Lokasi pet shop yang ingin kami kunjungi tidak terlalu jauh dari perumahan tempat tinggalku. Letaknya di kompleks perukoan yang diapit apotek dan minimarket. Rukonya sendiri terdiri dari tiga lantai. Lantai dasar adalah toko yang menjual semua keperluan hewan peliharaan. Lantai 2 dan 3 untuk klinik hewan dan grooming salon.
Mbak Sita, resepsionis pet shop, menyapa ketika kami masuk. Dia langsung mengenaliku karena memang sudah langganan disana. Kris memperhatikan sekeliling sambil menenteng kedua kargo kucing kami. Setelah memilih perawatan apa saja untuk hewan peliharaan kami itu, Gara dan Romeo langsung dibawa ke lantai 2.
"Kamu sering kesini ya? Orang disini pada kenal sama kamu. Dokter hewannya tadi sampe manggil kamu itu Mbaknya Gara," Kris bertanya ketika kami sedang menunggu kucing-kucing diperiksa.
Aku mengangguk. "Setiap bulan gue selalu bawa Gara kesini. Entah itu periksa kesehatan, vaksin, grooming dan lain lain. Pet shop ini terbaik deh," aku promosi dengan cuma - cuma.
"Tapi kenapa dokternya mesti manggil aku papa Romeo sih? Sedangkan kamu dipanggil mbaknya Gara? Kenapa aku ga dipanggil abangnya Romeo? Diskriminasi ini,"
Aku menoleh ke arah Kris. Ini kejadian yang langkah! Aku bisa menyaksikan bagaimana Kris Martin ngomel-ngomel perihal dipanggil Papa, bukannya abang! Aku hanya menggelengkan kepala sambil nyengir sebagai respon.
Setelah divaksin, Gara dan Romeo dipindahkan ke grooming salon di lantai yang sama untuk merawat penampilan dan kebersihan mereka. Aku dan Kris menunggu di lounge. Kami duduk berdampingan. Ada beberapa pengunjung yang juga sedang menunggu sehingga ruang tunggu pet shop saat itu cukup ramai.
"Ngomong - ngomong selain fasilitas grooming, disini juga ada fasilitas mating lho. Kalo udah waktunya kawin, boleh tuh Romeo dicariin jodoh disini," Aku memberi info kepada Kris selagi menunggu. "Gara masih belum bisa, jadi gue belum nyobain fasilitas itu,"
"Romeo juga belum cukup umur. Masih bocah dia. Kamu ga berpikiran mau kebiri Gara?" Kris menoleh padaku.
"Gue ga tega," Ucapku sambil meringis.
Selagi menunggu, aku menyibukkan diri dengan membaca majalah yang ada di lounge. Sedangkan Kris beralih fokus pada ponsel. Untungnya kucing kami tidak terlalu lama dimanjakan. Gara dan Romeo terlihat lebih kinclong dari sebelumnya.
Aku tidak tahan untuk memeluk dan menciumi Gara dengan sayang. "Duh... kesayangannya mbak udah ganteng,"
Kris tertawa pelan. "Kamu aja memanggil diri sendiri mbak tuh sama Gara,"
Aku nyengir. "Iya nih. Supaya akrabnya dapet. Cobain deh sama Romeo. Anggap diri lo itu kakaknya Romeo," saranku.
"I don't know, it sound weird," Kris menggelengkan kepala. "Lagian aku sudah cukup punya dua adik,"
Kami pun menuju kasir untuk membayar tagihan perawatan kucing kami. Aku bergerak cepat untuk membayar lebih dulu supaya Kris tidak membayar semua tagihan. Memang terkesan ge-er, tapi daripada kebablasan seperti kemarin. Kan lumayan mahal biaya perawatan hewan dan ga enak kalau dibayarin lagi.
"Jadi kemana kita selanjutnya, Na?" Tanya Kris sambil menatapku dengan penuh harap.
Romeo juga menatapku dengan pandangan paling innocent dan penuh harap seolah mendukung pertanyaan owner-nya.
🌼🌼🌼🌼🌼
Aku mengajak Kris ke taman. Hanya saja lokasinya sudah bukan di dekat lingkungan perumahanku lagi. Taman tersebut memiliki area off-leash hewan peliharaan. Dengan ketentuan harus masih dibawah pengawasan sang pemilik. Ada area khusus kucing, anjing dan burung.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEORGINA
RomansaIni cerita tentang Georgina. Nana, begitu panggilannya, adalah gadis ceria dengan 'resting bitch face'. Ekspresi garang menjadi ciri khasnya. Sehingga ia sering disangka berwatak dingin, jutek dan galak. Tapi dibalik senyum dingin dan tatapan tajam...