Eighteen

2.7K 220 1
                                    

          Percaya atau tidak, pada akhirnya aku memenuhi perintah Brian. Ikut dalam seleksi untuk lomba sains tidak buruk juga, meskipun pada akhirnya aku harus mendengar suara-suara berisik dari Elise dan yang lainnya yang tidak setuju dengan keputusanku.

          Saat ini, aku sedang mempersiapkan diriku untuk tes yang harus ku jalani kurang lebih tiga puluh menit lagi. Sedangkan yang lainnya? Mereka sibuk menyusun barang-barang ke dalam tas masing-masing. Dan mengomel panjang lebar tentunya.

           “Kita akan mengadakan kemah tahunan besok pagi, dan kau masih sibuk dengan tes sialan itu?” Suara Kiara terdengar paling nyaring. “Come on, Cailsey! Kau harus mempersiapkan barang-barangmu!”

          Aku memutar mata dan mendengus bosan untuk yang kesekian kalinya. Aku tahu harusnya aku membereskan barang-barang yang harus ku bawa untuk berkemah besok, hanya saja ini terasa lebih penting. “Aku masih punya waktu malam ini.” sahutku dingin seraya memasukkan peralatan tulis ke dalam tas kecilku.

           “Oh ya? Kau yakin kau akan melakukannya dengan cepat? Ingat Cailsey, lampu akan mati lebih cepat malam ini, dan kau tidak mungkin absen makan malam, kan?”

          Elise benar. Jika makan malam selesai pukul delapan, dan lampu akan dipadamkan lebih cepat dari pukul  sembilan, itu artinya aku hanya punya waktu kurang dari satu jam  Tapi.. sudahlah. Lebih baik aku segera keluar dari pada terpengaruh dengan omongan mereka.

           “Aku harus pergi.” Ucapku datar dan keluar kamar dengan cepat. Meninggalkan Elise, Kiara, Savanna dan Stella dengan perasaan jengkel.

          Aku menyusuri jalan-jalan bebatuan Cobham Hall yang berembun. Sore ini memang terasa begitu sunyi, mungkin karena saat ini adalah jam nya bagi para murid untuk bersantai di kamarnya. Lagipula besok adalah hari kemah tahunan, tentu saja para siswa lebih sibuk di kamar asrama masing-masing. Mereka bilang, kemah tahun ini berbeda. Dimana setiap tempatnya hanya di huni oleh satu kelas saja, sedangkan tahun lalu setiap angkatan akan berkemah di tempat yang sama. Aku bisa membayangkan betapa ramainya tempat itu.

          Para peserta yang lainnya sudah berkumpul di depan kelas yang akan di jadikan tempat pelaksaan tes seleksi saat aku sampai. Beberapa siswa yang melihatku hanya tersenyum tipis, dan yang bisa kulakukan adalah menggangguk kaku sebagai respon. Aku berdiri di samping seorang gadis bertubuh mungil dengan kaca mata tebal yang menghiasi wajahnya. Ia tampak culun, namun begitu ramah dan mudah tersenyum. Aku sengaja untuk tidak menarik perhatiannya karena aku tahu dia pasti akan menanyaiku banyak hal. Dan tentunya akan sangat menyebalkan jika nantinya ia sakit hati dengan sikapku yang terlalu acuh.

           “Oh lihat siapa ini? Cailsey McCarden?”

          Aku mengumpat dalam hati, siapa lagi ini?

           “Aku tidak tahu bahwa kau juga berniat mengikuti tes ini,” suaranya terdengar begitu menyebalkan dan sombong. Aku berbalik dan tidak merasa terkejut saat melihat siapa yang ada di depanku. Courtney Sanders. Murid sok pintar yang berhasil ku permalukan beberapa pekan lalu. Aku masih ingat saat ia mendatangiku dan Justin, lantas dengan bodohnya menuduh Justin sengaja mempermalukannya. 

           “Aku sangat menyesal saat tahu aku akan melihat wajahmu.” Kataku acuh lantas kembali membuang muka. Courtney tertawa kecil, tawa mengejek yang sengaja dibuat-buat.

           “Why? Kau takut aku akan mengalahkanmu?”

          Alisku terangkat sempurna saat mendengar ucapannya. Apa dia bilang? Sepertinya lelaki ini memang terlalu percaya diri. Aku tahu dia tidak lebih pintar dariku!

Coldest TemperatureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang