04

181 23 2
                                    

Devan membaringkan tubuhnya di sofa. Ia terus memikirkan Kinara. Entah apa yang membuatnya begitu ingin melihat wajah gadis itu. Devan membuka akun instagramnya dan mengetikkan nama Kinara di pencarian. Ia tersenyum senang saat menemukan akun gadis itu.

"Lo lagi ngapain, Van. Kok senyum-senyum gitu. Pasti lagi nonton film porno?" Tenlio muncul dengan membawa camilannya.

Devan menatap Tenlio tajam.

"Bercanda kali, serius amat muka lo," ucapnya lalu duduk di dekat Zaki yang sibuk bermain game.

"Jangan duduk deket gue, ntar gue kalah lagi mainnya," Zaki menendang Tenlio hingga pria itu berpindah tempat.

Johnny yang memangku Blacky tertawa melihat itu.

"Ini apartemen gue. Kenapa jadi lo yang ngatur gue mau duduk dimana? Gini amat gue punya temen."

"Lo jangan marah-marah, Ten. Gue mau nanya?" Devan mendekatkan dirinya dan duduk di sebelah Tenlio. Tenlio tidak membalas, ia sibuk memakan camilannya.

"Lo tau nggak Kinara tinggal dimana?"

"Dia udah punya pacar, Van." Tenlio melihat ke arah Johnny. "Kasi tau nih temen lo, John."

"Lo mending cari yang lain, Van. Kali ini gue setuju sama, Ten," sahut Johnny.

Devan menghampiri Zaki lalu memukul kaki pria itu. "Lo gimana, Za? Apa menurut lo gue harus cari yang lain karena Kinara udah punya pacar."

Zaki meletakkan ponselnya. "Sebelum janur kuning melengkung, kenapa lo harus mundur."

Devan merangkul pundak Zaki. "Jawaban ini yang gue harapin daritadi."

"Lo berdua sama gilanya tau nggak," ujar Tenlio.

Ponsel Devan bergetar, ia mendapatkan pesan dari Tenlio. Pria itu mengirimkan alamat Kinara padanya.

"Gue bakal balas kebaikan lo." Devan keluar dari apartemen. Ia akan menemui Kinara.

****

Setelah menempuh perjalanan selama 15 menit akhirnya Devan sampai. Ia melihat pagar berwarna putih dan yakin itulah rumah Kinara.

"Jodoh emang gak kemana," ucapnya saat Kinara keluar dari rumah.

Kinara terlihat menunggu taksi, ia akan pergi berbelanja ke supermaket. Mobil berwarna silver tiba-tiba berhenti di hadapannya.

"Lo mau kemana? Biar gue anter."

"Enggak, aku naik taksi aja."

"Gak bakal ada taksi lewat. Mending naik mobil gue. Gak bayar kok, dianternya sama orang ganteng lagi."

Kinara terlihat ragu, namun ia tetap menerima niat baik Devan. Setidaknya ia tahu bahwa pria itu tidak jahat.

"Gitu dong, kan tambah cantik." Devan memandangi wajah Kinara lama. "Kok lo gak pake kacamata? Setau gue mata lo minus."

"Itu bukan urusan kamu," balas Kinara.

"Okay, lo mau gue anter kemana?"

"Supermaket."

Devan menyetir sambil memperhatikan Kinara. Gadis itu mengipasi matanya menggunakan tangan. Ia terlihat tidak nyaman memakai soflens, matanya terasa panas.

Mobil Devan berhenti. "Sini gue tiupin." Devan mendekatkan wajahnya pada Kinara lalu meniup pelan mata gadis itu. Kinara membiarkan pria itu meniupi matanya. "Lo kalau gak nyaman pake soflens kenapa masih dipake? Lagian lo tetep cantik kalau pake kacamata."

"Marcel gak suka kalau aku pake kacamata."

Devan langsung berhenti meniupi mata Kinara saat mendengar itu. "Marcel? Cowok lo?

Kinara menganguk pelan.

"Lo bego ya. Dia baru jadi pacar udah ngatur-ngatur lo, gimana kalau udah jadi suami."

"Kamu kok bilang aku bego sih, dasar nyebelin." Kinara memgerucutkan bibirnya.

"Iya karena lo emang bego. Kalau dia beneran sayang sama lo, dia bakal nerima lo apa adanya. Bukan malah nyuruh lo berubah seperti apa yang dia mau."

Kinara menoleh ke arah Devan. Entah kenapa ia merasa apa yang dikatakan pria itu ada benarnya, namun ia tidak ingin terpengaruh.

***

Devan mengikuti Kinara dari belakang. Gadis itu sedang memilih belanjaanya lalu memasukkan ke dalam trolley.

"Kamu ikut masuk cuma mau ngikutin aku?"

"Iya, gue mau jagain lo."

Kinara berhenti mendorong trolley-nya. Ia menatap Devan. "Devan, nama kamu Devan kan."

Devan tidak menjawab, ia menunggu apa yang akan dikatakan Kinara selanjutnya.

"I have a boyfriend."

Devan menganguk. "Iya gue tau, gue ngerti maksud lo. Lo jelas nolak gue untuk kedua kalinya. Tapi kita bisa jadi temen, kan?"

Kinara bisa melihat ketulusan yang Devan tunjukkan. "Oke, kita bisa jadi temen tapi enggak lebih dari itu."

Devan merangkul pundak Kinara. "Kita enggak pernah tau apa yang akan terjadi kedepannya. Siapa tau lo yang jatuh cinta sama gue." Devan memasukkan susu coklat ke dalam trolley. "Lo harus sering-sering minum susu." ucapnya lalu berjalan mendahului Kinara.

"Dasar aneh," Kinara berbicara sambil menatap punggung Devan.

***

"Makasi, kamu udah nganterin aku hari ini," ucap Kinara saat mereka sudah sampai di depan pagar rumahnya.

"Makasi doang?"

Kinara mengeluarkan dompetnya, berniat untuk membayar. Ia berpikir bahwa itulah maksud ucapan Devan.

"Lo mau ngapain? Lo pikir gue supir taksi." Devan tidak terima saat Kinara mengeluarkan uang untuk membayarnya.

"Terus mau kamu apa?" tanya Kinara.

"Cium," jawab Devan sambil tersenyum.

Kinara memicingkan matanya. "Devan."

Devan terkekeh pelan. "Gue cuma bercanda." Pria itu mengambil kertas dan pulpen lalu menuliskan sesuatu. "Lo kalau butuh gue, lo bisa hubungin gue kapanpun."

Kinara menerima kertas itu lalu turun dari mobil tanpa mengucapkan sepatah kata pun.






One MonthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang