15

124 15 0
                                    

Putus.

Zaki tidak pernah menduga bahwa hari ini ia akan mendengar kata itu keluar dari mulut Rosi. Gadis itu ingin mengakhiri hubungan mereka.

"Putus? Jadi, kamu gak mau maafin aku kali ini?" Zaki menatap lekat mata Rosi yang mengeluarkan air mata.

"Aku udah terlalu sering maafin kamu. Tapi kamu selalu ngulangin kesalahan yang sama." Rosi berbicara sambil menghapus air matanya.

"Aku akan berusaha lebih keras untuk berubah. Tolong, maafin aku." Zaki menggenggam kedua tangan Rosi.

"Aku punya batas kesabaran, Za. Selama ini aku udah ngasi kamu waktu untuk berubah, tapi kamu menyia-nyiakan itu. Aku gak bisa terus-terusan bertahan sama kamu," ujar Rosi dengan berat hati. Air mata terus keluar dari matanya. Ia melepaskan genggaman tangan Zaki pada tangannya lalu berjalan menjauhi pria itu

"Don't you love me anymore?" tanya Zaki hingga membuat langkah kaki Rosi terhenti.

"I love you more than anything. But i can't be with you anymore if you are still like this."

Zaki mengacak rambutnya. Ia hanya bisa melihat kepergian Rosi. Pria itu memasuki mobilnya lalu menuju bar. Setidaknya minuman bisa menenangkan pikirannya saat ini.

****

Devan meyeringai melihat Marcel berada di barnya. Tapi ia tidak peduli dengan pria itu. Devan meneguk minumannya dengan tenang. Sedangkan Marcel tidak mengetahui keberadaan Devan. Ia hanya sibuk meminum whiskey-nya.

Devan merasakan seseorang duduk di sebelahnya dan itu adalah Zaki. Zaki mengambil wine yang berada di atas meja lalu meminumnya dengan cepat.

"Kenapa lo? Habis diputusin?" ucap Devan asal.

Zaki menganguk lalu kembali meminum winenya. "Gue pengen mabuk malam ini."

Devan menepuk bahu Zaki. "Cewek masih banyak kali. Cari aja yang lain."

"Gue gak bisa. Gue udah bilang berkali-kali kalau gue cintanya cuma sama Rosi." Zaki memijit pelipisnya. Tanpa Rosi hidupnya tidak berarti.

"Gue gak ngerti sama jalan pikiran lo, Za. Kalau lo secinta ini sama Rosi, kenapa lo masih belum bisa berubah?"

"Gue udah mencoba untuk berubah, tapi itu susah."

Devan tidak membalas ucapan Zaki. Ia membiarkan pria itu menikmati minuman untuk melupakan masalahnya. Pandangan mata Devan kini berfokus pada Marcel yang terlihat menghubungi seseorang. Ia tidak akan tertarik jika Marcel tidak menyebut nama Kinara. Sementara Marcel tersenyum mendengar suara lembut Kinara lewat  ponselnya.

"Marcel, kamu dimana?" tanya Kinara.

"Bar."

"Kamu mabuk?"

"Iya, kamu bisa jemput aku, sayang?"

"Kamu jangan minum lagi. Aku kesana sekarang," balas Kinara khawatir.

15 menit kemudian.

Kinara berdiri menatap bangunan yang cukup besar. Ini pertama kalinya ia pergi ke bar, ia juga terpaksa berbohong kepada orang tuanya. Mereka tidak akan suka jika ia pergi ke tempat seperti ini.

Gadis itu mulai melangkahkan kakinya memasuki bar. Ia mencari keberadaan Marcel. "Marcel." Kinara menyentuh lengan kekasihnya.

Marcel membelai pipi Kinara lalu tersenyum. "Gita," gumam Marcel.

Kinara mengerutkan keningnya. Siapa Gita?

"Marcel, kamu mabuk. Aku Kinara."

Marcel meneliti kembali wajah Kinara. "Kamu Kinara?" tanyanya sambil tersenyum.

"Iya, aku Kinara. Sekarang kita pulang ya." Kinara membopong tubuh Marcel dengan susah payah.

Devan yang menyaksikan kejadian itu berusaha tidak ikut campur. Ia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Namun, melihat Kinara yang kesusahan mempobong tubuh Marcel membuatnya mengikuti gadis itu dari belakang.

Kinara memasukkan tubuh Marcel ke dalam taksi. Ia menoleh ke belakang dan terkejut melihat Devan sedang menatapnya. Pria itu mendekat lalu berbicara pada supir taksi dan taksi itu pun pergi.

"Pak, tunggu," teriak Kinara. Taksi itu sudah tidak terlihat. Kinara menatap Devan. "Devan, kamu,-"

"Kenapa? Lo mau marah? Mau ngebentak gue kayak waktu di restaurant? Bentak aja."

Kinara terdiam. Devan yang tidak tahan melihat itu berbicara, "Lo tenang aja, cowok lo aman sampai rumah. Tapi lo yang gak aman."

"Maksud kamu?"

"Lo mau nganterin dia sampai di rumah dan pulang sendiri naik taksi. Lo tau ini jam berapa, Kinara?

Kinara melirik jam tangannya. "Jam sebelas malam."

"Jam tangan lo rusak. Ini udah jam dua belas!" kesal Devan. "Lo dibolehin keluar malem, karena udah bohongin orang tua lo, kan." Devan sangat yakin jika Kinara jujur gadis itu tidak akan diizinkan keluar malam. Apalagi pergi ke bar.

"Kamu tau dari mana?"

"Apa sih yang gak gue tau tentang lo. Alamat cowok lo aja gue tau."

"Kamu masih kesel sama aku?"

"Menurut lo? Sekarang masuk ke mobil. Gue anterin lo pulang."

Kinara mengerucutkan bibir. Ia masuk ke dalam mobil dengan memasang wajah cemberut.

Devan mengulum senyumnya. Ia tidak akan bisa berlama-lama kesal dengan gadis seperti Kinara. "Lo mau gue gak kesel lagi?" Devan menyetir sambil menoleh sebentar ke arah Kinara

Kinara menatap Devan dan menganguk cepat.

"Cium gue." Devan menunjuk pipinya.

"Gak mau."

"Ya udah kalau lo gak mau."

Kinara tampak berpikir. Ia menempelkan jari telunjuk dan tengahnya di depan bibir lalu setelahnya ia meletakkan jari-jari itu ke pipi Devan. "Udah," ucap Kinara.

"Gue mau ciuman dari bibir lo."

"Gak boleh, Devan."

"Kalau gitu panggil gue sayang." Devan melirik Kinara sambil tersenyum.

"Devan, kamu ngerjain aku ya?"

"Enggak, emang apa susahnya manggil gue sayang. Lo mau gue maafin, nggak?"

"Sayang," ucap Kinara begitu pelan dan juga susah payah. Rasanya aneh memanggil orang lain dengan sebutan sayang.

"Apa? Gue gak denger." Devan mendekatkan telinganya pada Kinara.

"Sayang." Kali ini Kinara berbicara begitu cepat.

"Gue gak bisa denger, Kinara."

"SAYANG!" teriak Kinara di telinga Devan, membuat pria itu tersenyum begitu lebar.

"Tuh kan kamu ngerjain aku." Kinara menekuk wajahnya.

Devan menghentikan mobilnya saat mereka sudah sampai di depan pagar rumah Kinara. Ia menoleh lalu mengelus kepala gadis itu. "Jangan ngambek, masuk sana."

"Kamu pulangnya hati-hati," ujar Kinara.

"Kalau gue gak hati-hati, lo bakal khawatir?"

"Devan."

Devan tersenyum. " Iya, iya. Masuk sana, ini udah malem."

Kinara keluar dari mobil. Ia melambaikan tangannya. "Makasi, Devan."

Devan menganguk dan pergi meninggalkan kediaman Kinara.

****





One MonthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang