Twenty

2.7K 216 0
                                    

          Tubuh gadis itu masih meringkuk akibat hawa pagi yang dingin. Perlahan namun pasti, kesadarannya mulai kembali. Ia merasakan kehilangan yang begitu aneh, dan ketika ia meraba tempat di sebelahnya, untuk sejenak jantung itu berhenti berdetak. Cailsey terkejut saat tak menemukan siapapun, dan dalam sekejap matanya terbuka dan ia terduduk di tempatnya. Cailsey hampir saja meneriaki nama Justin jika saja wajah yang tak asing baginya terlihat. Cailsey mengernyit, ia merasa mengenali lelaki ini.

           “AKU MENEMUKANNYA!!!” lelaki tadi menjerit ke arah lain, lalu kembali menatap Cailsey yang masih diam di tempatnya. Lelaki itu tersenyum ramah. Dan dengan itu, Cailsey sadar bahwa lelaki ini adalah salah satu teman sekelas yang tidak ia ingat namanya.

           “Kau baik-baik saja? Dimana Justin?” tanya lelaki itu. Cailsey tidak menjawab, melainkan mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia melihat tas mereka masih tergeletak rapi, dan ada asap yang keluar dari kayu-kayu yang telah hangus. Dimana Justin?

           “Aku tidak tahu.” Lirih Cailsey agak panik. Ia berdiri di tempatnya, matanya terus mencari keberadaan lelaki itu. Tak berselang lama, dari arah lain muncul Joe dan seorang siswa lelaki yang Cailsey kenali sebagai Freggie. Lelaki dengan rambut ikal dan kacamata tebal. Joe tersenyum lebar saat jarak mereka semakin dekat, namun senyumnya menghilang saat menyadari ekspresi tegang di wajah Cailsey.

           “Kau baik?” tanya Joe khawatir. Cailsey hanya mengangguk, tidak terlalu peduli sebenarnya.

           “Syukurlah. Kami sudah mencari selama berjam-jam, sebenarnya apa yang terjadi sehingga kalian bisa tersesat? Dan dimana Justin?” ucap Joe dengan nada penasaran. Cailsey membuang napas kasar, dan menatap pria di depannya dengan datar dan dingin.

           “Itu masalahnya. Terakhir ku ingat, ia tidur di sampingku.” Cailsey berkata tanpa ekspresi.

          Joe menggeleng tak percaya, ia pikir pencariannya sudah berakhir, tapi sekarang? Justin masih tak terlihat.

           “Apa kita harus kembali berpencar?” Freggie memecah keheningan. Joe menatap muridnya itu, sedikit menimbang-nimbang sebelumnya mengangguk terpatah.

           “Baiklah. Cailsey ikut bersamaku, dan kalian berdua pergilah ke arah timur.” Tegas Joe memberi perintah. Dua siswa lelaki itu mengangguk mantap, sedangkan Cailsey masih terlalu bingung dengan yang terjadi. Mengapa Justin menghilang secara tiba-tiba?

          Namun, belum sempat mereka berpisah, sosok yang mereka cari muncul dari balik semak-semak. Justin berjalan menunduk, seraya membersihkan kotoran di pinggulnya, dan ketika ia mengangkat wajah, lelaki itu terhenti sejenak. Melihat Joe, Cailsey dan dua temannya sedang menatapnya saat ini.

           “Oh, Justin! Kau hampir membuatku kembali bekerja keras. Dari mana kau? Kau meninggalkan Cailsey sendirian?”

          Justin meneguk ludahnya, menatap Cailsey yang kini ikut-ikutan menatapnya tajam. Namun dengan cepat Justin berdehem, melangkah mendekat dan berusaha tampak acuh. “Aku buang air kecil. Tidak mungkin aku melakukannya di depan dia.” Jawab Justin datar tanpa emosi. Joe berdecak sambil menggeleng. Ia mengusap wajahnya dan mendesah lega.

           “Sudahlah. Bereskan semuanya, kita harus segera kembali sebelum yang lain khawatir!”

          Cailsey berjalan meraih tasnya, membiarkan Freggie menggulung matras mereka kemudian berjalan mengikuti Joe. Menghiraukan Justin yang masih menatapnya kaku.

         

         

***

Coldest TemperatureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang