Thirty Five

2K 205 0
                                    

           Seperti yang sudah di prediksikan sebelumnya, Connor marah. Ia memang tak menghindar ataupun pindah ke meja lain saat makan malam berlangsung, namun lelaki itu duduk begitu jauh dari Cailsey dan Elise. Menghindari tatapan mata Cailsey dan tidak sekalipun berbicara padanya.

           Dan hanya dengan tindakan sesederhana itu, Cailsey tahu bahwa Connor benar-benar marah.

           Cailsey menghela napas panjang. Ini terlulang lagi. Dimana Connor akan mendiaminya dan memusuhinya. Tapi yang kali ini benar-benar menjadi pikiran Cailsey adalah Elise. Gadis itu memang tampak bersikap biasa, mengobrol dengan Kiara, Stella dan Savanna tanpa canggung. Tapi Cailsey tahu bahwa Elise hanya berpura-pura. Cailsey tahu Elise berusaha keras untuk tidak memandang Connor dan menganggap tidak ada apapun yang terjadi di antara mereka.

           Beberapa menit selanjutnya, Mrs. Marcus masuk ke dalam ruangan, dan makan malampun berlangsung.

            “Apa kau akan menemuiku di halaman belakang nanti?” pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Justin. Cailsey menatap lelaki itu datar dan hanya mengangguk. Dan tepat ketika seluruh murid mulai meninggalkan ruangan, Cailsey segera berdiri, mengabaikan Justin yang menatapnya bingung lantas menarik Elise untuk segera keluar bersamanya.

           Elise sama sekali tak menolak ataupun berontak, ia hanya diam dan membiarkan Cailsey membawanya ke depan pintu teater yang sunyi.

            “Sepertinya Connor benar-benar marah.” Cailsey mengeluh sambil mendudukkan tubuhnya di lantai koridor. Ia tak peduli jika jubahnya akan kotor. Yang ia pentingkan saat ini hanyalah Elise, sepupunya yang sudah terlanjur ia sayangi.

            “Lalu? Ia memang pantas marah, Cailsey.” sahut Elise pelan dengan nada pasrah. Gadis itu duduk di samping Cailsey sambil memeluk lututnya. Matanya menatap kosong dalam gelap, dan posisinya itu malah membuat Cailsey semakin iba.

            “Aku tahu kau hanya berpura-pura tegar.”

            “Itu lebih baik daripada aku harus menangisi nasib burukku dan berlutut di depan Connor untuk memohon maaf.”

            “Kau tahu kau tidak perlu melakukannya, Elise. Maksudku, dengan sikapmu yang seolah-olah tak mengenal Connor, itu akan memperburuk keadaan.”

           Elise menghela napas panjang, mata sayunya menatap Cailsey dan ia tersenyum pahit. “Jika saat ini kau merasa bersalah, aku tidak akan menyalahkanmu. Tidak ada yang pantas di salahkan. Ini hanya aku dan hatiku yang telah salah menjatuhkan pilihannya. Kau sama sekali tidak bersalah, Cailsey.”

           Cailsey mendengus samar. Ini pertama kalinya ia benar-benar melihat Elise yang bersikap serapuh ini. Tampak kuat namun sebenarnya tidak.

            “Connor tidak akan marah untuk waktu yang lama. Aku yakin dia akan membaik dengan sendirinya.” Tambah Elise lagi.

           Cailsey mengerang dalam hati. Andai ia tahu bagaimana sosok Connor sesungguhnya saat lelaki itu benar-benar marah, pasti Elise takkan bicara seperti ini.

            “Kau yakin kau akan baik-baik saja?” tanya Cailsey terdengar ragu.

            “Aku yakin. Ayolah, Cailsey, aku tidak secengeng itu!” Elise berkata sarkastik untuk menghilangkan nada getir dalam suaranya. “Lagipula kau telah berhasil membuatku dan Connor lebih dekat selama beberapa bulan ini. Itu sudah lebih dari cukup untukku.”

           Cailsey menatapnya lama, meneliti setiap emosi yang muncul di wajah sepupunya itu. Dan itu membuat Elise sedikit muak. Ia takut pertahanannya akan runtuh dan akan menangis tersedu-sedu di depan Cailsey. Tapi untungnya pemikiran buruk itu tak terjadi. Elise masih bisa menguasai dirinya walaupun hatinya benar-benar resah dan gelisah. Tidak sedetikpun wajah dan nama Connor meninggalkan benaknya.

Coldest TemperatureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang