Sekelumit tapi sakit.
Seolah-olah otakku menggelembung dan akan meledak seperti baterai. Rasanya berat sekali sampai-sampai kakiku lunglai. Jika mendapat sekilas ingatan saja sudah semelelahkan ini, bagaimana nanti aku saat aku mengingatnya dengan utuh?
… bila itu mungkin.
Aku yakin itu ingatan. Saat aku hidup. Baju yang gadis itu kenakan sama telak dengan yang kupakai kini. Tapi dia berdiri di atas pagar jembatan? Bunuh diri? Aku?
"AGH!" Datang-datang, Haechan langsung termundur mengusap-usap tembok.
Kepasang wajah sinis. Rupanya dia belum terbiasa dengan kehadiranku. Aku sengaja merentangkan kaki dan tanganku agar tidak ada lagi ruang di kasur untuk Haechan.
"Kenapa teriak?" Tapi kedatangan Jaemin otomatis membuatku beringsut membenarkan posisi jadi seanggun mungkin. Kuabaikan kernyitan penuh penghinaan dari Haechan.
"Ada hantu," tunjuknya terang-terangan.
Oke, jangan memaki. Orang-orang seringnya tidak bisa membedakan yang dikatakan Haechan itu serius atau bercanda.
"Dimana?" Jaemin meladeni sembari berjalan lurus ke arah lemari. Urusannya datang kemari tampaknya adalah tumpukan pakaian itu.
"Itu, di kasur."
"Oya?" Setahuku Jaemin tidak takut hantu, beda halnya dengan Jisung. Seandainya Jaemin yang bisa melihatku, betapa bahagianya. "Nggak ada apa-apa, kecuali tas yang baru kamu lempar itu."
Anak itu memang harus ditegur. Tidak ada sopan-sopannya.
"Yang rapi dong, Chan. Seora Noona 'kan ngecualiin kamar-kamar kita dari acara bersih-bersih. Kamu kudu rapiin sendiri," lanjut Jaemin, melelehkanku nyaris sempurna. Tidak salah kalau ada yang bilang Jaemin adalah 'ibu' grup ini.
"Udah deh, ah. Aku mau mandi. Masih mau tetep di sini?"
"Bentar, ini lemarimu berantakan banget."
Haechan menggelang. "Aku bukan nanya ke kamu. Ke setan yang tadi."
Aku terhenyak. Marah dan memerah. Dia selalu membuat seakan aku yang paling mesum!
Celingukan kiri-kanan, kutemukan komputer tak berdosa yang bisa jadi strategi balasan. Kebetulan letaknya menempel pada tembok. Terobos!
"Molla!"
Aku terbahak puas mendengar teriakan dari kamar yang kutinggalkan. Bagaimanapun, tampilanku masih manusia. Sekilas, akan kelihatan seakan komputer itu pasti ringsek ditabrak olehku. Rasakan!
Tapi, sekarang apa? Aku terlampau malas untuk jalan-jalan lagi. Aku belum siap menemukan potongan ingatan dan kemudian pingsan kembali.
Jaemin ada di kamar Haechan, lalu member yang lain? Ini baru beranjak pukul sembilan, terlalu awal untuk tidur. Ugh, sebenarnya apa jadwal yang mereka jalani hari ini?
Ruangan lenggang sama sekali. Aku terus berjalan menuju dapur dan langsung berdecak, antara kagum dan penasaran melihat keberadaan manager wanita yang tadi siang. Siapa namanya kata Jaemin tadi? Seo-Seora? Staf-staf kebersihan memanggilnya Manager Shim. Jadi lengkapnya, Shim Seora-nim?
Dia datang lagi atau memang belum pulang? Aku tidak tahu jawabannya. Selepas pingsan, aku terus mendekam di kamar Haechan untuk memulihkan diri.
"Noona?"
Dia menoleh, aku juga. Jeno. Aih, gantengnya.
"Sedang apa?" Dia dengan kacamata bertengger di hidung melangkah mendatangi.
"Aku akan segera pergi."
"Stok makanan, ya?" Jeno menebak. Kalau dilihat dari berbagai bungkus produk yang berserakan di meja, sepertinya benar. "Ada yang bisa kubantu?" tawarnya setelah menandaskan segelas air.
"Tidak, jangan. Sebentar lagi selesai."
Jeno tampaknya tidak mendengar. "Susu-susu disimpan di kulkas, 'kan?"
Wanita itu cepat-cepat meninggalkan kesibukannya.
"Aku bisa membantu kok?" protes Jeno, tidak terima digusur begitu saja dari depan kulkas.
"Kamu istirahat saja," larangnya tanpa berbalik seinci pun.
Kuamati Jeno membuang napas. "Yang capek kan bukan cuma aku. Noona juga bekerja keras seharian ini. Biarkan aku ikut membantu."
"Tidak perlu. Ini sudah tugasku."
"Kalau begitu, roti dan selai biar ku—"
Blam. Aku menelan ludah. Sejak kapan suara kulkas ditutup jadi mengintimidasi begini?
"Jeno-sshi," sela Manager Seora. "Tolong letakkan itu."
Kali ini, dosis kesabaran Jeno sepertinya mulai habis. Aku juga jelas akan tersinggung kalau niat baikku ditanggapi sebegitu dinginnya.
Dia meletakkan roti dan yang lainnya sesuai perintah, lantas maju satu langkah; berbisik kacau. "Tidak cukup hanya menolakku, sekarang Noona juga menghindariku?"
GAH.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] See You When You Can See Me
Fanfiction"sedekat ini, tapi sejauh itu pula." aku terbangun di dorm orang-orang yang sangat kusayangi. tapi sebagai hantu yang hanya bisa diam-diam tersenyum memerhatikan dari jauh. ah, ceritaku tidak secreepy itu kok. malah mungkin-sedikit kelebihan gula...