Five

3.6K 266 2
                                    

            Suasana tempat itu tampak lenggang, hanya ada seorang gadis kecil yang duduk bersandar di lantai, kakinya ditekuk dan ada sebuah komik di pangkuannya. Ia terlihat begitu berkonsentrasi, tidak merasa takut sama sekali berada di koridor belakang asramanya yang sunyi, malah merasa nyaman dan tenang. Tangannya membalik lembaran komik dan mulai membaca halaman baru, mata nya terus terfokus pada gambar-gambar yang tercetak di sana. Ini adalah hari kedua untuk Calis sejak datang ke Lewast, dan sekarang, setelah waktu belajarnya usai, ia lebih memilih mengasingkan diri dari pada berkumpul dengan bocah-bocah di kamarnya.

            Calis sedikit terganggu dengan langkah kaki yang terdengar mendekat, namun ia berusaha untuk tidak perduli, mungkin hanya orang lewat. Lama-kelamaan suara itu semakin dekat dan berhenti tepat di depan Calis, disusul dengan wangi parfum beraroma buah-buahan yang menyengat, membuat Calis harus mengernyitkan hidungnya. Gadis kecil itu masih menunduk, dan ia bisa melihat tiga pasang sapatu boots coklat mengkilat di depannya.

             “Kau anak baru itu?” suara khas gadis kecil yang terkesan centil terdengar, Calis menghela napas, lalu menutup komik dan berdiri di tempatnya. Ia menatap tiga gadis kecil yang berdiri di depannya, menggunakan seragam yang lebih ketat serta assesoris berlebihan. Mereka melipat tangan di dada, seperti para murid populer yang sering Calis lihat di film.

             “Minggir!” lirih Calis sambil mendorong tubuh gadis di depannya dengan pelan, karena nyatanya ia sendiri di kepung oleh tiga gadis itu. Di luar dugaan, tubuh Calis kembali di hempaskan ke dinding, membuat punggungnya terasa sakit sekaligus nyeri. Matanya mulai menyala, menatap tajam ketiga bocah ingusan di depannya.

             “Apa yang kalian lakukan?”

             “Kami ingin memberi peringatan kepadamu. Kau baru dua hari di tempat ini, tapi orang-orang sudah banyak membicarakanmu. Kau tahu, aku Peyton. Ayahku pemilik sekolah ini, dan kau tidak boleh menjadi lebih populer dariku!”

            Calis mengangkat sebelah alisnya, gadis di depannya benar-benar lucu. Ia berbicara dengan nada yang di buat-buat, centil dan terus menggerak-gerakkan tangannya sejak tadi. Mata gadis itu memperhatikan wajah Peyton dan kedua dayang-dayangnya, mereke semua memakai bedak dan lipgloss yang lumayan tebal. Ya tuhan, Calis memutar mata. Ia sama sekali tidak tertarik dengan anak-anak  seperti mereka, Calis bersumpah takkan mau berteman dengan tiga sosok menyebalkan di depannya ini.

             “Aku tidak peduli,” sahut Calis pelan. Sejak tadi waktunya menyenangkan, tapi setelah tiga alien ini datang, semuanya berubah 180 derajat.

             “Kau harus peduli, anak baru! Kami tidak suka kau menarik perhatian banyak orang!” kini gadis berambut keriting pirang di sebelah Peyton berbicara, sebelah tangannya dilipat ke dada dan satunya lagi ia gunakan untuk memainkan ujung rambut panjangnya.

             “Mengapa kau diam saja? Ayo lawan kami, ternyata kau benar-benar menyebalkan ya.”

            Calis tersenyum miring, membuang muka acuh sebelum akhirnya menatap Peyton.

             “Dasar anak kecil. Kalian konyol,”

             “Apa kau bilang?” seketika Peyton marah, ia kembali mendorong tubuh Calis hingga gadis itu terjatuh ke lantai. Calis mendengus, ia tidak pernah di perlakukan seperti ini, teman-teman perempuan di sekolahnya yang lama tak pernah bertingkah kasar meskipun Calis terus diam di hadapan mereka.

             “Kau menyebalkan. Aku akan bilang pada Dadku!” pekik Peyton geram. Persis seperti anak-anak salah didikan di film-film.

Coldest TemperatureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang