14. Winner?

45 6 1
                                    

Kemarin Refi pulang tepat usai jam makan malam karena ada hal yang harus diurus terlebih dahulu sebelum pulang. Hari ini dia kembali ke sekolah seperti biasa, berdiri di tengah lapangan menjadi pemimpin upacara dadakan. Sangat menyebalkan!

Usai upacara, hal yang lebih menyebalkan lagi, yaitu tidak boleh bubar terlebih dahulu. Mereka harus menunggu beberapa menit lagi karena guru akan menyampaikan pengumuman, tidak peduli pada Refi yang berdiri dengan punggung kepanasan bersama para petugas upacara lain.

Hal yang sudah menjadi tradisi, Refi akan dipanggil ke depan untuk menerima penghargaan atas apa yang sudah dia raih. Seperti sekarang, Refi dipanggil untuk menerima piala dan uang pembinaan atas kemenangannya di Singapura kemarin.

Refi membawa piala juara pertama, uang pembinaan, piagam, dan satu set alat-alat sekolah. Dylan meraih juara 3, sementara juara 2 diraih oleh siswa dari Malaysia.

Namun, kali ini ada yang berbeda. Rafi mendapat juara. Awalnya Refi terkejut, tetapi setelah tahu penghargaan yang diraih, dia menampilkan senyum tipis. Tidak heran lagi jika skill Rafi di bilang photography. Bisa dibilang kemampuan Rafi sudah setara fotografer tingkat atas. Namun, laki-laki itu tidak membuka job terima pemotretan model dengan alasan malas, lebih suka berbaring di atas kasur.

Usai pemberian penghargaan, Refi yang hendak kembali ke kelas digemparkan dengan aksi Rafi yang menyatakan perasaan pada seorang gadis. Aneh sekali. Bukankah biasanya si gadis yang memulai?

Kening Refi mengerut, beberapa detik setelahnya dia mengedikkan bahu, berjalan menuju kelas, mengabaikan kerumunan di lapangan upacara. Dia terlalu lelah, matanya mulai berkunang-kunang, jika tidak segera ke kelas, dia bisa pingsan.

Di kelas, Refi hanya merebahkan kepalanya ke atas meja. Fauzan yang berada di sampingnya hanya melirik sekilas. Sudah menjadi kebiasaan Refi seperti ini. Setiap usai upacara, terutama jika dia menjadi pemimpin, pasti dia akan merebahkan kepala sejenak di atas meja, bahkan tak jarang dia harus absen pelajaran pertama karena istirahat di UKS.

Terkadang Fauzan prihatin. Orang serajin Refi, ingin tahu segalanya, mau berusaha sekuat tenaga, mengapa fisiknya harus lemah? Sementara di luar sana banyak yang memiliki fisik kuat, bisa berolahraga selama yang mereka mau, tetapi tidak bersyukur. Malah lebih suka merebahkan tubuh di kasur, bermain gadget sepanjang hari tanpa lelah.

Jujur saja, Fauzan yang memiliki kekasih akan lupa akan segalanya jika sudah bertemu dengan padepokan. Laki-laki dengan kulit putih itu sering lupa waktu jika berada di padepokan tengah berlatih.

Tak jauh berbeda, Fauzan tahu Refi pun sama. Sahabatnya itu terkadang terpaksa harus istirahat sejenak usai latihan beberapa jurus karena ketahanan tubuhnya yang lemah. Kasihan sekali.

"Jam pertama kosong karena guru lagi ke luar kota, ada urusan. Tapi, dia kasih tugas. Suruh kerjaan soal penalaran halaman 120," sang ketua kelas mengumumkan informasi yang membuat Refi mampu bernapas lega.

Jika begini, dia tidak perlu absen jam pelajaran pertama. Padahal Refi hanya butuh beberapa menit supaya keadaannya kembali pulih, tetapi guru mata pelajaran memintanya untuk di UKS sampai jam pelajaran usai. Setelahnya, guru itu akan repot-repot memberikan hasil print out atau file rangkuman bab yang mereka pelajari pada pertemuan itu. Refi kurang suka diistimewakan, itu bisa menimbulkan kecemburuan sosial.

Menoleh ke arah Fauzan yang mulai mengeluarkan satu per satu alat tulisnya, Refi hanya bisa menghela napas. "Gue kayaknya mau ke UKS bentar, deh. Kepala gue pusing. Nanti kalau ada guru tanya izinin, ya," pesan Refi sebelum akhirnya berlalu pergi setelah mendapat jawaban berupa dehaman dari Fauzan.

***


Refi membaringkan tubuhnya di UKS. Dia langsung menghela napas saat punggungnya berbenturan dengan kasur UKS yang empuk. Susah payah dia menahan agar tubuhnya tidak ambruk ke lantai, berharap tenaganya cukup sampai ke UKS.

"Sakit apa, Kak? Nih, gue buatin teh hangat, kebetulan tadi buat adek kelas, tapi dia udah sembuh dan ternyata lo yang di sini."

Menoleh ke arah suara, Refi terpaku sejenak memperhatikan wajah gadis berambut pendek di depannya. Tampak imut sekali, ditambah kulit putih dan pipi yang sedikit tembam.

"Makasih." Refi menerima teh hangat yang Jenisa sodorkan, sementara gadis itu hendak pergi, tetapi Refi meminta untuk menemaninya.

Walau merasa agak bingung, Jenisa yang merupakan fans Refi tentu saja dengan senang hati menemani. Dia menarik kursi untuk duduk di dekat ranjang Refi, memperhatikan sesekali laki-laki yang tengah menyeruput teh hangat buatannya. Dalam hati dia berharap rasanya tidak mengecewakan.

Refi menyodorkan kembali teh hangat yang baru saja dia minum ke arah Jenisa. "Terlalu manis kalau selera gue," ucapnya sambil menarik selimut lebih tinggi, menutup hingga dadanya, lalu dia membalikkan badan membelakangi Jenisa, berusaha untuk terlelap dalam tidurnya.

"Kalau gitu gue ke sana dulu, Kak." Jenisa bangkit karena merasa Refi sudah tidak butuh teman.

Berbalik badan menghadap Jenisa, Refi kembali duduk. "Iya, gue juga bentar lagi mau balik. Tugas gue belum selesai."

Nada bicaranya memang datar, tetapi ini suatu kemajuan. Refi tak lagi berbicara pendek seperti biasanya. Namun, ada satu hal yang berputar-putar di otak Jenisa. Refi tadi bilang apa? Tugasnya belum selesai? Astaga, dalam keadaan wajah pucat seperti mayat hidup ini dia masih sempat memikirkan tugas? Demi apa pun, kalau Jenisa jadi Refi, dia sudah tidur seharian penuh di atas ranjang, meminta surat izin agar boleh pulang lebih awal.

Tak ingin semakin bingung, Jenisa pergi meninggalkan Refi. Biarkanlah saja dia dengan segala tugas-tugasnya. Jenisa salah memilih tempat untuk hatinya singgah. Refi terlalu sibuk pada tugas.

Sementara itu, menit berikutnya Refi keluar dari UKS, meninggalkan ruangan berbau obat-obatan itu, bersiap melatih otaknya kembali. Tepat setelah kepergian Refi, Rafi datang dengan alasan pusing supaya bisa bertemu dengan kasur, hal yang paling dia sayangi.



_______________________________

Karena update-nya sekarang, bukan kemarin, aku ucapin sekarang aja. Minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin. Selamat hari raya idul fitri bagi yang merayakan.

Hm, mood nulisku baru balik pas malem. Entah kenapa sejak sekitar seminggu ini aku mengalami gangguan tidur.

Ya udah, di bab ini aku bakal mulai bangun feel dan interaksi antara Refi dan Jenisa. Kasian amat Jenisa kalau feel-nya Refi malah ama Fauzan wkwk.

Foreign Accent Syndrome [COMPLETED ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang