Semuanya terjadi dalam sekedip.
Haechan memandangku kaget, takut, lalu dengan cepat berganti marah. Dia mendadak meninju sakelar dan berdiri spontan, mencampakkan selimut ke lantai. Sinar kekuningan lampu tidur yang bertukar dengan cahaya putih terang lampu kamar, membuatku bisa melihat dengan jelas ekspresi aneh Haechan.
Itu... jijik? Pa-padaku?
"Kau!" bentaknya, berjalan mundur.
Sumpah, aku yakin tidak pernah melihat Haechan begini bahkan mungkin saat aku masih hidup.
"Aku sungguh muak!" Haechan meremas rambutnya keras sampai aku nyeri sendiri. "Keterlaluan! Biarpun ayahmu kaya, aku tidak bisa menoleransi yang ini!"
Loading terjadi di kepalaku.
"Ini jelas kriminal! Aku akan menuntut-"
"Kau salah paham!" Saat itu, aku yang baru bisa memproses keruwetan ini tergesa-gesa menyela. "Aku bukan sasaeng!"
"Kau bisa membela diri sepuasnya nanti," geram Haechan. Tangannya meraba-raba saku celana dan tiba-tiba menatap ke arah ranjang yang ada di antara kami. Ponsel. Dia mencari ponsel!
Refleks, aku menyimpan tanganku di atas ponsel hitam yang tergolek di pinggir bantal. Tentu saja aku tidak bisa mengambilnya sama sekali. Yang ada malah jemariku lewat menembus kasur. Ini hanya gertakan.
"Dengarkan aku dulu, tolong," mohonku sungguh-sungguh.
"Menjijikan," dia mencela tak main-main. Kalau tuduhannya benar, aku pasti sudah tersinggung dan mengadu pada ayahku yang kaya agar menjadikan hidup Haechan menderita.
"Diam di situ, jangan coba-coba kabur. Ini lantai tiga dan di luar ada CCTV. Biarpun tertangkap, ayahmu bisa mengurangi hukumannya 'kan? Menggelikan."
Ya Tuhan, aku lebih suka Haechan cepat-cepat menyadari kalau aku ini makhluk yang bisa terbang dan takkan terekam CCTV!
"Kau bodoh juga ya?" erangku.
"Kau sendiri tidak tahu malu. Aku akan keluar dan mengurungmu sampai polisi datang."
Baiklah. Permalukan dirimu sendiri sana.
... tapi aku tidak bisa diam saja karena aku sayang dia!
"Ka-kau mau apa?!"
Splash!
Aku terduduk, menutup wajahku. Kalian tahu seberapa dahsyatnya putaran kebiasaan? Biar bagaimanapun, aku telah menjalani hari sebagai manusia jauh lebih banyak daripada sebagai hantu (aku yakin aku bukan hantu bayi!).
Makanya, tadi aku hanya berniat menghentikan Haechan keluar dari kamar, tapi tenagaku kelewatan sampai aku malah menembus Haechan beserta pintu di belakangnya. Kini, aku terduduk di luar pintu seperti hantu bodoh.
Begitu pintu terbuka lengkap dengan wajah ngeri Haechan, aku seketika menoleh dengan kesal.
"Lihat? Aku bukan sasaeng. Aku hantu. Setan! Paham?" gerundelku.
***
"Baiklah, cukup."
Aku berhenti dan memasang raut capek. Tau apa yang sedang kulakukan sedari tadi? Atas perintah Yang Mulia Haechan, aku harus bolak-balik menembus tembok. Dia benar-benar kurang ajar meragukan kredibilitasku sebagai setan.
"Sudah percaya?" rengutku, berjalan ke arahnya yang tengah duduk di kursi mungil yang sepaket dengan nakas.
"Sembilan puluh lima persen."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] See You When You Can See Me
Fanfiction"sedekat ini, tapi sejauh itu pula." aku terbangun di dorm orang-orang yang sangat kusayangi. tapi sebagai hantu yang hanya bisa diam-diam tersenyum memerhatikan dari jauh. ah, ceritaku tidak secreepy itu kok. malah mungkin-sedikit kelebihan gula...