"13... 4876," Haechan mengeja, mengetikkan angka yang diberikan managernya dari seberang telepon. Suaranya memang tetap sopan, tapi air mukanya siap membumihanguskan satu boygrup.
"Salah, Hyung. Udah, aku udah telepon mereka, tapi nggak diangkat. Oke, oke, ditunggu ya."
Pipiku menggelembung menahan tawa. Seringkali, momen paling kompak NCT Dream adalah saat mereka yang pernah menjadi korban tingkah-polah Haechan bersatu untuk membalas dendam.
Tunggu, apa para member benar masih tidur?
"Bentar, ya," pamitku tersenyum, lalu menyusup ke dalam. "Astaga!"
Nyatanya, aku tak perlu susah payah mengecek satu-satu. Sebab tepat di balik pintu Renjun sedang berjinjit, mengintip melalui lubang pengintip. Dia membekap mulut, mencoba tak mengeluarkan suara ataupun tawa.
Bahkan begitu aku menembus tubuh Renjun, terdapat Jeno yang siaga dengan telepon di telinganya. Matanya fokus pada layar interphone, kelihatan geli.
"Iya, jangan khawatir, Hyung. Ini aku baru bangun, mau keluar kamar," ujar Jeno. Mungkin telepon dari manajer yang dimintai tolong oleh Haechan tadi. Baru bangun? Keluar kamar apanya? Wajah malaikat seperti Jeno bisa berdusta juga ya.
Pintu digebrak lagi. "Ya! Aku tau kalian di sana! Buka nggak?" Kemudian, bel pintu ditekan berulang-ulang.
"Ya ampun, berisik." Satu lagi manusia bertampang ngantuk keluar. Rambut Chenle awut-awutan. Dia lantas bergabung di karpet bulu tempat Jaemin sedang selonjoran memeluk boneka yang lebih besar dari badannya sendiri.
Belum lengkap. Penasaran, aku berjalan melewati Jeno dan berbelok ke kamar maknae. Pintunya setengah terbuka, bekas Chenle tadi.
Jangan bilang dia... iya, Jisung masih tidur dalam damai. Keributan di luar diatasinya dengan masuk ke dalam selimut.
Benar-benar tipikal bungsu....
"Kodenya tanggal lahir seseorang yang Renjun sayang!"
Apa? Bagaimana?
Aku langsung kembali ke ruang depan. Apa maksud Jeno barusan adalah kombinasi angka kodenya?
"Hah? Kenapa aku kudu tau itu?"
"Supaya bisa masuk," jawab Renjun yang ikut menjawab melalui interphone, lempeng.
Haechan menyumpah. Dia juga tahu itu. "Yang disayang—ah! Aku tau!"
Kulihat Jeno dan Renjun berpandangan. Mereka jelas tak suka kalau Haechan bisa menjawab secepat ini. Teman sejati memang seperti itu, Kawan.
"Lah, kok salah?!" protesan yang terdengar memancing senyum jahat di wajah Jeno.
Lain halnya, Renjun memicing curiga. "Kau masukin angka apaan?"
"Tanggal lahirku dong."
Dia seketika menutup wajah. "Nggak usah gede rasa bisa?!"
"Ya mana kutau?!" timpal Haechan, sewot.
Chenle tertawa kecil sementara matanya tetap terpejam. Masih ingin tidur, tapi sepertinya tak rela ketinggalan momen langka ini.
"Pelan-pelan. Ini orang yang kamu sayang juga kok," sela Jeno berusaha menengahi.
"Dah, udah, biarin aja dia di luar selamanya Jen." Tanpa keterangan nama, hanya ada satu orang yang bisa mengucapkan hal sadis begini. Yap, betul dia.
"Orang yang kusayang? Dan Renjun sayang juga?" Haechan tidak menghiraukan. "Kalau jawabannya Mark Hyung jijik banget sih ini. Kulupa lagi kapan ultahnya. Bentar, googling dulu."
Kalau aku manusia, perutku pasti susah sakit karena kebanyakan tertawa. Jisung benar-benar rugi tidak menyaksikan ini.
"Wah salah. Aku 'kan sayang Mark Hyung, berati Injun yang nggak. Ok sip."
Sudah kuduga Haechan tetap bisa membuat siapapun darah naik meski dalam posisi 'tertindas'. Renjun sampai menggumamkan sesuatu yang perlu disensor. Bangsat katanya.
"Wut! Aku tau, aku tau! Kalian bakal dihujat kalau tebakanku kali ini salah!" Suaranya berganti riang. "120620... 17," Haechan mengetikkannya dengan nada yakin.
"Akhirnya selesai juga," Renjun berbalik sambil mengusap dada. Air mukanya lelah bak habis maraton tiga kilo. "Gampang 'kan? Makanya, mikir—"
"Astaga!" Haechan lebih dulu menyambar dengan nada dramatis. "Apa-apan ini? Mana ada yang lebih kusayang lagi?!"
"Salah, soalnya masih gedean rasa sayangku," Jaemin menyahut—masih sambil rebahan, terkekeh. Soal begini dia paling tanggap. Dasar kerdus.
"Eh apa?" Renjun menoleh bingung. "Kodenya bukan ultah Sijieun?"
Oh tidak.
Pesan moral hari ini; jangan merasa aman sedetik pun jika dikelilingi teman-teman macam serigala berbulu domba.Jeno senyum-senyum, menunjuk ke arah karpet bulu. "Idenya mereka."
Dua orang di sana mengacungkan jempol, nyengir.
"Apaan sih!" serobot Renjun. "Apa kodenya? Siapa yang aku sayang?"
Nah kan, dia bingung sendiri.
"Kok bego sih!" Aku bisa membayangkan Haechan sedang terpingkal memegangi perutnya. "Love you, Dream!"
"Kodenya 12-06-2017! Lo yakin nggak salah masukin?" Renjun berteriak.
"Salah bodoh!"
"Hyung, sampai sini masih belum bisa nebak? Hint-nya bener kok, tanggal lahir orang yang Hyung sama Renjun Hyung sayang!"
Hei, aku juga jadi penasaran kalau begini! Siapa? Bukan seorang gadis, 'kan? Jangan dong, aku belum siap.
Atau mungkin jawabannya ngawur seperti ulang tahun Jisung atau Chenle sendiri? Semoga. Ayo kita keluar dan cari tahu jawabannya.
Posisi Haechan yang hampir menempel pada pintu membuatku sedikit kaget. Sejujurnya, aku belum terbiasa menembus tubuh manusia. Terlebih mereka. Menyedihkan sih. Sedekat ini, tapi sejauh itu pula.
Jari Haechan yang mengetuk-ngetuk dahinya tiba-tiba berhenti. "Ah, kayaknya aku tau...."
Tunggu, ekspresi apa ini, Haechan? Dengan senyum misterius, dia mulai menekan tombol satu-persatu. Aku berdebar.
Tit. Tit. Tit.
Kombinasi angka itu....
Tak memberiku waktu mencerna, pintu sudah duluan terbuka dengan mulusnya. Menampilkan Renjun dengan wajah terkhianati dan Jeno yang langsung berpose selamat datang ala gentleman.
"Yo, congratulation, Hyung," sapa Chenle. Jaemin ikut melambaikan tangannya.
"Apa sih? Apa?" Renjun keluar untuk memeriksa papan monitor. Padahal dia tahu tidak mungkin mengetahuinya dari sana.
"Tenang aja, nanti kita ganti kayak semula," Jeno mengedipkan matanya.
Renjun menoleh ke dalam, terdiam sebentar, lantas mendadak menggulung lengan bajunya sampai siku. Bibirnya mengulas senyum manis. "Kalian sini deh, bentar."
"Jisung juga ikutan! Jisung!"
"Sini, kubilang!"
"Kenapa cuma aku yang dikejar! Jeno sama Jaemin Hyung gimana tuh!"
"Pasti kalian masukkin angka aneh-aneh kan!"
"Nggak kok! Sumpah Hyung, sumpah, aaagh!"
Di sisi lain, Haechan menggeleng-geleng dengan raut sangsi. "Renjun sih emang sayang, tapi kenapa kalian pikir aku juga sayang sama orang itu?" gumamnya tertawa kecil.
Oh, sial, hatiku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] See You When You Can See Me
Fanfiction"sedekat ini, tapi sejauh itu pula." aku terbangun di dorm orang-orang yang sangat kusayangi. tapi sebagai hantu yang hanya bisa diam-diam tersenyum memerhatikan dari jauh. ah, ceritaku tidak secreepy itu kok. malah mungkin-sedikit kelebihan gula...