"Nana, sini!"
Tante Elena memanggilku untuk duduk di sebelahnya di sofa panjang ruang keluarga. Di pangkuannya sudah ada sebuah album foto berukuran besar. Seperti janjinya, setelah makan siang bersama dalam rangka merayakan ulang tahun Om Erik, beliau akan mengajakku bernostalgia tentang zaman dulu.
Aku segera mengambil tempat duduk di sisi kanan Tante Elena.
"Mommy ketemu dimana album itu?" Tanya Om Erik yang mengambil duduk di sisi kiri Tante Elena.
"Di rak study room kita," Jawab Tante Elena sambil membuka cover album di pangkuannya.
"Wah mau mulai nostalgia nih," Tegur Mark yang datang bersama Kris dari arah musholah pribadi di rumah ini. Keduanya baru menunaikan sholat Zuhur. Masih ada sisa – sisa air wudhu di bagian depan rambut mereka.
Duh... emang lelaki sholeh idaman banget deh duo Martin Brother ini! Wajar kalau banyak dipuja para kaum hawa. Sayangnya satu sudah ada yang punya. Krissy is mine! Ada yang mau adopsi Mark jadi pasangan gak nih? Physically mereka sebelas dua belas sih. Cuma menang tinggi Kris aja dikit. Selebihnya karbon kopi.
Duo Martin Brother itu mengambil duduk di masing – masing lengan sofa. Kris duduk pada lengan sofa di sisiku, sedangkan Mark di lengan sofa sisi Om Erik.
"Ikuuutttt!!!" Wendy berseru dan berlari ke arah kami. Ia memilih duduk di pangkuan Om Erik karena tidak ada spot lain lagi yang bisa diambil.
Kami berenam berkerumun di sofa panjang ruang tengah kediaman keluarga Martin demi ingin bernostalgia dengan kenangan yang tersimpan dalam album foto di pangkuan Tante Elena. Tante Elena membuka tiap halaman yang berisi foto – foto zaman dulu sambil menjelaskan kejadian di baliknya. Sesekali Om Erik juga menimpali bercerita. Aku, Kris, Mark dan Wendy menyimak.
"Ini foto zaman kuliah Daddy sama Ayahnya Nana nih. Sama – sama mahasiswa ITB," Tante Elena menunjuk foto Om Erik versi muda yang sedang berangkulan dengan Ayah versi muda juga.
"Kami satu kos. Anak rantauan Garut dan Surabaya ternyata bisa nyambung lho! Ditambah jurusan kami juga satu frekuensi. Arsitektur dan Sipil adalah jurusan yang tidak akan pernah terpisahkan," Om Erik menambahkan cerita.
"Kami magang kerja praktek di kontraktor yang sama dulu. Terus awal karir, Om langsung diminta untuk bantu merintis Martin Corp. Dulu Martin Corp belum sebesar sekarang. Ayah kamu kerja di konsultan arsitek Han Awal. Kami sempat lost contact waktu itu. Baru ketemu lagi pas Martin Corp menang tender tower rent office dan arsitek yang desain adalah Gibran Izaldi. Ternyata Ayah kamu sudah buka praktek konsultan sendiri. Bermula dari situ, Martin Corp sering rekanan dengan Gibran Izaldi. Kantor Pusat Martin Corp kan rancangan Ayah kamu. Sempat dapat penghargaan dari IAI* dulu," Om Erik bercerita panjang lebar.
Aku hanya manggut – manggut mendengar ceritanya. "Tahun berapa ya itu, Om?"
Om Erik dan Tante Elena tampak berpandangan.
"Tahun berapa ya? Mungkin sekitar tahun 20xx. Kalau gak salah Kris baru masuk SD. Mark masih TK, sekelas sama Nana. Wendy masih piyik banget itu," Om Erik mengusap puncak kepala Wendy dengan sayang.
"Eh siapa nama kakak sama adiknya Nana?" Potong Tante Elena.
"Kakak Nana namanya Vina. Kalau Adik namanya Gio, Tante," Aku menyebutkan nama kedua saudaraku itu.
"Nah iya, Vina yang sekelas sama Kris ya!" Sahut Tante Elena girang. "Gimana dia sekarang? Masih suka manjat pohon gak?"
Kami semua sontak tertawa mendengar pertanyaan Tante Elena barusan. Well, Mbak Vina memang dulu agak tomboy sih.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEORGINA
RomanceIni cerita tentang Georgina. Nana, begitu panggilannya, adalah gadis ceria dengan 'resting bitch face'. Ekspresi garang menjadi ciri khasnya. Sehingga ia sering disangka berwatak dingin, jutek dan galak. Tapi dibalik senyum dingin dan tatapan tajam...