🧷34

515 125 78
                                    

Nyaris 2000 kata, part terpanjang sejauh ini. Mohon dibaca pelan-pelan dan dengan perasaan :D

***

"Jadi, namamu Kang Ha Eun?"

Patah-patah, aku mengangguk. Duh, ini nyata?

"Senang bertemu denganmu."

"Kurasa cuma kau saja yang berkata senang ketika mengobrol dengan hantu," Haechan menyela lagi. Aku langsung memelototinya.

"Terserah kau. Aku penasaran, kalian sudah lama berteman?" Renjun bertanya lagi.

"Berteman apanya, dia yang tak bisa lepas dariku."

"Iya?"

Wajahku panas. Aku ingin menjadikan Haechan asinan dan memakannya bulat-bulat. Kemarin Mark, sekarang Renjun. Dia senang sekali merusak image-ku di depan para member.

"Tapi kau pernah uring-uringan dan terus-terusan bertanya apa kami benar tak mengalami kejadian aneh apapun di dorm. Saat itu, kau sedang mencari Ha Eun, 'kan?"

Eh?

"Kapan aku seperti itu?!"

Renjun mengangkat bahunya. "Tanya saja yang lain."

Haechan terlihat panik, tapi Renjun melanjutkan kalimatnya, "Kalau ada keributan, kau akan langsung datang dan bertanya 'ada apa? Apa kau melihat seorang wanita berambut panjang'?" Renjun menirukan gaya bicaranya itu. "Sewaktu bingkai tetiba pecah itu juga, ingat?"

Mulutku belum tertutup.

Artinya, saat Haechan mendadak kehilangan penglihatannya karena energi yang dia yang dia dapatkan dari kalung itu sudah habis.

Kukira, waktu itu aku frustrasi sendirian.

Seharusnya aku bisa menggunakan ini untuk menyerang balik Haechan, tapi bodohnua, mataku keburu menghangat. Aku sampai takut berkedip karena kurasa akan ada air mata yang jatuh.

"Kau juga ingat?"

Aku mengusap kelopak mataku, berusaha tersenyum. "Apanya?"

"Saat itu," Renjun memangku dagunya. "Kau ada di sana."

Senyumku mengecil. "Saat kapan?"

"Maksudmu?" Haechan menimbrung. Dia juga tak tahu hal ini?

"Yang memecahkan bingkainya." Selanjutnya, aku mendengar sorot mata Renjun yang melanjutkan; 'kamu, 'kan? Yang melakukannya.'

Kepalaku praktis mengarah pada Haechan. Kamu menceritakannya?

Tidak, dia menggeleng.

Renjun mengamati kami, lalu menjatuhkan bomnya. "Waktu itu, aku melihatmu."

Ruang tengah. Ya, ruang tengah.

"Ingat?"

"Ya, tapi...," aku mengedip-ngedip cepat. "Kenapa... tidak bilang?"

"Aku terlalu kaget dan ya, kau menghilang secepat yang kubilang sebelumnya. Dan aku jadi meragukan mataku sendiri."

"Molla," panggil Haechan, pelan. Dia tahu pikiranku benar-benar buntu dan aku membatu.

Saat itu. Ada apa dengan saat itu? Bukan hanya tubuhku yang bisa menyentuh benda-bingkai itu, tetapi aku juga bisa tertangkap mata manusia biasa? Apa alam sedang konslet?

Aku memejamkan mataku. Kurasakan sendiri urat-urat di atas alisku bekerja keras.

"... la..."

"... la."

[END] See You When You Can See MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang