Chapter 23 - Bloom

3.2K 196 0
                                    

Pacaran dengan Kris itu menyenangkan. Tidak ada perubahan yang signifikan antara sebelum dan sesudah kami pacaran. Mungkin karena dari awal kami sudah berteman, jadi sudah terbiasa satu sama lain. Kami sama – sama bukan tipe yang posesif dengan pasangan, yang harus setiap waktu chatting atau bertemu setiap hari.

Perubahan yang cukup signifikan di antara kami hanyalah masalah panggilan. Kris yang memang dari awal sudah ber-aku-kamu khusus denganku sih tidak masalah. Nah, aku jadi ikut menggunakan aku-kamu ke dia. Kadang masih sering keceplosan sih pakai gue-elo. Selain sebutan aku-kamu itu, kami juga ada panggilan kesayangan khas orang pacaran. Dan... semua itu karena permintaan dari Kris.

"Jadi besok ya Mbak kita lunch bareng. Di Ivy aja gimana?" Suara Wendy dari ponselku yang di-loadspeaker terdengar jelas. Aku sedang dinner dengan Kris saat Wendy meneleponku.

"Iya, besok oke," Aku mengiyakan ajakan Wendy.

"Kalo Abang mau ikut, ajak aja sekalian," Ujar Wendy dari seberang telepon.

Sejak aku resmi pacaran dengan Kris, hubunganku dengan adik – adiknya juga semakin dekat. Terutama Wendy. Mark juga jadi sering mengajakku ngobrol.

"Ini teleponnya Mbak loadspeaker lho, Wen," Ujarku sambil menatap Kris yang dari tadi diam saja mendengar percakapan aku dan Wendy di telepon. "Kris, kamu besok mau ikut gak aku sama Wendy lunch?" Aku bertanya pada pacarku itu.

Kris menggelengkan kepalanya. "Gak deh, kalian aja. Nanti kalau mau, aku jemput kalian,"

"Tuh udah denger sendiri kan. Jadi cuma kita berdua aja, Wen," Aku kembali berbicara ke Wendy di telepon.

"No problem. Kita bisa girl's time, Mbak. Ya udah itu aja deh ya, gak mau lama – lama ganggu dinner kalian. See you tomorrow, Mbak," Setelah saling mengucapkan salam, aku mematikan panggilan telepon dengan Wendy.

"Kamu kenapa, Kris? Kok diem aja sih?" Aku memperhatikan wajah Kris dengan seksama. Dari tadi Kris tidak banyak bicara. Well, Kris memang pendiam, tapi malam ini dia lebih pendiam dan berbeda dari biasanya.

Kris menghentikan kegiatan makannya. Ia meletakkan sendok dan garpu lalu meneguk minumannya. Aku mengamati gerak – gerik Kris dan menunggu ia merespon pertanyaanku. Setelah mengelap bibir dengan tissue, Kris menatapku dengan ekspresi serius. Kalau Kris sudah memasang ekspresi begini, aku sudah tahu dia pasti ingin bicara sesuatu yang penting.

"Aku boleh gak minta sesuatu dari kamu?" Kris memulai.

"Minta apa? Asal jangan aneh – aneh aja," Aku jadi deg – degan dengan permintaan apa yang Kris inginkan dariku ini.

"Boleh gak sih kalo kita punya panggilan spesial? Maksudku, kayak manggil pasangan dengan sayang, baby, atau apa gitu. Masa kita udah pacaran gini manggilnya sama aja kayak manggil temen," Kris mengutarakan keinginannya.

Aku diam sejenak untuk mencerna permintaan Kris barusan. Lalu terkikik geli karena tidak menyangka pacarku ini kadang bisa bertingkah menggemaskan. "Ooo... diemnya karena ini nih. Jadi kamu mau panggilan spesial apa? Sayang? Say? Bey? Cinta?" Godaku.

"Terserah kamu. Asal lebih affectionate gitu. Apalagi kamu selama ini manggil aku Kras-Kris-Kras-Kris aja. Gini – gini aku lebih tua lho dari kamu," Kris mengulurkan tangannya untuk mencubit pipiku.

Pada akhirnya, aku menuruti permintaan Kris tentang panggilan spesial itu. Ia membebaskanku memilih panggilan spesial untuknya. Meskipun begitu, Kris paling suka kalau aku memanggilnya dengan sebutan 'Abang' sama seperti Wendy. Entah alasannya kenapa dan aku tidak pernah bertanya. Panggilan 'Abang' itu biasanya kugunakan kalau aku menginginkan sesuatu atau untuk menarik perhatian Kris.

GEORGINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang