Kedua gadis itu duduk dengan tenang, memasang ekspresi datar dan beku yang sesungguhnya tak asing lagi di wajah mereka. Mereka tidak terlalu mirip, namun darah yang sama yang mengalir di tubuh keduanya membuat karakter mereka hampir sama, mulai dari mimik wajah hingga sikap maupun sifat. Setidaknya itulah yang orang-orang pikirkan. Hanya saja, perbedaan umur mereka cukup jauh. Cailsey lebih tua tujuh tahun dari Calis.
“Kami ingin memberitahu suatu hal yang penting,”
Cailsey memutar mata, melirik Connor, kakak laki-laki tertua yang ia miliki. Pria tampan itu duduk di sofa yang berhadapan langsung dengan Cailsey, bersama pria pirang di sebelahnya. Dalam hati Cailsey mengutuk, mengapa bukan ia yang menuruni rambut pirang itu? Mengapa harus Carlos?
“Aku tahu. Itukan yang membuatmu memanggilku dan Calis turun.” Nada suara datar terdengar dari Cailsey, membuat pria-pria dewasa di depannya menghela napas panjang. Entah apa dosa mereka di masa lalu hingga mendapatkan dua adik kecil yang sama-sama dingin dan pendiam. Padahal, ketika ibu mereka mengandung, Connor dan Carlos sempat membayangkan bahwa mereka akan mendapatkan gadis yang hangat, ceria dan periang sebagai adiknya. Bukan gadis es seperti Cailsey ataupun Calis. Mereka bahkan tak memiliki teman dekat karena menganggap orang-orang terlalu bodoh dan tak pantas untuk masuk ke dalam dunia mereka.
Carlos tersenyum tipis, senyum yang menggambarkan kesabaran yang begitu besar. Ia memang lebih muda dari Connor, namun nyatanya, ia lebih dewasa dalam bersikap. Terlebih lagi setelah kedua orang tua mereka meninggal tiga hari yang lalu, Carlos merasa ia mempunyai tanggung jawab yang semakin besar untuk mengurus gadis-gadisnya.
“Kalau begitu mari kita mulai, bagaimana dengan sekolah baru, apa kalian tertarik?” Carlos berbicara seolah Cailsey dan Calis adalah anak-anak berumur lima tahun. Wajahnya begitu ceria, dengan senyuman lebar yang seolah mengatakan ‘hai, aku punya permen, apa kalian mau?’
“Kami tidak tertarik.”
“Ya, aku sulit bersosialisasi di lingkungan baru, dan kurasa aku tak punya alasan yang cukup kuat untuk mencari sekolah baru.” Suara Calis yang terdengar sangat imut membuat senyum Carlos mengembang. Calis adalah gadis kecil sembilan tahun yang begitu menggemaskan, hanya saja ia selalu menyembunyikan senyumnya di hadapan orang-orang, sama seperti Cailsey. Mereka terlalu cuek dan tak perduli dengan orang lain. Seumur hidup, Calis hanya pernah tersenyum dan tertawa saat bersama Cailsey dan mendiang ibu mereka.
“Itu sebabnya, kalian harus mulai belajar . Mom dan Dad sudah pergi, kami tak bisa mengawasi kalian selama dua puluh empat jam. Aku sudah memiliki keluarga, begitu pun Carlos, kami tak mungkin membiarkan kalian tinggal sendirian di tempat ini,”
“Aku 16 tahun, kurasa sudah cukup dewasa untuk mengurus Calis dan tinggal di rumah ini,” Cailsey berkata dengan acuh, dari sudut matanya ia menangkap tatapan khawatir yang dilayangkan oleh Carlos. Huh, selalu saja begini, Connor memang tak bisa mengendalikan dirinya, ia mempunyai paham yang sangat berbeda dengan ketiga adiknya.
“Dan menularkan pengaruh buruk pada Calis?”
“Apa maksudmu? Aku tidak pernah me-“
“Aku tahu semuanya. Membiarkan Calis satu kamar denganmu mungkin memang sebuah kesalahan besar. Kau membawa pengaruh buruk untuknya, dia bersikap tujuh tahun lebih tua dari usianya. Kau juga sering mengajaknya pergi tanpa kenal waktu, pulang larut malam dan tidur tanpa mandi ataupun makan malam. Apa kau pikir itu baik untuknya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Coldest Temperature
FanfictionCailsey McCarden adalah gadis yang dingin, pendiam dan selalu bersikap acuh dengan orang-orang di sekitarnya. Satu-satunya orang yang bisa membuatnya bicara dan tertawa hanyalah Calis, adik sekaligus sahabat untuknya. Namun, ketika kedua orang tua C...