran kafe.

 Saat Kinara menghubunginya tadi, ia sudah berada di parkiran kafe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Devan, kamu kok bisa ada disini?" tanya Kinara.

"Gak usah sok kaget gitu, lo kangen kan sama gue?" Devan duduk di sebelah Kinara.

"Enggak."

"Terus kenapa ngehubungin gue? Suaranya lembut banget lagi."

"Aku khawatir sama kamu. Terakhir kali kita ketemu di pesta itu, kamu gak kayak biasanya," ujar Kinara berterus terang.

"Emang biasanya gue kayak gimana?" Devan berbicara sambil terus menatap mata Kinara. Sedangkan Kinara selalu berusaha menghindari tatapan mata pria itu.

"Iya kayak gini, kamu selalu tebar pesona dan sok kegantengan."

Devan terkekeh. "Gue itu bukan tebar pesona, tapi gue emang penuh dengan pesona. Gue bukan sok ganteng, tapi gue emang ganteng."

Mulut Kinara menganga. "Oh gosh!" Kinara tidak percaya Devan memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi.

"Lo enggak percaya? Mau gue buktiin?" Devan melihat ke sekitar, ia tersenyum saat melihat seorang pelayan wanita. "Hai, Dita," sapanya.

Wanita bernama Dita itu melambaikan tangannya sambil tersenyum. Ini pertama kalinya Devan memanggil namanya. "Hai," balas Dita. Ia berlari kesenangan lalu memberitahu teman-temannya.

Kinara tersenyum. "Aku percaya."

Devan ikut tersenyum. Ia menyentuh pipi Kinara. Mereka saling menatap satu sama lain. "Gue kangen sama lo. Gue gak bisa berhenti mikirin lo," ucap Devan dengan bersungguh-sungguh.

Kinara menjauhkan tangan Devan dari pipinya. "Kamu gak lupa kan kalau kita cuma temen."

"Gue lupa, lo harus sering ngingetin gue." Devan berdiri lalu mengelus kepala Kinara.

"Devan." Kinara mendongak menatap pria itu.

"Iya, sayang."

"Kamu bilang apa?" tanya Kinara lalu bangkit dari duduknya.

"Sayang," sahut Devan sambil tersenyum.

"Devan, kalau kamu masih kayak gini, kita gak usah temenan lagi." Kinara menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Ih, ngambek lagi, gue cium beneran lo ya."

Kinara memukul kepala Devan dengan keras. Ia benar-benar kesal.

"Aw... sakit!" Devan memegangi kepalanya yang baru saja dipukul Kinara.

"Rasain. Kamu nyebelin sih!" Kinara pergi darisana setelah mengatakan itu.

****

Tenlio duduk sendirian. Ia menatap secangkir teh yang sudah dingin sambil sibuk dengan pikirannya.

"Mikirin apa lo, Ten? Muka lo sampai kayak cumi kering gitu." Devan duduk di dekat pria itu lalu mengambil cup cake yang berada di atas meja.

"Lo percaya nggak? Kalau gue bilang, Maya itu cewek yang selama ini Johnny ceritain ke kita." Tenlio memberitahu Devan tentang apa yang ia pikirkan saat ini.

"Iya enggalah, ngaco lo," balas Devan sambil memakan cup cakenya.

"Tapi ini beneran, Van. Gue ngeliat foto Johnny di kamar Maya."

Devan berhenti memakan cup cakenya. Ia menatap Tenlio serius. "Lo salah lihat kali."

Tenlio menggelengkan kepalanya. "Gue gak mungkin salah mengenali sahabat gue sendiri. Gue yakin banget kalau itu foto Johnny. Tapi gue bingung, kenapa dia masih nyimpen foto Johnny. Bukannya dia yang ninggalin Johnny."

"Dia nyesal, dia masih cinta sama Johnny, dan dia pengen balik lagi. Kenapa lo harus bingung mikirin itu. Yang gue mau tanyain sekarang, lo suka sama Maya?"

Tenlio tersenyum tipis. "Gue suka, gue tertarik sama dia, tapi gue gak cinta."

Devan lega mendengar itu. Setidaknya tidak akan ada persaingan antara Johnny dan Tenlio. "Apa rencana lo sekarang?"

"Gue bakal mempertemukan mereka," jawab Tenlio tanpa keraguan.

Devan menganguk, mata pria itu tak sengaja melihat Kinara yang sedang membawa pesanan pengunjung. Gadis itu melihat ke arahnya dan menunjukkan wajah dinginnya.

"Lo apain dia, Van?" tanya Tenlio.

"Mau tau aja lo," sahut Devan tanpa melihat Tenlio. Pria itu menarik kedua sudut bibirnya, meminta Kinara untuk tersenyum.

Kinara yang melihat itu justru menjulurkan lidahnya, ia masih kesal dengan Devan.

Makasi buat yang udah ngevote dan komen. Love you. 😊





One MonthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang