Fifteen

2.8K 217 4
                                    

           Thomas melangkah dengan santai seraya bersiul beberapa kali, sementara kedua remaja yang berada di belakangnya terpaksa terus berjalan dengan perasaan yang campur aduk, mengikuti Thomas menuju ruang kepala sekolah, Mrs.Marcus. Justin sudah berusaha untuk membujuk sepupunya itu, agar melupakan kejadian barusan dan membiarkan mereka kembali ke kelas seolah-olah tak terjadi apapun sebelumnya. Namun usahanya sia-sia. Peraturan tetaplah peraturan. Itu yang Thomas katakan sebelum menyeret Justin dan Cailsey masuk.

           Mereka terhenti di depan sebuah pintu. Thomas berbalik, menatap Justin dan Cailsey bergantian dengan tatapan jahilnya.

            “Jadi, ada yang ingin kalian sampaikan sebelum aku menghadap Mrs.Marcus?”

           Cailsey hanya diam tak peduli dan Justin pun demikian. Lelaki itu sadar betul Thomas adalah penjaga sekolah yang terkenal dengan ketegasannya, apapun pelanggaran yang dilakukan para murid, dia takkan segan-segan untuk mengadukannya kepada Mrs.Marcus. tanpa pandang bulu.

           Pria berumur dua puluh tahunan itu tersenyum,”Baguslah, mari hadapi kematian kalian!” ucapnya lantas membuka pintu. Cailsey merasakan sebagian napasnya hilang, ia tidak takut, hanya saja merasa khawatir tentang hukuman yang nantinya akan Mrs.Marcus berikan.

           Thomas menerobos masuk begitu saja, tanpa mengetuk pintu ataupun mengucapkan kata permisi sebelumnya. Itu cukup membuat kedua siswa itu heran. Harusnya Thomas menunjukkan sopan santunnya di depan wanita tua seperti Mrs.Marcus!

            “Masuklah, tak ada yang perlu kalian takutkan disini...” Thomas menegur Justin dan Cailsey yang masih diam di tempatnya. Pria itu tampak begitu santai dan bersikap asal-asalan, bahkan Thomas sudah membongkar isi laci meja Mrs.Marcus tanpa rasa canggung sedikitpun.

           Justin menatap gadis di sampingnya sesaat, dan ketika pandangan mereka bertemu, Cailsey segera menoleh. Memilih untuk masuk dan berdiri di depan meja kerja Mrs.Marcus. Gadis es itu lalu mengamati setiap sudut ruangan, bukan dengan pandangan mengagumi, melainkan pandangan meneliti sekaligus mencari, karena nyatanya, ia tak menemukan wanita tua yang selama ini ia benci.

            “Sebenarnya, Mrs.Marcus sedang tidak di tempatnya..” suara Thomas menjawab kebingungan Cailsey. “Jadi aku yang akan menghukum para murid hari ini..”

            “Setahuku, kau tidak berhak untuk itu!” Justin yang sudah berada di dalam ruangan menyahut dengan dingin. Wajahnya tampak datar tanpa ekspresi.

            “Tentu aku punya hak, Bieber. Ingat siapa aku? C’mon ini bukanlah hukuman yang berat!” Thomas berkata sambil mengeluarkan benda yang terbuat dari logam, ia menutup laci dan dengan cepat memutari meja agar lebih dekat dengan kedua remaja itu.

            “Apa yang akan kau lakukan dengan itu?” Cailsey ahirnya bertanya setelah menyadari apa benda yang saat ini Thomas genggam. Itu adalah sebuah borgol. Dan jika ia tidak salah, biasanya borgol di gunakan untuk...oh, tidak. Semoga hal terburuk yang Cailsey pikirkan tidak terjadi.

           Thomas tersenyum,”Menurutmu apa yang pantas di jadikan sebagai hukuman untuk dua murid yang berniat kabur, hmm?” tanyanya dengan nada jahil. Pantaskah seorang penjaga berucap dengan nada seperti itu? “Ini adalah hukuman paling ringan yang pernah aku berikan. Justin, kau beruntung menjadi sepupuku.” pria itu lantas menepuk pundak Justin, berpura-pura bersimpati atas kemalangan yang menimpa anak lelaki itu.

           Justin mendengus pelan, jika saja Thomas bukan sepupunya. “Terlalu banyak bicara. Aku akan menganggapmu sepupu jika kau melepaskan kami dan tutup mulut.”

Coldest TemperatureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang