Chapter 26 - Kepo 2.0

2.5K 199 3
                                    

Hari minggu ini aku masih disibukkan dengan rangkaian acara dari pernikahan Mbak Jihan dan Mas Harris yaitu resepsi. Acaranya berlangsung di Ballroom Hotel Harris Vertu Harmoni. Sejak pagi, aku sudah sibuk jadi MUA dadakan mendandani Bunda dan Mbak Vina. Khusus resepsi ini, semua keluarga diberi seragam. Yang perempuan kompak memakai seragam kebaya merah yang dipadukan dengan kain batik coklat, sedangkan yang laki - laki mengenakan beskap merah yang juga dipadukan dengan kain batik coklat plus blangkon.

Pesta resepsi ini sangat meriah. Banyak pejabat, selebriti dan beberapa orang tersohor di negeri ini diundang dan datang ke acara ini. Maklum keluarga kedua mempelai sama - sama keluarga dokter terkenal di Jakarta. Karena banyak potensi 'cuci mata', dari tadi aku tak henti berselancar menjelajahi setiap sudut ballroom. Kapan lagi bisa melihat kalangan 'beautiful people' secara dekat. Liat saja tadi ada pasangan Chico Jerico dan Putri Marino, lalu ada dedek gemes Dylan alias Iqbal Ramadhan dan ada Pevita Pearce yang cantiknya luar biasa.

"Laporan sama Kanjeng Ratu yok," Mbak Vina mengajakku, Gio dan Kak Chandra menghampiri seseorang yang tengah duduk di kursi roda di area VIP.

Kanjeng Ratu yang dimaksud adalah Nenek kami, ibu dari Ayah. Nenek sudah berumur 78 tahun dan kemana - mana harus menggunakan kursi roda karena sudah tidak terlalu kuat berjalan terlalu lama. Ia tinggal dengan adik perempuan Ayah yang paling bungsu. Ada suster yang khusus dipekerjakan untuk membantu Nenek. Hanya acara - acara penting seperti ini sajalah Nenek baru hadir mengingat keadaan Nenek yang rentan karena sudah manula.

Kakek sudah meninggal ketika aku duduk di bangku SMA. The Izaldi Clan terdiri dari tiga anak laki - laki dan dua anak perempuan. Anak pertama adalah Uwa Rina, mamanya Kak Jihan. Ayah adalah anak kedua, tapi anak pertama laki - laki. Anak ketiga adalah Oom Galih yang beristri Tante Anna. Lalu anak keempat adalah Oom Gandhi yang beristri Tante Cindy, dan terakhir yang paling bungsu adalah Tante Kinanti.

"Nenek!" Sapa kami bertiga dengan kompak.

"Halo cucu - cucu Nenek!" Sahut Nenek sambil tersenyum bahagia. Suaranya sudah parau. Penglihatan Nenek pun sudah mulai kurang. Tapi hebatnya pendengaran Nenek masih berfungsi dengan baik.

Kami bertiga bergantian mencium tangan, memeluk dan mencium Nenek. Wangi nenek yang khas seperti campuran rempah - rempah langsung menyambut indera saat aku memeluk dan menciumnya.

"Nenek kapan sampai dari Bandung?" Tanya Mbak Vina.

Nenek memang masih menetap di Bandung bersama Tante Kinanti, meskipun anak - anaknya yang lain sudah hijrah semua ke Jakarta. Selain karena Bandung merupakan kampung halamannya, Nenek sangat menyukai cuaca dan suasana kota itu. Tiap lebaran, liburan atau sekedar long weekend kami biasa kesana untuk mengunjungi Nenek.

"Kemarin siang sama Tante Kinanti-mu," Jawab Nenek sambil mengusap - usap tangan Mbak Vina.

"Nginep di Harris atau Yello?" Tanya Mbak Vina lagi.

"Di Harris," Nenek tersenyum kecil.

"Nginep rumah kami dong, Nek," Rengek Gio sambil mendekat ke sisi Nenek.

Nenek berpaling ke Gio. "Kalau nginep rumah kalian nenek mau tidur dimana?"

"Tidur sama Nana dan Mbak Vina dong," Jawabku cepat.

"Tante, Oom sama sepupu - sepupu kalian mau tidur dimana?" Tanya Nenek lagi.

"Kan kami cuma ngajak Nenek nginep di rumah. Yang lain tetap di hotel aja," Sahut Mbak Vina sambil cengengesan.

Nenek hanya geleng - geleng kepala. "Nenek liat tadi neng geulis bawa temen? Gak mau dikenalin sama Nenek teh?" Tanya Nenek sambil mengusap pipi Mbak Vina.

GEORGINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang