Refi memasuki perpustakaan yang terlihat sangat senyap walau ada sekitar sepuluh orang di dalam sana. Mengedarkan pandangan, tatapannya tertuju pada rak bagian buku ajar IPA. Dia melangkah santai berusaha tak membuat keributan saat siswi yang tadinya membaca kini menatapnya.
Fyuh! Selalu saja begitu. Entah mengapa orang-orang sangat suka memperhatikannya. Refi sampai berpikir sendiri apa yang salah dengan dirinya.
Dia meraih buku Biologi dengan ketebalan kurang lebih empat ratus halaman. Baru saja dia hendak kembali ke kelas, tatapannya menangkap sosok gadis pendek berusaha meraih buku di atasnya, tetapi tak kunjung sampai.
Entah inisiatif dari mana, Refi menghampirinya. Dia mengulurkan tangan meraih buku dengan cover abu-abu. Sebuah novel. Jeni---gadis pendek yang Refi bantu---terkejut saat mendongak mendapati dada kakak kelasnya di mana di bagian kiri tertempel name tag bertulis Teuku Refian A.
Astaga, jantung gue, batin Jeni. Bagaimana tidak? Seorang Refi yang dijuluki pangeran es oleh kaum hawa satu sekolah kini membantunya mengambil sebuah novel. Namun, bukan itu yang Jeni maksud. Posisi mereka begitu dekat. Sedikit saja Jeni bergerak, dirinya akan menghantam dada atau yang paling parah, leher putih mulus Refi. Ya Tuhan, Jeni ingin pingsan sekarang.
Refi yang selesai meraih novel menatap gadis yang merupakan adik kelasnya---Refi tahu karena melihat bad di lengan kanan gadis yang berwarna kuning. "Lo mau ambil buku ini, 'kan?" tanya Refi sambil menyodorkan buku itu, masih dengan raut datar.
Jeni gelagapan dibuatnya. Tak pernah terlintas di pikiran akan sedekat ini dengan Refi. "I-iya, Kak," sahut Jeni lalu meraih buku yang Refi sodorkan.
Refi masih terdiam di tempatnya berdiri. Laki-laki itu menatap Jeni dari atas sampai bawah. Rambut pendek setengkuk yang berwarna hitam legam dan tebal, bibir kecil merah, mata belo, dan hidung mungil. Sangat kontras dengan kulit putihnya.
Sesekali Jeni menatap Refi yang tak kunjung pergi. Tentu saja Refi mengetahui hal itu. Dengan tinggi badan Jeni yang sebatas lehernya, mana mungkin tidak terlihat jika dia tengah mendongak?
Refi menghela napas lalu tersenyum tipis---sangat tipis sampai Jeni tak mengetahuinya. "Maeu dalkomhan," ucap Refi singkat. Laki-laki itu berlalu pergi meninggalkan Jeni dengan wajah memerah.
Bagi seorang Jeni yang merupakan siswi beprestasi dan pecinta drama korea, tentu saja dia paham apa yang Refi ucapkan. Maeu dalkomhan atau sangat manis dalam bahasa Korea. Siapa yang dia bilang manis? Ah, rasanya Jeni mulai berharap kali ini. Dia yang selalu menjaga jarak dari para the most wanted, terutama Refi dan Fauzan kini harus mengalami euforia karena perkataan singkat Refi. Drama macam apa ini?
Jeni menatap punggung Refi yang mulai keluar meninggalkan perpustakaan saat selesai mendata buku yang dipinjamnya. Secepat kilat Jeni langsung menulis judul novel di tangannya lalu mengejar Refi. Entah apa yang ada di pikirannya kali ini.
"Kak Refi!" panggilan itu membuat langkah kaki Refi terhenti seketika. Jeni yang baru sadar akan perbuatannya langsung merutuk. Bagaimana bisa dia mengejar Refi hingga ke sini? Ah, menyebalkan.
Refi berhenti menunggu Jeni tiba di dekatnya. Dia tak berbalik atau menjawab. Hanya berdiri diam di tempat. Baru saat Jeni di hadapannya dia mengangkat sebelah alis pertanda bertanya 'ada apa?'
"Em ... gu-gue be-lum se-sem-sempat bilang makasih. Makasih u-udah ambilin bu-buku ini, Kak," ucap Jeni terbata-bata. Dia merutuki mulutnya sendiri yang sangat kentara bahwa dirinya sedang gugup. Kesialan macam apa lagi ini?
"Urwell," sahut Refi singkat dan berlalu pergi. Namun, lagi-lagi suara Jeni menghentikannya.
"Nama gue Jeni, Kak, kelas sebelas IPA satu!" teriaknya. Beruntung koridor lantai atas hanya diri perpustakaan, ruang praktek, laboratorium, dan hal-hal lain. Tidak ada ruang kelas. Terlebih, saat ini jam masuk membuat Jeni tak menanggung malu terlalu banyak telah memperkenalkan diri pada pangeran es SMA Rajawali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Foreign Accent Syndrome [COMPLETED ✔]
Novela JuvenilBerawal dari sebuah kecelakaan yang membuat seorang Teuku Refian Aldebaran ini mengalami benturan keras di kepalanya. Akibat benturan itu, remaja kelas 3 SMA ini harus mengalami Foreign Accent Syndrome. Syndrome di mana dia akan berbicara menggunaka...