AKU tidak bisa memesan tiket pesawat sebelum sidang diadakan. Sementara sidang harus diadakan secepat mungkin sebelum Marc kembali sibuk balapan. Oh, Tuhan... menyebut namanya meremukkan hatiku.
Setelah melangkah keluar dari pintu waktu itu, Marc tidak pernah kembali lagi ke sini. Dia pasti membenciku dan mungkin berpikir aku sudah bercinta dengan Vinales, alasan apa lagi yang tepat menurutnya bagiku untuk minta cerai?
Dasar bodoh. Mungkin dia hanya tidak terlalu mengenalku. Tidak seperti dirinya. Aku mungkin akan butuh bertahun-tahun untuk bisa membuka hatiku. Selamanya, mungkin tidak akan bisa.
Aku tidak berpikir tentang itu. Yang ada di benakku hanyalah Naya dan Lucha. Aku yakin seratus persen akan mendapatkan hak asuh mereka. Sementara untuk gono gini, aku hanya meminta untuk pengobatan Naya. Kupikir itu cukup adil. Daripada dia menghabiskan uangnya untuk berpesta dengan gadis-gadis.
Kukeluarkan lima puluh euro untuk kuserahkan pada Alex membayar laundry dan keperluan makan Lucha di Cervera. Mereka akan datang dari sekolah Lucha sebentar lagi untuk meletakkan pakaian bersih dan mengambil uang.
Keluarga Marc sudah tahu kami akan berpisah. Reaksi mereka seperti yang kuduga. Berlebihan. Namun, ini Eropa. Aku paham, orang tua di sini tidak ingin terlalu ikut campur urusan pribadi anaknya. Tetap saja, mereka terkejut dan menyayangkan semua ini. Kukatakan pada Mama Roser di telepon, ini untuk kebaikan anak-anak.
Bunyi gedebak-gedebuk masuk ke ruangan. Siapa lagi kalau bukan Lucha yang berlari sambil menggendong tas? Seragam sekolahnya kotor lagi padahal masih hari senin.
"Demi Tuhan, Lucha! Jatuh lagi?"
Dia hanya tersenyum lalu mencium pipiku. Aku menyiapkan pakaian gantinya.
Alex masuk, meletakkan tas berisi pakaian bersih lalu mengambil uang yang kusiapkan di atas nakas seperti biasanya.
Wajahnya dilipat dan jelas-jelas menghindari kontak mata denganku. Kebiasaan jika aku sedang ada masalah dengan Marc.
"Kau sudah makan?" tanyaku pada Alex.
"Tadi kami membeli sandwich kalkun di subway," jawab Alex dingin.
"Kau tidak membelikan makanan untukku?"
"Kupikir kau tidak suka kalkun."
"Memang."
"Ya sudah." Alex menjawab acuh tak acuh.
Aku geram. Kudekati dia yang duduk di sofa. Dia pura-pura memainkan handphone-nya.
"Sebentar ya, Paman, aku ganti baju dulu," kata Lucha.
Lucha masuk ke kamar mandi, menutup pintu. Aku menoleh Alex dan segalanya tumpah seperti keran yang bocor.
"Diam saja begitu terus seperti patung!" bentakku.
Dia balas melotot ke arahku. "Aku masih akan memanggilmu kakak ipar dan menganggap kekacauan ini semua hanya bagian dari pengaruh emosionalmu, Mia. Ingat itu!"
"Oh ya? Kakakmu yang kurang ajar! Berani-beraninya dia selingkuh di saat seperti ini dan mengatakan hanya ingin keluar membeli kopi! Padahal dia selingkuh dengan teman lamanya!"
"Siapa yang bilang?"
"Tidak penting siapa yang bilang!"
"Jelas penting. Marc itu setia. Siapa pun yang mengatakan dia mencoba selingkuh lagi saat ini, sudah jelas berusaha memfitnahnya."
"Kenapa kau membela Marc?"
"Bukankah seorang adik harus membela kakaknya?"
"Well! Semakin jelas kalau begitu! Dia selingkuh dan kau berusaha menutupinya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mia is Mine! [Marc Marquez] Fan Fiction
RomanceApakah kau pernah melaju 250 km/jam diatas motor bersama orang yang kau cintai? Aku pernah. Dan itu adalah hal tergila yang pernah aku lakukan. Kekasihku Marc akan selalu melakukan hal-hal gila selama dia masih bernapas. Tetapi anehnya di saat bersa...